BAB 5

2.1K 188 7
                                    

Aira mengerang melihat ibu Sonya—guru fisikanya—menerangkan materi fluida dinamis. Di kursinya, Aira mengerucutkan bibir sambil menompang dagu. Aira sudah berusaha fokus, tapi tidak bisa. Percayalah, jika Aira dihadapkan dengan fisika mendadak otaknya jadi buntu. Terkutuklah orang-orang ahli fisika seperti Albert Eistein yang menemukan rumus-rumus ribet itu.

Aira merutuki otaknya yang sangat bodoh dalam hal fisika dan setiap kali Aira merutuki fisika di depan Gesang, Gesang hanya bilang begini: "Fisika itu bapaknya semua ilmu. Semua ilmu itu relevan dengan fisika, bahkan tidak ada fisika maka tidak ada teknologi, tidak ada radio, tidak ada tivi, dan tidak ada hape. Tidak seharusnya orang-oraang, termasuk elo membenci fisika karena tanpa fisika kita tidak mungkin bisa merasakan teknologi seperti sekarang ini."

Kalau Gesang sudah berpetuah, Aira hanya bisa menganggukkan kepalanya saja. Lagipula semua yang dikatakan Gesang juga benar. Aira saja yang bodoh. Sekarang Aira akan mengakui dirinya sangat bodoh dalam fisika.

Tidak fisika saja yang membuat kerja otak Aira macet, sebenarnya hampir seluruh pelajaran IPA bisa membuat otaknya macet. Di antara semua pelajaran IPA tersebut, Aira lebih suka belajar matematika. Setidaknya saat belajar tentang aljabar Aira tidak bodoh dan masih bisa mengimbangi Gesang, kecuali jika sudah masuk ke pelajaran limit dan integral Aira akan menyerah. Ohya, satu lagi pelajaran yang tidak membuat Aira terlihat sangat bodoh adalah biologi. Setidaknya saat ujian biologi, Aira masih bisa menghafal meskipun kurang mengerti.

Sebenarnya Aira tidak membenci fisika, Aira hanya membenci otaknya yang selalu macet setiap belajar fisika. Pelajaran fisika saat ia sekolah menengah pertama dulu tidak sesulit ini, lalu kenapa saat ia sudah masuk sekolah menengah atas terasa sangat sulit? Apapun alasannya ia tetap cinta kesenian. Satu-satunya pelajaran yang bisa membuat Aira jatuh cinta hanya kesenian karena Aira hanya handal dalam menggambar. Aira ingin menjadi seorang designer atau menjadi seorang alih desain, pokoknya Aira hanya mau bekerja yang sama sekali tidak ada fisika di dalamnya.

Semalam, Gesang sudah mengajari tentang fluida dinamis, tapi pagi ini semua yang diajarkan Gesang telah melayang dalam sekejap kedipan mata. Bahkan saat Aira berusaha menggali memori lewat buku catatannya, hasilnya tetap saja nihil, seketika Aira mengalami amnesia. Fisika dan Aira memang tidak pernah cocok sejak zaman purbakala.

"Jam berapa udah, Ngek?" tanya Aira pada teman sebangkunya yang bernama Bunga tapi dipanggil Ungek.

Jam dinding di kelasnya sudah mati sejak kemarin dan bendahara kelas belum sempat membeli baterai baru, jadi sampai detik ini jam dinding itu masih mati.

Bunga yang sedang menyalin rumus yang sedang dituliskan bu Sonya di papan tulis, tidak menolah pada Aira, tapi ia tetap menjawab pertanyaan Aira dengan menyodorkan tangan kirinya yang dilingkari sebuah jam bewarna toska.

Satu jam lagi kelas akan berakhir dan melihat itu rasanya Aira ingin sakit agar bisa minta izin untuk pergi ke UKS.

Aira harus apa saat bosan dan kejenuhan melanda disaat buku catatannya juga sudah penuh dengan sketsa abstrak yang ia buat.

Aha! Aira seperti tahu harus ngapain.

Setelah memastikan kalau bu Sonya masih lama mencoret papan tulis dengan spidolnya, Aira diam-diam mengeluarkan benda pipih dari balik sakunya, lalu membuka grup chat yang bernama the somplak project.

Aira Talitha : nanti pulang sekolah nge-mall yuk! @Anjaniputri @DamiaBrianna @BungaAzalea

Hp di saku Bunga bergetar dan ia mengeceknya untuk melihat pesan masuk dari siapa dan saat ia melihat Aira yang mengirimi pesan di grup the somplak project, Bunga tidak bisa untuk tidak menoleh dan melotot pada Aira.

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang