SoH - 26. Pengakuan

457 34 8
                                    

"Jadi, kau dan Lee menyelamatkan Freya sembilan tahun yang lalu--memalsukan kematiannya agar ia lepas dari incaran William sambil merawatnya hingga pulih---" Ryu terdiam sejenak, lalu menyeringai, "---lalu Keir sebenarnya berada di sisi yang sama denganku? Ia hanya pura-pura bekerja sama dengan William untuk melenyapkan Seira dan Freya supaya bisa menyelamatkan mereka secara rahasia?"

"Benar," jawab Saphira dan Lee berbarengan.

Ryu tertawa. Airmata menetes dari ekor matanya.

"Kau kira kami sedang bergurau ya?" kata Saphira sedikit tersinggung dengan tingkah Ryu.

Lee menepuk pundak Saphira dengan lembut seraya berusaha menenangkannya. Ia sudah menduga bahwa menjelaskan segalanya pada Ryu tidak akan mudah. Terlalu banyak kontradiksi.

Jika itu Ryu sembilan tahun yang lalu masih ada kemungkinan. Namun, Ryu yang sekarang benar-benar tidak dapat diprediksi. Kepedihan dan kemarahan yang berkobar akibat kepergian Freya telah meninggalkan luka permanen dalam dirinya. Luka yang membentuk kepribadian Ryu hingga menjadi dirinya yang sekarang.

"Kami hanya berbicara apa adanya. Kau bisa menilai apakah kami berbicara kebenaran atau dusta padamu," Lee menatap balik Ryu sama tajamnya dengan yang ditunjukkan oleh Ryu ketika memandang dirinya dan Saphira, "hanya---jika kau masih mempunyai otak yang bisa berpikir, kau bisa melihat bukti nyata kebenaran dari ucapan kami---Freya," pungkas Lee sambil menunjuk Freya yang terbaring di ranjang dengan wajah damai yang sama.

Ryu memalingkan wajah, menolak melihat kedua orang itu dan menerima perkataan mereka. Tubuhnya sedikit gemetar karena berusaha menahan amarah, sementara mata biru lautnya tetap menatap Freya dengan sedih.

Sadar akan situasi yang tidak akan membaik, Lee memberi sinyal kepada Saphira untuk meninggalkan Ryu. Memberikan sedikit waktu untuk pria sinting itu agar waras kembali tidak akan membunuh mereka. Melanjutkan perdebatan yang penuh kontradiksi ini justru akan membuat Ryu semakin mengamuk.

"Kami akan pergi," kata Saphira seraya menghela napas panjang, "jika kepalamu sudah dingin, bergabunglah di ruangan utama. Cepat atau lambat, William akan tahu bahwa kau masih hidup. Dan jika kau masih ingin melihat hari esok dengan Freya, kau tahu saat yang tepat untuk mengenyahkan prasangkamu."

Pintu tertutup bersamaan kata terakhir yang diucapkan Saphira. Keheningan yang sunyi segera memenuhi seisi ruangan. Suara desah napas Freya yang lemah samar-samar terdengar.

Tangan besar Ryu yang sebelumnya terkepal, kini terjulur ke arah Freya. Jemarinya yang panjang dan ramping membelai wajah damai itu dengan lembut.

"Hei," kata Ryu datar, "Tidakkah kau terlalu kejam padaku?"

Ryu meraih beberapa surai merah jahe yang tergerai bak sutra, menghirup wanginya dengan khidmat dengan tatapan mata yang lebih menusuk. "Tidak. Maafkan aku. Akulah yang salah. Aku tahu kaulah Freya. Aku tahu itu kau sejak kau memelukku untuk mencegahku mengejar dirimu yang palsu. Kukira, aku hanya berimajinasi. Kusangka aku sudah sinting betulan. Tapi aku tahu itu kau. Aku berusaha, setiap hari, memahami alasanmu tidak bisa menunjukkan diri padaku. Alasanmu menyabotase perusahaanku. Pada saat yang sama, aku bertanya-tanya. Bagaimana bisa kau bersikap biasa saja. Seolah tidak ada hal yang terjadi? Apa yang kau rasakan ketika kau melihatku menderita setiap hari karena merindukanmu. Ketika aku beristirahat hanya untuk terbangun dan menyadari kenyataan pahit bahwa kau tidak ada lagi bersamaku?"

Ryu mengecup dahi Freya.

