SoH - 15. Menyingkirkan Penyusup Kecil

368 44 0
                                    

"Aku tidak yakin dokumen-dokumen ini bisa membantumu," kata seorang pria sambil menaruh gunungan dokumen di salah satu meja tamu dalam ruangannya.

Pria yang satunya lagi meraih dokumen itu secepat kilat. Tersenyum dengan mata berbinar-binar.

"Ini lebih dari sekadar membantu, Raka."

Raka menyilangkan tangannya di atas dada dengan posisi tubuh bersandar di tembok. "Sebenarnya, apa yang kau cari di dalam dokumen-dokumen ini, Ryu?"

"Musuhku."

Alis Raka terangkat. "Apa maksudmu?"

"Seseorang mengatakan padaku bahwa William tidak sendirian. Seseorang yang dekat denganku membantunya. Aku harus mencari tahu siapa orangnya agar aku dapat mematahkan leher William tanpa kekhawatiran," jawab Ryu sambil membaca dokumen-dokumen yang dibawa oleh Raka dengan teliti.

"Sungguh?" Raka hampir melompat mendengar penuturan Ryu, "apakah informanmu bisa dipercaya?"

"Kau tidak akan suka jika aku mengatakan siapa informanku. Pokoknya, dia benar. Tahukah kau akhir-akhir ini aku sering sekali merenung dan berpikir mengenai kejadian sembilan tahun lalu. Banyak sekali hal ganjil yang kulewatkan saat itu. Aku tidak ingin melakukan kesalahan yang sama. Apalagi setelah William sialan itu mendeklarasikan perang secara terbuka padaku. Harus kupastian dia menerima kekalahan telak."

Raka mencerna kata-kata Ryu. "Kau benar, aku juga merasakan hal yang sama." Tiba-tiba Raka berjalan dengan sangat cepat menuju lemari arsip yang berada di sudut ruangannya. Meraih beberapa dokumen dan membawanya dengan terburu-buru. Ia meletakkan dokumen-dokumen itu di samping kanan dokumen yang sedang dibaca Ryu.

"Sebenarnya, aku menemukan ini beberapa waktu yang lalu secara tidak sengaja. Aku sempat ragu membahasnya denganmu. Menurutku isinya agak mencurigakan, tapi di sisi lain aku juga merasa ini tak mencurigakan. Aneh bukan?"

Ryu memandang Raka dengan tatapan penuh keheranan sebelum menyambar dokumen tersebut, "Mendengar penjelasanmu yang unik itu memang terkesan aneh, Raka."

Ia mulai membaca kata per kata dengan hati-hati, membalik lembar demi lembar dengan cekatan, dan kemudian sesuatu membuatnya mematung. Ryu yakin saat itu jantungnya berhenti berdetak. Paru-parunya tidak terisi oksigen sekeras apapun ia berusaha tetap bernapas.

"Ryu? Ada apa? Apa yang kau temukan?" tanya Raka khawatir tatkala melihat air muka Ryu yang memucat.

"Musuhku," desis Ryu, "dia memang benar. Musuhku lebih dekat dari yang kukira. Ya Tuhan, betapa idiotnya aku tidak menyadarinya."

Kemudian Ryu tertawa dengan nada sumbang. Raka semakin mengkhawatirkan kondisi Ryu. Ia sudah melihat keseluruhan dokumen itu, namun selain keganjilan aneh tidak beralasan yang dirasakannya, ia tidak yakin isinya bisa membuat Ryu bereaksi demikian. Sebenarnya, apa yang ditemukan Ryu dalam dokumen itu?

Ryu berusaha menghentikan tawanya, "Maaf, kau pasti bingung."

"Ya."

"Kalau cuma sekilas, pasti kau tidak akan mengerti. Tapi aku mengingat semua detail yang terjadi sembilan tahun yang lalu. Dan hal-hal yang kutemukan ketika memulai perjalanan bisnisku---menjadi penjelas isi dokumen ini."

Ryu bangkit dari kursinya. Meraih dokumen-dokumen aneh yang dikeluarkan Raka dari lemari arsipnya. "Bolehkah ini kubawa?"

"Bahkan jika kau menginginkan semua gunungan dokumen yang kuberikan padamu dengan senang hati kukirimkan melalui kurir tercepat."

"Terima kasih, sungguh." Ryu berjalan mendekati pintu.

"Apa yang kau lakukan Ryu?"

Langkah Ryu terhenti. Menoleh ke arah Raka, dengan ekspresi sedih ia berkata, "Aku harus menyingkirkan penyusup kecil yang menjadi duri dalam daging."

Raka tidak suka melihat ekspresi Ryu. Keningnya berkerut bersamaan dengan alisnya yang bertautan. "Jangan melakukan hal bodoh, Ryu. Freya tidak akan jika kau melakukan hal yang akan menyakitimu."

"Hal terakhir yang ingin kulakukan adalah melakukan hal bodoh yang nantinya akan kusesali, Raka. Tapi berhubung lawanku itu iblis tanpa belas kasih, sudah sewajarnya aku mengimbanginya."

Ryu membuka pintu, "Ngomong-ngomong, besok aku ada acara minum-minum dengan Keir, kau mau ikut tidak?"

"Ya, tapi aku tidak akan berpartisipasi. Seseorang harus tetap sadar untuk mengawasimu," jawab Raka setelah beberapa saat hening.

"Ok. Nanti kukirim pesan mengenai detailnya."

"Ryu," kata Raka.

"Ya?"

Raka menatap Ryu dengan penuh kekhawatiran. "Sungguh, jangan bertindak bodoh. Jangan melakukan hal yang nantinya akan kau sesali."

Ryu tersenyum. "Akan kuingat," katanya lirih.

Lalu pintu menutup.

Ryu terdiam sejenak, membelakangi ruangan Raka. Berbagai perasaan berkecamuk di dalam dirinya. Antara memuaskan hasrat balas dendamnya atau menjaga janjinya dengan Freya. Mana yang harus dipilihya?

Sambil berkutat dengan pilihan-pilihan yang tersajikan di dalam otaknya, Ryu berjalan dengan cepat meninggalkan firma hukum Raka. Ia tidak ingin Raka keluar dan mulai menasihatinya. Hal itu justru semakin mengacaukan perang batin yang sedang berkecamuk di dalam dirinya. Bisa-bisa, tidak ada satupun yang bisa dicapai.

"Ryu?" panggil sebuah suara.

Secara otomatis Ryu menghentikan langkah kakinya. Mencari pemilik suara yang tidak asing di telinganya. Padahal, hanya beberapa meter lagi ia tiba di tempatnya memarkirkan mobil.

Ketika ia menemukan sang pemilik suara,  ia berharap dirinya tidak berhenti. Sosok tersebut terlihat tak jauh berbeda dari yang terakhir diingat Ryu. Tubuhnya yang dulu menjulang tinggi kini setara dengannya. Rambut pirangnya lebih panjang, namun mata jingganya yang mengingatkan akan pemandangan langit di kala senja sama sekali tidak berubah.

"Bam."

---**---

To be Continued.

If you liked this chapter please consider to give a vote 😉
Thanks for reading, your voment, and your support until now 😊
Stay tune!

Sincerely,

Nina.

Secret of Heart - RevealedWhere stories live. Discover now