SoH - 22. Escape

446 45 5
                                    

Ketika Blaire melemparkan pistolnya ke lantai dan mengejutkan Ryu dengan transformasinya yang menakjubkan, Ryu tanpa sadar menahan napas pada detik-detik yang krusial itu. Jantungnya berdetak begitu cepat sebelum berhenti saat ia menatap netra ungu antik yang membius dirinya.

Ryu yakin sudah mempersiapkan dirinya untuk segala kemungkinan teraneh yang akan terjadi, namun tetap saja kelenjar airmatanya bocor ketika rasa rindu yang tak tertahankan akhirnya terobati.

Rasa senang, haru, sedih, dan sakit karena merindu meluap-luap dari seluruh tubuhnya. Membuat otot tubuhnya melemas untuk sepersekian detik sebelum menggila dan bergerak dalam kecepatan cahaya.

Tangan-tangan panjangnya terulur dan melingkari seluruh tubuh 'Freya', menariknya untuk mendekat hingga mereka jatuh terduduk. Kemudian, mendekapnya dengan protektif.

Rasa nyaman dan nostalgia menyeruak begitu Ryu mendekap sosok Blaire yang kini menjadi Freyanya. Harum tubuh khas Freya memenuhi indra penciuman Ryu. Menegaskan bahwa Blaire yang selama ini dikenalnya benar-benar Freyanya.

"Jangan katakan ini hanya mimpi, atau salah satu ilusi gilaku yang terlalu nyata," kata Ryu sungguh-sungguh. Airmatanya tidak kunjung berhenti, ia bahkan bisa merasakan tubuhnya yang gemetar ketika memeluk Freya.

Freya mengusap airmata Ryu, seraya membelainya dengan sayang, "Ini aku, dan aku senyata dirimu."

Masih mendekap Freya dengan erat, Ryu mengamati wajah Freya dengan saksama, ia bertanya, "Kenapa kau baru muncul sekarang?"

Pertanyaan yang dilontarkan Ryu menimbulkan setitik kesedihan dalam netra ungu antik itu, buru-buru direngkuhnya Freya ke dalam pelukannya.

"Tidak, lupakan. Terima kasih sudah kembali. Yang terpenting kau bersamaku, aku tidak butuh yang lainnya," ujar Ryu menenangkan Freya yang mulai diliputi kesedihan. Ia tidak mampu menanggung kepedihan yang timbul ketika melihat Freya bersedih.

Freya melepaskan pelukan Ryu, kemudian menatap lurus pemilik netra biru itu, "Akan kujawab semua hal yang ingin kau ketahui, tapi kau harus berjanji tidak akan membunuh dirimu sendiri ataupun sengaja membiarkan dirimu terbunuh seperti sekarang."

Begitu mendengar kata-kata yang paling dibencinya, amarah Ryu bangkit. Sebelah sudut bibirnya terangkat, "Janji sialan lainnya? Tidak, aku menolak. Aku sudah cukup tersiksa menepati janji sialan pertama." Ryu menarik tangan Freya hingga ia tersentak dan membuat jarak di antara wajah mereka kian dekat. "Kecuali jika kau juga berjanji hal yang sama padaku. Tidak akan membunuh dirimu sendiri ataupun membiarkan dirimu terbunuh di saat aku ada maupun tidak. Itu baru adil kan?"

Tidak terbiasa menghadapi Ryu yang memberontak padanya, Freya hanya bisa mematung selama beberapa detik sebelum sadar kembali dari keterkejutannya.

"Benar," aku Freya, ia menatang balik tatapan tajam Ryu padanya, "mari bicarakan hal-hal nanti. Sekarang kita berdua harus keluar hidup-hidup dari sini dulu. Saudariku cukup kerepotan mengatasi bom-bom yang ditanam William untuk menghabisimu."

"Tidak, aku tidak percaya padamu. Kau harus berjanji dulu," balas Ryu tegas.

"Ya Tuhan, ini bukan waktunya berdebat, Ryu! Berhentilah bertingkah kekanak-kanakan."

Ryu menatap Freya dengan galak, "Coba jelaskan bagian mana yang kenakak-kanakan. Setelah sembilan tahun kau baru muncul. Alih-alih kembali padaku, kau justru mendekatiku layaknya musuhku. Membuat identitas baru dan menipuku, sementara kau menyaksikan betapa aku begitu tersiksa hidup tanpamu dan terus merindukanmu di setiap napasku. Aku tidak bisa mengikutimu secara buta lagi. Aku tidak bisa melepaskanmu, kecuali kau memberiku jaminan bahwa kau tidak akan pergi dan menghilang lagi."

Secret of Heart - RevealedWhere stories live. Discover now