"Aku lelah menerka-nerka alasanmu. Dan hampir gila karena merindukanmu. Jadi, setidaknya, kau harus merasakan hal yang sama. Itulah sebabnya aku bertindak dengan begitu gegabah, melemparkan diriku bulat-bulat dalam terkaman macam. Karena aku tahu, jika kau benar-benar Freya, kau tidak akan membiarkanku mati. Kau akan menghentikanku dengan segala cara."

Kini, tangan Ryu menggenggam erat tangan Freya.

"Tapi pada akhirnya, akulah yang akan kalah dan menyesal. Aku mendapatkamu kembali dengan harga yang sangat mahal. Aku salah oke? Karena itu maafkan aku, bangunlah Freya ..." pinta Ryu mulai terisak.

"Dunia belum berakhir, Tuan," kata sebuah suara.

Ryu menoleh secepat cahaya, mendapati sosok gadis kecil dengan rambut hitam gagak dan netra biru laut. Jika Ryu adalah perempuan, wajahnya pasti akan menyerupai gadis kecil itu. Gadis kecil dengan wajah serupa dan suara yang familiar di telinga Ryu.

"Nona?"

Gadis itu tersenyum.

---**---

"Bagaimana?"

"Sulit sekali." Saphira duduk di sofa, menyandarkan punggungnya seraya menghela napas panjang. Ia mulai memijit-mijit keningnya ketika denyut-denyut nyeri semakin menggila di kepalanya. "Aku tidak tahu sedang berbicara dengan batu atau manusia tadi, Keir."

Keir menghela napas lebih panjang. "Terima kasih, maaf memberikanmu pekerjaan yang sulit."

Saphira membalasnya dengan anggukan. Kemudian, beralih menyandar pada bahu Lee.

"Apa rencana selanjutnya?" ujar Lee.

"Kita akan tetap pada rencana awal, bagaimanapun caranya, kita harus membuat Ryu ikut andil dalam rencana ini. Lingkaran dendam terkutuk ini harus segera berakhir," jawab Keir tegas.

Keir menggenggam erat tangan Seira yang duduk di sampingnya, sebagai pengingat dirinya untuk terus maju ke depan.

Menyadari kegusaran yang disembunyikan suaminya rapat-rapat,  Seira menatap kakaknya, "Jadi, apakah kau sudah menemukan serigala berbulu domba yang membantu William, kakak?"

Sosok yang dipanggil kakak oleh Seira, tersenyum. Netra jingga yang senada dengan rambutnya memancarkan kehangatan dan keramahan, namun di balik semua itu, ada kegelapan pekat yang bersemayam dalam bayangan.

Ia menatap semua orang yang ada di ruangan. Menganalisis situasi, menimbang jawaban yang harus diberikan olehnya, setidaknya sedikit menstabilkan mental mereka yang terguncang akibat tindakan Ryu yang tidak terduga dan reaksi Freya yang sama sekali tidak membantu.

"Tidak," jawab sosok itu dengan tenang.

Seisi ruangan tampak tegang dalam seketika. Mereka menahan napas saat itu. Bahkan Saphira yang sudah sedikit rileks kembali menegang, pupil matanya melebar dan wajahnya memucat.

"--untuk saat ini," sambungnya tanpa rasa bersalah, "tapi tidak lama lagi, kita akan mengetahuinya. Walau aku sempat menentang, pendapat gila Freya bahwa kita bisa memanfaatkan tindakan sinting Ryu untuk membalikkan situasi ada benarnya. Ada pergerakan tidak biasa yang terjadi."

Para pendengar mengembuskan napas lega bersamaan.

"Dengan kata lain, berdasarkan anggapan Freya, untuk mencapai hal itu, kita membutuhkan bantuan Ryu, bukan begitu, Paman Merlin?" sahut Saphira.

"Tepat sekali," jawab Merlin.

Saphira mendengus, tidak menyukai kemungkinan yang terbesit dalam benaknya. Ia benar-benar tidak menyukai dunia para sendok emas. Terlalu kotor, penuh intrik dan politik untuk memperoleh kekuatan. Hampir tidak mengenal batasan. Menjijikkan.

Namun, suka tidak suka, itulah dunianya. Bahkan ketika Saphira tanpa sengaja terasing dari dunia itu, tanpa sadar, ia membuka pintu masuknya, dan dengan kemauan sendiri, mencelupkan diri ke dalamnya.

---**---

To be Continued.

If you liked this chapter, please consider to give a vote 😉
Thanks for reading, your voment, and your support until now 😊
Stay tune!

Sincerely,

Nina.

Secret of Heart - RevealedWhere stories live. Discover now