SoH - 24. Friend or Foe?

412 41 1
                                    

Kepingan-kepingan memori ketika berada di Akademi Frisuki menyerbu dan melengkapi puzzle baru dalam pikiran Ryu. Kenangan ketika dirinya terikat pada Freya setelah menyelamatkan gadis itu memenuhi benaknya. Saat-saat di mana Ryu tidak tahu menahu apa yang menunggunya di ujung takdir.

Ketika kepingan itu telah selesai menyatu, Ryu mendapati amarahnya semakin berkobar.

Ryu menyeringai.

Sejak kapan aku ditipu?

Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang dalam benak Ryu. Cukup membuat kepalanya semakin berdenyut nyeri dan serasa mau meledak. Ia kira tidak ada lagi yang dapat mengejutkannya, namun ternyata ia masih terguncang melihat Lee.

"Katakan, mengapa aku harus membiarkan kalian hidup?" tanya Ryu seraya mengarahkan pistolnya pada Lee dan Saphira.

Lee hendak maju, berusaha menjelaskan sesuatu, namun Saphira menghentikannya dan memperhatikan Ryu dengan saksama.

Saphira tahu kondisi mental Ryu tidak stabil saat ini. Apalagi kemunculan Freya secara tiba-tiba pasti membuat semua tekad Ryu hari ini hancur lebur. Ditambah kondisi Freya yang sedang sekarat, Saphira cukup kagum Ryu tidak histeris dan menjadi benar-benar gila.

Tapi, pertanyaannya, bagaimana menghentikan orang sinting yang sedang tidak stabil agar tidak menjadi idiot dan membuat segalanya menjadi berantakan?

Bagaimana caranya menghentikan seorang pria yang mengira telah kehilangan belahan jiwanya dan ditipu habis-habisan selama ini?

Bagaimana mencegah timah panas itu tidak dilesatkan pada satu-satunya alat transportasi mereka untuk tetap hidup?

Saphira menarik napas panjang, berdoa jawaban yang akan diberikannya dapat menyelamatkan nyawa yang sedang dipertaruhkan.

"Tarik saja pelatuknya," kata Saphira lantang, untuk sepersekian detik, Lee memelototi Saphira dengan tatapan terkejut seolah berkata 'itu caramu menangani banteng gila?', "sejak awal, kau punya lebih banyak alasan untuk menghabisi kami daripada bekerja sama dengan kami."

Perlahan, Saphira mendekat dengan hati-hati. "Tapi tidak kau lakukan, kenapa?"

Ryu masih bergeming.

Saphira menarik napas panjang lagi, bisa-bisa umurnya memendek jika terus menghadapi Ryu. "Karena jauh di lubuk hatimu, kau sadar bahwa kebenaran dan jawaban dari segalanya tidaklah sesederhana kelihatannya. Itu lebih rumit dan kompleks. Kau tentu sudah memahami arti dari kalimat 'musuhmu lebih dekat dari yang kau kira', bukan?"

Seketika Ryu terkejut dengan ucapan Saphira. Dari mana ia tahu kata-kata itu? Sebenarnya apa yang sedang terjadi?

"Lagipula, jika kau masih ragu, aku cukup yakin kau mampu menghabisi kami saat perjalanan, jadi, apa ruginya kita pergi dari medan yang penuh ranjau ini dan menyelamatkan Freya daripada mati bersama dengan konyol, bukan begitu, Ryu?" tambah Saphira.

"Ha," kata Ryu masam, "aku tidak tahu shinigami pandai bernegosiasi juga."

Saphira menarik salah satu sudut bibirnya dengan muram, "Kau harus menguasai segalanya untuk memenangkan pertarungan ini."

Ryu menatapi Saphira beberapa detik dengan wajah datarnya. "Benar," aku Ryu.

Ryu berjalan maju mendekati helikopternya, melewati Saphira dan Lee yang sepertinya menahan napas karena gugup sejak tadi.

Dengan hati-hati, Ryu meletakkan Freya senyaman mungkin di bangku helikopternya.

"Kali ini kupastikan aku melindungimu dengan benar," kata Ryu sambil merapikan anak rambut berwarna merah jahe yang mencuat dari wajah damai Freya.

Saphira menarik napas panjang lagi sebelum mengikuti Ryu ke helikopter. Sejujurnya, ia masih ragu Ryu semudah itu dibujuk. Memang Saphira telah berkali-kali mensimulasikan dirinya jikalau harus berhadapan dengan Ryu. Namun, ketika berhadapan langsung dengan Ryu, segala hal yang dipelajarinya menjadi sia-sia. Informasi mengenai Ryu yang didapatnya dari sumber terpercaya justru tidak berguna, malahan ucapan-ucapan gila dari Freya mengenai Ryu amat sangat benar.

Saphira bertanya-tanya apa yang akan terjadi pada dirinya jika ia memilih pilihan yang berbeda dulu? Ia mendapati dirinya bergidik ngeri ketika membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang muncul.

Langkah Saphira terhenti tatkala titik lampu alat sensornya menyala-nyala.

Celaka, batin Saphira.

Saphira segera membalikkan badan dan mendekati Lee secepat yang ia mampu.

"Temui aku di tempat 'itu'," Saphira menyerahkan alat yang menyerupai monitor kecil yang menampilkan sejumlah titik-titik merah, "kembalilah padaku, aku menunggumu," pungkas Saphira.

Ryu yang berada di seberang mengangkat alisnya secara otomatis tatkala melihat perubahan sikap Saphira. Ia memandangi Saphira penuh keheranan. Ryu tidak menyangka Saphira punya ekspresi lain selain topeng besi dinginnya.

Hal itu membuat dirinya gusar. Apakah ada sesuatu yang salah? Ryu sangat yakin demikian, mengingat kegigihan dan keberanian yang ditunjukkan Saphira padanya sejak tadi bukanlah sesuatu yang mudah runtuh begitu saja.

Sementara itu, Lee segera memahami maksud Saphira.

"Jangan khawatir," kata Lee seraya mengusap wajah Saphira dengan sayang, "aku akan selalu kembali padamu."

Ia mengambil alat yang diberikan Saphira dan memeluk Saphira sesaat sebelum pergi menuruni gedung dengan alat-alat anehnya.

Saphira memandangi kepergian Lee dengan tatapan tidak terbaca. Wajahnya yang kalut dengan cepat digantikan dengan ekspresi dingin yang selalu ditunjukkannya. Kemudian, ia bergabung dengan Ryu di helikopternya.

"Kita punya waktu lima menit sebelum helikoptermu tidak bisa pergi dari sini," Saphira mengambil bangku di sebelah Freya. Membiarkan Ryu sendirian di kursi pengemudi.

Ia mengeluarkan beberapa barang dari koper yang disulapnya menjadi tas ransel.

"Sudah kukirim titik koordinat tujuan kita ke navigasi helikoptermu," kata Saphira tenang. "Ikuti rutenya."

"Is everything alright?" tanya Ryu memastikan.

Saphira tersenyum simpul. "Harus."

---**---

To be Continued.

If you liked this chapter, please consider to give a vote 😉
Thanks for reading, your voment, and your support until now 😊
Stay tune!

Happy Eid Mubarak 😄

Sincerely,

Nina.

Secret of Heart - RevealedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang