BAB 26

1.2K 94 4
                                    

Arka tidak tahu sekarang. Apa yang telah dimulainya ini akan berakhir baik atau tidak. Pertama semuanya tentang Aira. Sekarang, bertambah satu menjadi Anjani. Arka benar-benar dilema sekarang.

Awalnya memang iya, ia hanya ingin bertemu dengan Aira, namun saat ia melihat Aira—Aira yang sedang tersenyum, Aira yang sedang tertawa, Aira yang ceria—sampai akhirnya ia berhasil berjabat tangan dengan Aira di halte sekolah beberapa minggu yang lalu, segalanya berubah. Ia jatuh dalam perasaan abstrak yang sulit ia jabarkan dengan kata-kata. Pada akhirnya ia ingin bersikap egois dengan memiliki Aira. Lalu, sebuah fakta hadir. Bahwa Anjani tahu tentang kehidupannya. Kehidupan Arga.

Masih di dalam sedan hitamnya Arka menatap surat dengan amplop biru itu dengan berbagai emosi. Harusnya surat ini sudah sampai di tangan Aira jauh-jauh hari. Karena surat inilah yang membawanya pada Aira. Namun, setan di dalam dirinya lebih mendominasi. Mungkin saja cinta sudah membutakannya, hingga lupa rencana awalnya.

Sangat berat Arka memutuskan ini, tapi ia sudah berpikir semalaman dan Arka pikir tidak ada jalan untuk mundur. Cinta harus diperjuangkan. Begitulah quotes yang dibacanya selalu bilang.

Keputusannya sudah bulat. Ia meremas surat itu dengan kuat, lalu membuka jendela kaca mobil dan membuangnya sembarangan setelah memastikan tidak ada orang di parkiran.

Arka mengambil poselnya, dan langsung mencari nama Aira di kontak.

Arka Nugraha : 

I miss you.

I'll be there. Beberapa menit lagi.

Sent.

Tanpa berpikir lagi, Arka menekan pedal gas untuk segera pergi menemui Aira.

***

Rico baru selesai piket bersama empat orang lainnya. Salah satu dari mereka adalah Bunga. Sebenarnya Rico piket hari rabu, namun karena Bunga piket hari kamis, jadinya ia meminta bertukar posisi dengan Sonny yang sebenarnya piket hari Kamis. Beruntung Sonny pengertian.

"Pergi sama gue ya jenguk Aira?"

Bunga dengan ketus. "Sampai kapan lo mau ngikutin gue terus?"

"Siapa yang ngikutin? Ini memang jalan menuju parkir kok," balas Rico enteng. "Tunggu, ini berarti lo mau pergi jenguk Aira bereng gue 'kan?" Rico tiba-tiba tersadar karena Bunga juga menuju tujuan yang sama dengannya. Kalau Bunga tidak mau pergi bersamanya, Bunga tidak mungkin menuju parkir karena Rico tahu Bunga selalu pergi ke sekolah diantar atau naik kendaraan umum.

Langkah Bunga mendadak berhenti. Rico yang berada di sampingnya juga ikut berhenti. Wajah Bunga sekarang merah padam. Ia menghentakkan kaki dengan kesal, lalu berjalan lawan arah.

"Loh, parkirannya kan di belakang, Ngek!" seru Rico. Ia segera menghampiri Bunga yang sudah berjalan duluan. "Ngek, lo kenapa sih?" kata Rico lagi saat tidak ada tanda-tanda balasan dari Bunga.

Bunga behenti lagi. Selalu dengan mendadak. Sampai Rico harus mundur tiga langkah ke belakang untuk berdiri sejajar dengan Bunga. Bahkan, Rico tidak tahu Bunga sudah berhenti tadi!

"Gue bete sama lo!"

"Apa?"

"Lo sebenarnya niat ngajak gue pergi bareng apa enggak sih?"

"Niatlah!"

"Yaudah kalau gitu jangan berisik. Jangan banyak tanya," kata Bunga dan langsung berjalan berlawan lagi. Rico mengangga di tempat. Setelah mengerti, ia terbahak.

"Jangan ketawa atau gue naik taxi aja," ancam Bunga.

Rico langsung membekap mulutnya, tapi tidak membuatnya berhenti untuk tersenyum senang.

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang