SoH - 30. Bukan Hanya Dia yang Menderita

457 34 2
                                    

Cahaya mentari pagi menembus kaca. Sinar jingganya yang lembut merambat ke dalam ruangan. Salah satunya jatuh pada wajah damai Ryu yang tertidur.

Freya memunguti pakaian terakhir yang berserakan di lantai. Kemudian memakainya kembali. Ia duduk di pinggir ranjang, menempati posisi terbaik untuk mengamati Ryu.

Wajah cantiknya tidak menunjukkan perubahan ekspresi sedikitpun, sementara jauh di kedalaman netra ungu itu, berbagai hal sedang berkecamuk. Sosok damai Ryu yang sedang tertidur satu-satunya penahan bagi Freya agar tidak tenggelam dalam kegelapan.

"Pertemuan kita ... kutukan atau takdir?" tanya Freya tanpa mengharapkan jawaban.

Freya mengulurkan tangan, merapikan anak rambut hitam pekat yang mencuat.

Di ujung jarinya, rasa gelisah semakin membesar. Ragu menyentuh Ryu, ia merasakan jarinya gemetar.

Freya buru-buru menarik tangannya kembali. Khawatir Ryu merasakan kegelisahannya dan terbangun. Kondisinya saat ini tidak memungkinkan untuk bersandiwara. Menambah kebohongan juga bukan pilihan yang bijak.

"Semuanya lebih mudah jika kau tidak mencintaiku." Freya tersenyum gusar, "Tapi kita berdua tahu itu tidak akan pernah terjadi."

Dalam kegelisahannya, Freya teringat janji untuk menemui saudarinya pagi ini. Hari ini ia akan mengetahui keputusan Merlin.

Freya kembali mendekati Ryu. Memajukan tubuhnya dan mengecup ringan kening suaminya.

"I'm yours and you're mine. Since the beginning ... from head to toe," kata Freya mengulangi ucapan Ryu semalam. "May fate be merciful to us."

Freya berbalik, membuka jendela kamarnya dan terjun dari lantai dua tanpa ragu. Ketika kakinya berpijak di tanah dan pandangannya lurus ke depan, matanya menangkap sesosok wanita dengan surai keemasan yang tengah duduk di taman kecil.

Segera dipacu langkah kakinya menuju sosok itu.

"Selalu menemuiku dengan cara unik," sapa Saphira yang merujuk pada kebiasaan Freya.

Freya mengulum bibirnya, tampak gelisah. "Jadi?" tanya Freya langsung ke intinya.

"Duduklah," ujar Saphira seraya menarik kursi untuk saudarinya.

Freya duduk dengan patuh, namun raut wajahnya masih melukiskan kegelisahan yang dalam.

"Apakah ada alternatif lain?"

Tidak ada perubahan ekspresi pada wajah Saphira. Artinya Merlin tidak akan mengubah keputusannya.

Tanpa sadar, Freya mengepalkan tangannya dengan ekspresi menakutkan.

"Jangan," cegah Saphira.

Freya menengadah, tersenyum perih. "Aku tidak melakukan apa-apa."

Saphira mengembuskan napas panjang, "Tidak untuk sekarang maupun di masa yang akan datang."

"Aku tidak mengerti maksudmu." Freya bangkit dari kursinya. Buru-buru membalikkan badan dan bersiap menemui orang lain. Ia menyadari tidak ada gunanya mendebat Saphira lebih jauh. Sebab saudarinya hanya perantara dirinya dengan si penghalang. Merlin.

"Aku tahu kau takut," ujar Saphira.

Freya menghentikan langkahnya, ia menoleh.

Wajah Saphira tampak sedih. "Kita tidak bisa menolak takdir kita yang satu itu," suara Saphira semakin lirih, "dan kita harus membayarnya."

"Tidak," bantah Freya. "Bagaimana kau bisa mengatakan itu seolah kehidupan yang kita alami tidak seperti neraka juga? Bukan hanya dia yang menderita."

Secret of Heart - RevealedWhere stories live. Discover now