SoH - 4. Gadis Misterius (2)

584 63 5
                                    

"Tidak penting siapa aku, Tuan, yang penting itu kau harus berhenti berkhayal secepatnya."

Ryu tergelitik untuk membungkam mulut gadis mungil itu. "Lalu bagaimana aku memanggilmu? Tentu tidak nyaman jika berbicara tanpa tahu harus memanggil apa."

"Aku cukup suka dengan panggilan Nona, Tuan."

"Baiklah, Nona. Pertanyaan pertama, mengapa aku harus berhenti berkhayal?" Ryu berjalan perlahan, sangat hati-hati agar gadis itu tidak menyadarinya.

Gadis itu tersenyum kembali. "Karena kau tidak akan mendapatkan apapun dari sosok semu istrimu itu. Aku khawatir kau akan masuk rumah sakit jiwa terlebih dahulu sebelum membalaskan dendammu."

Ryu berhenti bergerak. Sialan. Jika gadis itu berniat memancing Ryu maka ia telah berhasil.

"Tuan, jika kau berpikir untuk menangkapku maka itu sia-sia belaka. Aku bisa muncul di manapun dan kapanpun aku mau, tolong pahami itu. Jangan kau gunakan otakmu hanya untuk berkhayal, mubazir sekali."

"Benarkah?" Ryu mendorong pintu kaca balkon dengan kasar.

Tapi gadis itu lebih cepat, tubuhnya yang mungil bergerak dengan lincah dan mampu berkelit. Langkah kakinya yang gesit cukup mengejutkan Ryu.

Ryu berusaha sekuat yang ia bisa untuk mengejar gadis itu tapi karena efek wine sialan yang ditenggaknya tadi pandangannya jadi berputar-putar. Ketika gadis itu berbelok di satu tikungan, Ryu ikut berhasil berbelok dan hampir menangkap gadis itu. Tapi yang dilihatnya ketika mencapai belokan itu bukanlah gadis tadi, tapi sekretarisnya.

Terlambat. Ryu tidak bisa menghentikan dirinya.

"Sir, apa yang sedang kau lakukan?" Sekretaris itu memungut kacamatanya tebalnya yang ikut terpental karena tabrakan tadi dan memasangnya kembali di tempat semula.

Ryu menatap sekretarisnya. Ini bukan kali pertamanya ia mengganggu dirinya ketika saat-saat genting. "Memangnya kenapa? Aku bebas melakukan apapun yang aku mau." Ryu bangkit dari posisi duduknya dan kemudian membantu sekretarisnya untuk berdiri. Ryu sedikit kesal karena wanita itu mengganggunya untuk menangkap gadis tadi.

"Kau benar, sir." Sekretaris itu terlihat gugup, mata hazelnya yang berada di balik kacamata bergerak-gerak dengan gelisah.

Ryu menghela napas panjang. "Lupakan. Ada apa?"

"Tuan Louis mencari Anda. Ia mulai khawatir dengan kehadiran bintang tamunya yang entah di mana."

"Begitu?" Ryu bersandar di tembok, "Aku akan kembali, segera."

Itu berarti bahwa Ryu tidak akan kembali untuk saat ini. Dan Sekretarisnya mengerti. Ia membungkuk pelan sebelum berlalu pergi.

Ryu memastikan tidak ada orang yang tersisa sebelum kembali berbicara.

"Kau menang, Nona," kata Ryu.

Terdengar suara kikikan ceria yang tidak jelas asalnya. "Tentu saja, Tuan. Kau tidak akan bisa mendapatkanku, bahkan dengan semua harta dan kekuasaan yang kau punya."

"Benarkah?"

"Kau bisa pegang kata-kataku."

"Tidak bisakah kau menjawab satu saja pertanyaanku? Pertanyaan Tuan menyedihkan yang hanya bisa berkhayal tentang istrinya yang sudah mati." Ada nada pedih dalam suara Ryu, dan gadis misterius itu tahu. Hening sejenak.

"Tergantung. Anda ingin bertanya apa?" kata gadis itu akhirnya.

"Apakah suatu hari nanti kita bisa bertatap muka?"

"Hm... Dari sekian banyak pertanyaan mengapa kau bertanya itu?"

"Mungkin, untuk pertama kalinya sejak kematian istriku aku merasakan perasaan yang sudah tidak pernah kurasakan lagi. Jengkel karena dirimu lumayan menyenangkan."

Gadis itu tertawa kembali. "Kau aneh sekali, Tuan. Well, untuk pertanyanmu aku tidak tahu pastinya. Yang pasti aku akan sering mengunjungimu dengan cara yang tidak terduga."

"Kau itu hantu atau manusia sih?" Ryu ingat ia tersenyum ketika mengatakannya.

"Terserah Anda, Tuan. Aku harus pergi. Cyaa."

---**---

Alin kembali gemetaran ketika ia melihat ayahnya bertemu Ryu yang baru saja muncul entah dari mana. Alin bisa melihat kebencian nyata yang mereka sembunyikan dari balik topeng es mereka. Tapi, sekali lagi, karena ia menghabiskan banyak waktu dengan kedua orang itu ia bisa menangkap maksudnya dengan jelas.

Tidak disangka Ryu bisa membalas William dengan begitu sempurna, bahkan dirinya saja belum tentu bisa melampui ayahnya. Pemenang perang kecil ini segera terlihat. William menjauhi Ryu dengan geram. Mata gioknya bertemu mata Alin yang serupa.

William berjalan menghampiri Alin yang terduduk di kursi yang berada di sudut ruangan. Alin menggenggam tangannya terlalu keras, sepertinya akan ada beberapa goresan tertinggal.

"Papa," sapa Alin dengan senyum getir.

"Putriku." Ada binar kecil di mata giok itu. "Bagaimana kabarmu? Ibumu sangat khawatir karena kau bersikeras tinggal terpisah dari kami."

Alin menyeringai. "Hentikan sandiwaramu Papa. Kau tahu bahwa aku sudah tahu mengenai rahasiamu, dan kau mengirim bibi Seira beserta anak yang ada dalam kandungannya ke liang kubur karena sudah membeberkan rahasiamu. Bahkan, itu tidak cukup untukmu. Kau juga melenyapkan penghalang terbesarmu. Freya."

William tersenyum. Ia merendahkan tubuhnya sedikit, dengan gerakan ringan ia mencengkeram leher jenjang Alin. "Jaga bicaramu, Nak. Ada pepatah yang mengatakan mulutmu harimaumu. Dan jika ada kabar yang tersebar maka hal yang sama pun akan terjadi padamu. Jangan karena aku bersikap baik kau jadi besar kepala."

"Aku tahu, Papa." Alin menepis tangan William seraya bangkit dari kursinya "Aku tahu alasan sebenarnya mengapa kau mendatangiku. Tenang saja, aku akan jadi boneka pengganti sempurna untukmu. Untuk mempertahankan takhta berdarah menjijikkan yang kau impikan."

William menyeringai, sebelah alisnya terangkat.

"Ah, satu hal." Alin menoleh, "Hati-hati dengan benih kebencian yang kau tanam. Kau tidak tahu seperti apa ia tumbuh. Aku khawatir ia akan menghancurkan impianmu."

"Tidak mungkin," bantah William.

Alin menatap William penuh arti. "Kau tidak buta, Papa. Kau pasti melihat bagaimana ia telah tumbuh menjadi orang yang mengerikan. Semoga Tuhan menyelamatkanmu dari amarahnya."

---**---

To be Continued

Thanks for reading 😊😁😁😁

Jangan lupa tinggalkan vomentnya ^^

Secret of Heart - RevealedWhere stories live. Discover now