SoH - 2. Musuh Tersembunyi di Masa Lalu

656 69 9
                                    

Saat itu badai sedang mengamuk di muka bumi. Hujan, petir, angin, dan kilat bersama-sama menerpa bumi dengan segala amarah mereka.

Ini adalah malam ketika Dia yang dicintai mati dan meninggalkan Dia yang terluka untuk selamanya. Sementara Dia yang bersalah sedang merayakan kemenangannya yang gemilang.

Segalanya berjalan sesuai dengan prediksi Dia yang bersalah.

Beberapa jam sebelum Dia yang dicintai mati, bibinya, Seira Laniana yang kini menjadi Seira Bowman sedang berjalan dengan tergopoh-gopoh untuk memapah kakak iparnya menuju mobil putih miliknya.

Berbekal payung dan jas ujan seadanya ia melindungi diri dari amukan badai. Setelah memastikan kakak iparnya berada dalam posisi ternyaman di mobil ia segera memasuki mobil dan menyalakannya. Memacu laju mobilnya melewati mesin-mesin serupa yang dilanda kemacetan.

Hari semakin malam, badai tidak kunjung memberikan tanda-tanda akan reda, dan udara dingin menembus dinding mobil dan menusuk kulit Seira hingga ke sumsum tulang belakang.

Seira menggigil kedinginan, ia mengusap perutnya yang kian membesar setiap harinya. Pikirannya menerawang nun jauh di sana. Mencoba mengambil suatu kesimpulan dari potongan-potongan kejadian yang kabur.

Ia melirik ke arah Lily sekilas, tanda tanya besar yang sama mendominasi kepala mungilnya. Seira bergerak gusar, ia menyibakkan rambut cokelat gelapnya yang terkena tetesan hujan, jantungnya kini berdetak dengan aneh.

Bagaimana.. Bagaimana Freya bisa menemukan Lily semudah itu? Dan memgapa ia tidak bisa merawat Lily? Freya tidak sedang bermain permainan berbahaya bukan?

Cobalah berpikir Seira, tekannya dalam hati. Memorinya secara otomatis memutar kembali ingatan ketika di rumah sakit tadi, Freya yang terlihat tenang, bahkan terlalu tenang duduk di samping Lily yang sedang terbaring. Hm, bagaimana nada suara Freya saat itu? Datar. Gadis itu tidak berekspresi sama sekali.

Seira terkesiap ngeri tatkala spekulasi baru hadir di benaknya. Bagaimana... bagaimana jika ternyata keponakannya bukan tidak berekspresi, tapi ia justru terlalu syok karena keadaan yang berubah drastis secara tiba-tiba. Ya Tuhan. William. Seira ingat samar-samar ia melihat mobil William keluar dari parkiran rumah sakit.

Ponsel. Dimana ponsel miliknya? Seira menggertakkan gigi dengan jengkel karena tidak kunjung menemukan ponselnya di manapun.

Sekarang Seira menggigil ketakutan. Ia benar-benar naif, meninggalkan kediamannya tanpa penjaga untuk melindunginya ataupun pelayan untuk sekadar menemani.

Yang dipikirkannya tadi hanya cara untuk mencapai rumah sakit secepat yang ia bisa. Ia kira Freya bersama yang lainnya dan ketika mendapati Freya hanya seorang diri pikiran Seira benar-benar kosong.

Seira kembali mengelus perutnya dengan gusar. Jalanan yang dilewatinya semakin licin karena badai tak kunjung reda. Well, sisi positifnya tidak ada pohon tumbang karena badai ini.

Ketika menoleh ke kaca spion mobilnya Seira merasakan kejanggalan yang telat disadarinya karena pikiran ruwetnya tadi. Sebuah mobil panther berwarna hitam mengikutinya sejak di dua persimpangan sebelumnya. Segera jantung Seira memompa dengan cepat.

Sial. Sial. Sial, maki Seira dalam hati.

Lagi, ia mengulangi kecerobohannya. Seira menekan pedal gas dan mempercepat laju mobilnya. Ia sengaja menempuh jalan berliku dengan harapan siapapun yang mengikutinya tidak bisa melakukan apa yang hendak diwujudkannya.

"Coba ikuti ini, Bung!" kata Seira jengkel. Ia sengaja memilih tikungan yang tajam dan berkelok-kelok. Seira sudah terbiasa berkendara dengan medan seperti ini. Ia menyeringai senang membayangkan mobil-mobil yang terbalik.

Secret of Heart - RevealedWhere stories live. Discover now