BAB 6

2.2K 193 1
                                    

Saat ini mereka sedang duduk di kantin dan sedang menunggu pesanan datang. Gesang duduk di bangku paling ujung dan di depannya duduk Damia. Aira duduk di samping Gesang dan di depannya duduk Anjani. Di samping Aira, duduk Sonny dan di depan Sonny duduk Rico, sedangkan Bunga sedang memesan makanan.

"Aira, gue enggak suka kalau elo bersikap kayak tadi lagi," kata Gesang dan Aira yang duduk di sampingnya menjawab, "Gue bosan, Ge. Mulai sekarang gue enggak bakal bisa memaksakan diri untuk cinta sama fisika."

"Tetap saja apa yang elo lakukan tidak bisa tolelir, terutama kalau ibu Sonya tahu," balas Gesang tidak mau di bantah.

"Tapi kan ibu Sonya enggak tahu."

"Belum, Ai, belum. Kalau elo ulangi lagi, elo pasti bakal ketahuan."

"Lagian kenapa sih, tabung bocor itu perlu di hitung kecepatannya?"

"Namanya lagi belajar fluida dinamis."

"Tetap saja, seharusnya tabung bocor itu dipikirin cara diperbaikinya, bukan dihitung kecepatannya. Bayangkan kalau lo lagi ngangkut ember isi air, terus embernya bocor, elo diam aja gitu enggak ditambal dan malah menghitung kecepatannya? Aneh banget. Seharusnya kita mempelajari sesuatu yang berguna bagi kehidupan sehari-hari."

"Eh, Aira betul juga ya?" Rico dengan wajah innocence-nya menyambung.

Untuk beberapa detik, mereka yang sedang duduk mengelilingi meja makan kantin terdiam mendengar ucapan Rico, sebelum serempak tertawa bersama-sama.

Aira dan Rico kelihatan bingung.

"Kenapa kalian jadi ketawa sih? Setelah gue pikir-pikir, Aira benar loh," kata Rico yang super duper tidak mengerti bagian mana yang dikatakannya atau Aira yang lucu.

"Rico, jangan jadi bego kayak Aira deh," kata Gesang. "Semua hal yang kita pelajari di muka bumi ini pasti ada manfaatnya. Tuhan enggak akan menciptakan sesuatu kalau enggak ada manfaatnya, dan fluida dinamis itu ada kok penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Misal prinsip kerja penyemprotan parfum, gaya angkat pesawat, dan lain-lain." Gesang berpaling ke Aira dan melanjutkan kalimatnya. "Aira, elo memang harus banyak belajar lagi deh."

"Elo juga, Ric, jangan ikutan bodoh kayak Aira," tambah Gesang.

"Enggak asik elo, Ge. Elo enggak pernah ada di pihak gue," kata Aira dan ia mulai cemberut.

"Tenang aja, tuan putri. Kalau Gesang enggak ada di pihak elo, elo akan selalu punya gue di pihak elo," kata Rico sambil menepuk tangan Aira yang ada di atas meja, melihat gerakan itu, rasanya Gesang ingin bersikap posesif.

"Gue juga akan selalu ada buat elo kok, tuan putri," timpal Sonny yang juga mengikuti gerakan Rico menepuk-nepuk pelan tangan Aira.

"Eh, elo apa-apaan sih pegang-pegang Aira gue!" Rico menepis tangan Sonny. "Elo juga jangan nyebut-nyebut Aira tuan putri! Tuan putri cukup jadi panggilan sayang gue buat Aira," kata Rico yang posesif dengan panggilan sayangnya buat Aira.

"Loh, kan kita sudah sepakat. Apa yang jadi milik elo, milik gue juga," kata Sonny yang tidak terima dengan keposesifan Rico pada Aira.

"Soal Aira gue enggak akan mau membaginya kepada siapa pun!" balas Rico.

"Kalau Bunga?" sambar Sonny.

"Ada apa nih nama gue di sebut-sebut?" kata Bunga yang tiba-tiba sudah kembali duduk di bangku, yaitu duduk di samping Sonny. Karena bangku yang tersisa di meja mereka cuma ada dua pilihan, satu di samping Sonny dan satunya lagi di samping Rico, maka Bunga lebih memilih untuk duduk di samping Sonny. Sudah tahu 'kan kalau Bunga sangat tidak suka sama Rico, meskipun Rico mati-matian mengejarnya?

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang