BAB 33

1.4K 63 4
                                    

Bulan turun, matahari naik. Gelap menjadi terang. Kalelawar kembali tidur dan burung mulai mencicit nyaring. Pertanda malam sudah berganti dengan pagi. Aira merenggangkan otot-otot di tubuhnya sambil sedikit mengerang karena tubuhnya sedikit sakit. Bagaimana tidak sakit kalau Aira tidur sejam lebih di sofa dengan posisi duduk. Meskipun begitu, Aira tidak sabar untuk menjemput hari yang baru.

Kira-kira Gesang sudah bangun belum ya?

Bodoh. Pasti sudah lah. Bahkan Gesang pasti sudah siap untuk sarapan.

Panggilan masuk dari walkie-talkie. Puncuk dicinta ulam pun tiba mungkin itu pepatah yang tepat karena baru saja dipikirkan, orangnya langsung memanggilnya. "Ya, Aira Talitha cantik disini," kata Aira.

"Udah bangun belum?"

"Udah lah! Kalau enggak mana bisa gue jawab panggilan elo ini. Bego elo!" Senang bisa mengatai Gesang bego. Karena Aira tahu, bahkan alam semesta pun tahu Gesang pintar dalam segala hal.

"Maksud gue, siap-siap sana!" balas Gesang.

Aira mendengus. "Dasar ngeles."

"Mandi, Aira! Siap-siap!"

"Gimana gue mau mandi? Elo masih ngajak gue ngomong."

"Ya udah gue tutup ni—"

"Eh, tunggu!"

"Apa lagi?! Tadi elo salahi gue. Sekarang gue mau tutup panggilan biar elo bisa mandi, gue malah ditahan."

Aira mendengus lagi. "Sensi banget sih elo. Tambah jelek nanti loh."

"Cepat katakan." Gesang tidak sabar.

"Hm ..."

"Apa sih?"

"Ih," Aira berdecak. "gue baru mau bicara, udah elo potong aja."

"Lama. Mau ngomong apa sih? Ini kalau kita telat, salah elo ya!"

"Cuma cowok cupu yang selalu menyalahi perempuan." Gesang terdengar mendengkus di sana dan diam-diam Aira mengulum senyum. Senang bisa buat Gesang kesal.

"Baiklah, Aira yang cantik nan jelita, mau ngomong apa?" kata Gesang dengan segala sabar yang ia miliki.

"Jadi ..., " Aira sengajanya melamakan pengucapannya. Sengaja menambahkan kekesalan Gesang.

"Jadi?"

"Jadi ... gue ...."

"Asik jadi mulu, tapi nggak jadi-jadi." Gesang terdengar sudah habis kesabaran yang justru membuat Aira senang karena rencananya berhasil. Bagaimana kalau ia juga berakting kesal, pasti akan lebih seru.

Setelah pikiran tersebut melintas di kepala Aira, ia pun langsung melakukannya. "Is, yaudah kalau gitu. bye!" Lalu Aira mematikan walkie-talkie itu secara sepihak. Sesuai dengan tebakan Aira, Gesang terlihat bingung. Kemudian dia keluar dari kamarnya menuju balkon dan berteriak, "Aira, kok jadi elo yang kesal? Harusnya kan gue!"

Aira mengabaikan Gesang. Sambil tertawa, Aira pergi ke kamar mandi, bersiap-siap pergi ke sekolah supaya tidak telat seperti yang Gesang katakan sedari tadi.

Ketika pintu tertutup dan Aira beradapan dengan pantulan dirinya di cemin wastafel, Aira menyadari sesuatu. Bertengkar, adu mulut, dan bikin kesal satu sama lain. Benar begini. Aira dan Gesang harusnya seperti ini.

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang