BAB 16

1.1K 89 0
                                    

Damia sudah berganti baju dan saat ini ia sedang menunggu Gesang yang sedang berganti baju. Damia duduk di bangku penonton dan tiba-tiba saja perasaan aneh menyusup dalam dadanya. Damia sudah lama mengkhayalkan bisa jalan bersama dengan Gesang, dan disaat semua khayalan itu akan terjadi beberapa menit ke depan, Damia tidak bisa menahan debaran jantungnya.

Damia menyentuh dadanya dan tiba-tiba saja Gesang sudah ada di depannya dengan pakaian yang lebih santai. Gesang bertanya pada Damia, "Kenapa, dada elo sakit?"

Damia yang tersadar langsung mengelengkan kepala dan cepat-cepat menurunkan tangan dari dada. "Enggak kok," jawab Damia sambil tersenyum. "Nanti kalau jantung gue berdegup keras, elo jangan marah ya."

Gesang tidak tahu harus menjawab apa karena itu ia memilih diam dan Damia memaklumi itu.

"Yuk, kita pergi," kata Damia sambil bangun dari duduknya. "Tapi, biarkan gue membawa mobil elo ya?"

"Buat apa?"

"Serahkan saja sama gue."

Gesang tidak langsung memberi kunci mobilnya pada Damia dengan begitu aja, dan setelah Damia menyakinkannya baru Gesang mau memberikannya.

"Ge, gue memang sudah bilang gue suka sama elo, tapi jangan membuat kalimat itu bikin elo canggung sama gue ya? Hari ini anggap gue sebagai Damia teman elo yang sudah lama elo kenal, oke?"

"Oke, mari kita lakukan itu."

***

"Pantai?" tanya Gesang pada Damia saat mereka sampai di tempat tujuan.

"Enggak suka pantai?" Damia balik bertanya.

"Suka, tapi kenapa elo membawa gue ke pantai?"

"Ada yang bilang sama gue kalau alam adalah salah satu hal yang bisa membuat elo kembali bahagia. Alam adalah tempat untuk kembali tenang."

"Ohya? Siapa yang bilang sama elo?"

Sonny.

Damia langsung tersadar. Kenapa disaat ia sedang bersama Gesang harus ada Sonny dalam ingatannya?

Damia, Sonny tidak lebih penting dari Gesang, bisik batinnya mengingatkan.

"Seseorang," jawab Damia yang tidak mau bilang kalau orang itu adalah Sonny. "Gue kalau sedih selalu pergi ke pantai. Melihat laut, melihat alam, melihat semesta membuat gue sadar kalau segala hal yang diciptakan oleh Tuhan pasti punya maksud dan tujuannya, termasuk saat Tuhan menciptakan perasaan."

"Elo pikir begitu?"

Damia mengangguk. "Justru perasaan adalah bentuk paling indah yang pernah Tuhan ciptakan. Dengan adanya perasaan kita tahu bahwa derajat kita berada paling tinggi diantara makhluk ciptaan-Nya yang lain dan kita sebagai manusia—gue tepatnya—selalu mengeluh, merasa Tuhan enggak adil, merasa Tuhan enggak sayang sama gue karena terlalu banyak memberi cobaan lewat perasaan. Lalu saat gue melihat semesta, gue sadar kalau Tuhan bukan sedang tidak adil, Tuhan hanya sedang menguji hamba-Nya—menguji gue—meskipun dengan kesedihan. Karena apapun yang Tuhan ciptakan di dunia ini tidak pernah salah." seperti juga saat Tuhan menciptakan elo, Ge. Menciptakan perasaan ini.

"Tapi, gue sedang tidak sedih."

"Elo mungkin tidak sedih, tapi elo juga tidak sedang senang."

Gesang menatap Damia. Ya, Damia benar. Ia juga tidak sedang senang. Bagaimana ia bisa senang kalau yang ada dipikirannya sekarang hanya dipenuhi Aira yang sedang menghabiskan waktu bersama Arka?

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang