SoH - 3. Gadis Misterius (1)

607 70 6
                                    

Wajah yang sama. Senyum yang sama. Pujian yang sama. Astaga, Ryu mau muntah saat ini juga melihat pemandangan munafik yang selalu mengelilinginya.

Dengan gusar Ryu menggerakkan gelas rapuh yang menampung wine kualitas tinggi namun terasa pahit di lidahnya.

Bukan salah wine itu terasa demikian, hanya Ryu tidak bisa merasakan sesuatu dengan baik semenjak kematian Freya. Louis menyodorkan gelasnya ke arah Ryu, mau tak mau Ryu menyambutnya dan menelan sisa wine yang kini terasa mengerikan di tenggorokannya.

"Pesta ini tidak menyenangkan, yah?" tanya Louis sambil menyesapi wine.

Salah satu sudut bibir Ryu terangkat. "Kuyakin pesta ini sangat menyenangkan untuk orang-orang."

"Tapi tidak untukmu," sambung Louis.

Ryu tersenyum simpul. "Mungkin?"

Louis menghela napas panjang melihat Ryu. Tampaknya pria muda itu terluka sangat dalam dan tidak kunjung sembuh hingga kini. Louis mengingat kejadian menghebohkan delapan tahun silam mengenai Ryu. Kala itu keadaan benar-benar kacau, desas-desus mengenai istri misterius pewaris Isaiah yang tewas mengenaskan menimbulkan beberapa macam spekulasi. Tapi, seheboh apapun kabar itu, identitas mengenai gadis misterius tersebut tidak pernah terungkap hingga kini.

"Ayah?" panggil sebuah suara yang tidak asing lagi.

Ryu menoleh, dan mendapati sosok-sosok yang tidak ingin ditemuinya. Sosok di masa lalu yang mampu membuat luka abadi Ryu semakin parah.

"Miki, senang berjumpa denganmu," Ryu mengulurkan tangannya. Sudut bibirnya terangkat untuk membentuk senyum yang kini terlihat mengerikan.

Miki membeku untuk sesaat, kemudian menjabat tangan Ryu dengan gusar. "Ya ... sudah lama sekali sejak kita bertemu."

Tatapan Ryu kini teralihkan pada Alin. Bahu gadis itu bergetar ketika tatapan mereka bertemu. Ryu menyentuh pipi pucat Alin. "My dear, kukira kita tidak akan bertemu lagi." Ryu tersenyum sangat ramah.

Sekilas ucapan Ryu tampak seperti sapaan biasa, tapi Alin tahu ancaman berbahaya yang tersirat di dalamnya. Bersama Ryu cukup lama membuat Alin dengan mudah memahaminya.

"Kukira juga begitu," Alin menggenggam balik tangan Ryu dan kemudian menyingkirkannya.

Ryu menyeringai. "Begitukah? Takdir sungguh baik hati mempertemukan kita."

"Iya, kau benar," sahut Alin bohong.

"Wah, wah! Reuni yang sungguh mengharukan! Seharusnya kita lebih sering seperti ini," Louis merangkul Alin dan Miki serta mengedip penuh arti pada Ryu. Ryu membalasnya dengan senyuman.

Miki mencoba menyingkirkan rangkulan ayahnya. "Jadi ini maksud kejutan ayah tadi?"

"Yup! Kalian kan dulu teman sekolah, seharusnya sering-sering bertemu. Bukannya putus kontak. Apalagi sekarang Ryu menjadi mitra ayah untuk mengelola tambang baru, tentu harus lebih akrab lagi!"

Miki dan Alin terkesiap kaget. Mereka menatap Ryu berbarengan, sinar mata mereka mengatakan ketidakpercayaan.

"Sungguh?" tanya Miki.

"Iya! Hebat bukan? Ayah juga tidak percaya dia bisa menyaingi William. Padahal usianya sama denganmu." Louis berbicara mengenai Ryu dengan sangat antusias.

Alin menelan ludah. Ya Tuhan. Benarkah ini Ryu yang dikenalnya? Bukan raja iblis yang turun ke dunia dan merasuki pria itu? Ia meneliti dengan saksama sosok Ryu saat ini. Kematian Freya benar-benar mengubah Ryu secara drastis.

Kata-kata Louis tidak ada yang masuk sama sekali ke otak Alin. Ia terpana oleh sosok mematikan yang ada di hadapannya kini.

"Sir," Ryu menepuk pundak Louis. "Aku rasa butuh udara segar sebentar."

Secret of Heart - RevealedWhere stories live. Discover now