SoH - 5. Hati-hati di Jalan (1)

597 65 0
                                    

William menarik tangan putrinya hingga gadis itu kembali terduduk. Suara bedebum pelan yang ditimbulkan membuat tatapan penasaran tertuju pada Alin dan William. Para tamu undangan memandang penuh selidik. Berharap ada gosip yang bisa disebarkan untuk memperkuat isu soal keretakan keluarga Laniana.

Pupil mata Alin melebar karena terkejut. Apakah ia benar-benar tidak mengenal siapa pria yang telah membawanya ke dunia ini? Benarkah pria itu orang yang sama dengan seseorang yang ia puja sebagai Papa terbaik di seluruh dunia?

Jika iya maka seharusnya ia membeli kacamata terbaik untuk memfilter topeng-topeng ayahnya.

William menatap Alin nanar dalam sekejab mata, kemudian tatapannya berubah lebih lembut ketika mereka menjadi pusat perhatian dan ketika keadaan cukup aman William kembali mencekal lengan putrinya dengan kekuatan yang cukup memberikan dampak rasa sakit yang menyiksa.

Alin meringis tertahan, kadang Alin bertanya-tanya, jika ia tidak pernah tahu kenyataan mengenai ayahnya, apakah hidupnya akan sama? Apakah ia tidak akan pernah mengetahui iblis macam apa ayahnya itu? Ia akan menjadi boneka pengganti Freya, memberikan takhta terkutuk yang diinginkan ayahnya. Ia akan menjalani hidupnya seperti sebelumnya. Tanpa kekhawatiran, belas kasih, dan empati. Ia akan menjadi Alin Laniana, putri William Frederick Laniana. Gadis cantik angkuh yang bersembunyi dalam topeng domba palsu yang berisi kelicikan seekor ular.

Dan kemudian hancur tanpa tahu apa sebabnya. Ia akan menyalahkan teman semasa kecilnya, Ryu, sebagai tersangka dalam kehancurannya. Ia akan tumbuh menjadi boneka pembalasan sempurna untuk ayahnya. Ironisnya, dialah yang akan hancur terlebih dahulu sebelum Ryu. Karena pria itu tidak ada bedanya dengan orang gila yang bersikukuh bahwa ia tidak gila.

Alin menegak ludah, ternyata lebih baik menghadapi iblis ayahnya dibanding menjadi boneka sempurna sebagai target pembalasan dendam Ryu. Lihat saja ayahnya, ia pasti dibuat pusing tujuh keliling oleh Ryu hingga tidak mampu menahan sifat aslinya di depan publik.

William mendengus. "Kau sebetulnya di pihak mana, Nak? Atau kau adalah agen ganda Ryu, hm?"

Alin menyeringai, "Semua makhluk yang memiliki mata pasti tahu siapa yang akan menjadi pecundang. Sayangnya Papa terlalu tua untuk mengerti hal itu."

Jari-jari William merenggang, meninggalkan lengan Alin. Alin sempat mengembuskan napas lega sebelum jari-jari itu menjejakkan tapaknya kuat-kuat di saluran pernapasan Alin.

"Jaga mulutmu, dasar anak tidak berbakti."

"Justru aku menyayangimu, itu sebabnya aku memberitahu kenyataan yang Papa tolak mentah-mentah."

"Diam!" bentak William dengan volume suara yang disesuaikan. "Kau tidak tahu apapun, Nak. Bukan aku yang akan kalah tapi bocah Isaiah itu."

Alin hampir tidak mampu untuk berbicara lagi. Ayahnya benar-benar kalap. Lebih mengherankannya lagi adalah tidak seorang pun yang sadar dengan hal itu. William pasti aktor yang sangat baik.

Oksigen di paru-paru Alin kian menipis. Ia tidak ingin menambah masalah dengan berteriak agar lepas dari cengkeraman ayahnya, tapi rumor tidak mengenakkan pasti akan tersebar dan sampai di telinga ibunya yang rapuh. Alin tahu bahwa William mengetahuinya juga. Itu satu-satunya alasan logis mengapa ayahnya berani bertindak kasar di depan publik dengan seringaian sombongnya.

Aroma jeruk segar menyeruak secara tiba-tiba dan memenuhi indra penciuman Alin. Syaraf-syaraf Alin merespon. Ia mengenal aroma ini. Aroma yang pernah melekat pada tubuhnya ketika berada di dalam dekapan aman seorang pria.

Raka Airo.

"Selamat malam, Sir William. Keberatan kalau aku mengajak putrimu berdansa?" tanya pria itu seraya membungkuk pelan layaknya seorang gentleman.

Secret of Heart - RevealedWhere stories live. Discover now