SoH - 20. Tipuan

408 41 2
                                    

"Tidak mungkin," kata Bam tidak percaya.

Ia menatap pria tua di depannya dengan tatapan ngeri, tangan kanannya meremas kertas yang dipegangnya sedari tadi, sementara pikirannya melalang buana entah ke mana.

Tiba-tiba ia teringat sesuatu, cukup penting hingga menyadarkan realita kembali padanya.

"Ryu," gumamnya dalam kebingungan.

Seperti anak kecil yang kehilangan orientasi, Bam berjalan dengan linglung, antara terlalu terkejut dengan fakta yang ditemukannya tapi kesadarannya memaksa dirinya untuk mencegah kekacauan yang mungkin akan segera terjadi pada orang yang dikasihinya, Ryu.

Beberapa orang dengan pakaian formal dan berbadan tegap mengikuti Bam, meninggalkan pria tua yang mereka cari dengan susah payah.

Pria tua itu mengamati kepergian Bam dan orang-orangnya dengan wajah datar serta tatapan khasnya yang bak elang.

"Cobalah menghentikannya kalau kau mampu, Nak," ujar pria tua itu seraya mengamati kepergian Bam dari balik jendela hingga Bam tidak terlihat lagi.

---**---

Masih segar dalam ingatan Raka momen ketika adiknya dibawa pergi secara paksa darinya. Mata biru safir yang berlinang air mata, surai-surai pirang madu yang yang terlepas dari kepangan dan melambai lemah tertiup angin, serta teriakan putus asa yang masih menggema dalam dirinya hingga kini.

Ia mengusap dokumen yang diambilnya dari Ryu kemarin. Dokumen yang berisi data-data peneliti buronan bernama Saphira Westcliff. Mata biru safir gadis itu tampak sedih seperti mata gadis kecil yang meminta pertolongannya dahulu, surai emasnya yang bersinar tampak begitu cantik seperti yang diingat Raka. Raka tidak ingin mempercayai bahwa foto gadis buronan CIA dan FBI yang sedang ditatapnya adalah gadis yang sama dengan gadis yang ia gagal lindungi bertahun-tahun yang lalu.

Bukankah wanita tua angkuh yang menyebut dirinya nenek Raka dan Saphira mengatakan ia akan membuat nasib adiknya lebih baik daripada nasib ibu mereka?

Kata-kata kejam penuh hinaan yang ia lontarkan pada ayah dan dirinya tentang mendiang ibunya ketika berusaha menghentikan para pengawal membawa Saphira masih menancap kuat dalam hatinya.

Ekspresi dingin dan tanpa perasaan yang ditunjukkan sang nenek, topi bulu yang bergerak dengan elegan ketika ia berbalik meremehkan Raka dan ayahnya yang terluka.

Ke mana semua kesombongan yang ditunjukkan wanita tua itu?

Nenek tua itu berkata akan mendidik Saphira seperti seorang bangsawan yang seharusnya dan tidak mengulangi kesalahan ibu mereka yang termakan rayuan pria miskin yang menyedihkan seperti ayah mereka. Jadi, bagaimana bisa ia membiarkan gelar dan kekayaan sialan mereka hancur hingga membuat adik tersayangnya menjadi pion William dan berakhir sebagai buronan.

Seharusnya Raka tidak melepaskan tangan Saphira saat itu. Meskipun ia harus berdarah-darah dan kehilangan tangannya ketika pengawal menyeret dirinya menjauh dari Saphira. Bahkan jika itu berarti ia harus memohon-mohon untuk ikut dan meninggalkan ayahnya yang malang sendirian.

Setidaknya itu yang harus dilakukannya. Membiarkan adiknya seorang diri adalah keputusan terburuk. Sekarang ia harus menelan kenyataan pahit bahwa harapan adiknya hidup dengan baik hancur berkeping-keping.

"Aku tidak mampu melindungi satupun dari kalian ... Freya ... Saphira ... Ya Tuhan." Airmata berjatuhan dari pelupuk mata tanpa sanggup ia hentikan. Dadanya terasa sesak, seolah seluruh oksigen yang tersedia di bumi menghilang dalam sekejab.

Secret of Heart - RevealedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang