BAB 4

2.8K 244 8
                                    

"Elo mau tahu seperti apa gue sebenarnya 'kan? Inilah gue, Aira. Berandal, perokok, pencuri, penyabu, dan seorang kriminal, bahkan di SMA Garuda gue adalah ketua dari sekelompok kriminal," katanya dan Aira tidak bisa menerima kata-kata itu.

"Pembohong!" kata Aira.

Dia tertawa dengan sarkastis. "Faktanya gue emang sekacau itu, Aira."

"Lalu buat apa elo mendekati gue kalau akhirnya elo mendorong gue menjauh seperti ini?" tanya Aira dan ia merasa sangat sedih saat ini. Orang yang ia cintai sudah membohonginya.

"Karena sangat menyenangkan mendapatkan mainan baru dan sekarang gue ingin membuang mainan gue."

"Elo bilang elo mencintai gue!"

"Itu semua adalah kebohongan. Ah, gue melupakan kalau selain seorang kriminal, gue juga pembohong kelas kakap."

"Cowok yang gue cintai tidak seperti ini."

Dia tersenyum sinis. "Berarti elo belum cukup mengenalnya. Aira Talitha, gue adalah cowok brengsek yang sangat beruntung, sekarang elo masih mau tetap tinggal?"

"Pergi! Menjauh dari gue!"

"Aira!"

"Pergi!"

"Aira!"

"Pergi dari gue!"

"Aira, ini gue, Gesang!"

Aira membuka matanya dan ia langsung melihat Gesang tepat di depanya yang sedang manatapnya dengan khawatir. Aira menatap sekitar dan ia masih berada di ruang yang sama sejak lima jam yang lalu, yaitu kamarnya yang bercat biru.

"Gue ketiduran ya?" gumam Aira saat ia melihat kalau jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul dua belas malam. "Kenapa elo masih di sini? Ayah belum pulang ya?"

Bukannya menjawab pertanyaan Aira, Gesang malah balik bertanya. "Elo menangis. Elo mimpi buruk lagi, Ai?"

Aira melarikan tangannya ke pipi dan benar kata Gesang ia sudah menangis tanpa ia sadari dan ia menangis hanya kerana mimpi.

Aira menganggukkan kepalanya dan manjawab, "Mimpi yang sama sejak dua tahun lalu."

Gesang mengulurkan tangannya ke depan dan mengusap bagian pipi yang tidak di sentuh Aira, menghapus air mata yang jatuh di sana.

"I'm okay. Ini cuma mimpi, semua orang pernah bermimpi buruk 'kan?" kata Aira dan ia memberikan senyuman supaya Gesang tenang dan ia cepat-cepat menghapus air mata di kedua pipinya setelah Gesang menurunkan tangannya. Sebenarnya Aira melakukan itu bukan hanya untuk membuat Gesang tenang, tapi juga untuk dirinya sendiri.

Katanya jika kita bermimpi tentang satu hal satu kali, itu bisa saja mimpi buruk. Tapi jika kita bermimpi tentang hal yang sama berkali-kali, bisa saja itu adalah manifestasi dari kejadian yang pernah kita lupakan.

Aira melihat jam. "Elo harus pulang, Ge, udah jam dua belas. Lagian gue udah besar dan gue sudah tidak takut lagi berada di rumah sendiri."

Aira mengumpulkan buku-buku Gesang, tapi Gesang menahan tangannya bekerja. Aira mendongak dan Gesang berkata, "Elo enggak pa-pa?"

"Nggak pa-pa. Memangnya gue kenapa? Ge, ini cuma mimpi dan mimpi tidak pernah nyata," jawab Aira dan ia membuang tatapannya pada hal lain supaya Gesang tidak bisa membaca kekhawatirannya.

Gesang masih menatap Aira dan ia tahu kalau Aira lagi menghindarinya, tapi Gesang akan menghargai Aira. Jika Aira masih tidak mau bercerita, maka Gesang tidak keberatan disuruh menunggu. Gesang sudah menunggu Aira dapat melihatnya lebih dari seorang sahabat selama ini, dan jika Gesang di suruh menunggu untuk hal yang lainnya, Gesang dapat memastikan dirinya ahli dalam bidang itu.

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang