BAB 2

5.7K 358 12
                                    

Hujan. Satu kata yang mengandung banyak makna.

Mungkin banyak orang di luar sana menggambarkan hujan dengan berbagai macam hal, seperti hujan itu indah, hujan itu rindu, hujan itu tenang, hujan itu damai, hujan itu waktunya tidur, hujan itu cuma membuat ingat mantan, dan hujan itu lain-lainnya.

Bagi Aira Talitha, hujan itu rumit yang sederhana. Rumit karena butuh waktu sangat lama bagi Aira untuk memahami arti hujan sesungguhnya dan sederhana karena hujan itu tidak serumit yang Aira kira.

Sejak umur empat tahun-saat pertama kali ia main hujan-hujanan bersama Gesang-Aira sudah tahu kalau ia tidak bisa kena hujan karena imunnya yang sangat rendah. Dari kecil, Aira memang gampang sekali sakit dan kalau kena hujan Aira bisa langsung sakit di hari itu juga. Aira mencintai hujan, dulu, sekarang, dan nanti, meskipun Aira tahu kalau hujan adalah batas kerasnya.

Ada banyak hal yang terjadi saat hujan dalam hidup Aira dan seperti sejak umurnya empat tahun, hujan hanya membawa kenangan buruk baginya. Meksipun semua hal tentang hujan selalu membawa hal buruk, Aira tidak pernah menyesal sudah mengenal dan jatuh cinta pada hujan. Karena hujan, ia akhirnya tahu kemana hatinya harus berlabuh.

Karena hujan adalah dia.

***

2013

Aira mengambil pembatas cerita dan meletakkan di halaman terakhir ia baca sebelum menutupnya dengan keras-dibanting ke atas meja. Gara-gara Gesang, kamis dan hujan hari ini tidak lagi baik.

Bantingan itu tidak membuat Gesang terkejut atau tersentak, Gesang justru tertawa.

Bukannya berbuat sesuatu yang dapat membuat kekesalan Aira luntur, Gesang justru tertawa-tertawa dengan bahagianya melihat Aira kesal.

Aira membuang muka dan tidak mau melihat wajah bahagia Gesang di depannya. Aira harus mencari cara untuk membalasnya, tapi pikiran Aira buyar saat seseorang menarik perhatiannya. Aira tidak lagi memikirkan cara membalas Gesang, justru ia sedang memerhatikan segala gerak-gerik cowok-yang berhasil menarik perhatiannya-yang berada di luar kafe. Tidak ada yang spesial dari cowok yang lagi menghindari hujan itu-dengan berteduh di luar kafe Pelangi yang beratap-kecuali rasa familiar yang tiba-tiba saja datang menghampiri Aira.

Tubuh tinggi, kulit yang putih, rambut hitam legam bergelombang, wajah oval, hidung mancung, serta bibir bawah yang sedikit lebih tebal dari bibir atas milik cowok itu, kenapa Aira merasa sangat familiar? Aira merasa ia mengenal cowok itu, tapi Aira tidak bisa berpikir dari mana Aira mengenal cowok itu.

Gesang menjentikkan jari di depan wajah Aira dan seketika Aira tersadar dan beralih menatap Gesang.

"Ada apa dengan dia?" Wajah Gesang yang tadinya bahagia kini berubah bingung.

Kalau Gesang saja bingung, Aira sebenarnya lebih bingung.

Aira kembali melihat cowok itu yang saat ini sedang merapikan rambutnya yang basah.

"Teman gue semuanya elo kenal 'kan, Ge?"

Gesang yang bingung tetap menjawab. "Kenal, kenapa?"

Tanpa perlu bertanya, Aira sebenarnya tahu kalau Gesang mengenal semua temannya, ia hanya butuh kepastian saja dengan bertanya seperti itu pada Gesang.

Mungkin hanya perasaan Aira saja ia mengenal cowok itu.

Aira mengelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan Gesang.

"Kalau gue tertarik pada seseorang yang enggak gue kenal, apa ini masuk akal, Ge?" tanya Aira tiba-tiba.

Cowok yang menarik perhatiaannya itu sudah pergi saat hujan mulai reda dan saat ia pergi Aira merasa kacewa entah karena apa.

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang