BAB 21

1K 75 5
                                    

Keesokkan harinya, Aira terbangun dengan kepala berat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokkan harinya, Aira terbangun dengan kepala berat. Ia mengerang sambil memegang kepalanya yang sakit. Pertama kali yang ia lihat saat membuka mata adalah keadaan kamar yang sudah terang benderang. Seketika, ia menjadi panik. Jam berapa ini?

Aira berusaha bangkit, tapi kepalanya langsung berdenting, membuatnya harus terduduk kembali ke kasur. Tepat saat itu, ia mendengar suara pintu terbuka. Ia memutar kapala ke arah sumber bunyi dan menemukan Gesang di sana tengah berjalan ke arahnya sambil membawa nampan berisi makanan dan obat.

Setelah menaruh nampan di atas nakas, ia mengambil duduk di atas kasur tepat di depan Aira. Gesang menyentuh dahi Aira sambil mengerutu. "Seharusnya lo tahu apa dampaknya hujan pada diri lo Aira."

"Gue tahu kok apa dampak hujan sama gue dan gue tidak keberatan kalau harus sakit hari ini," balas Aira.

Elo bisa bilang begini karena elo menyukai hujan dan sekarang Arka adalah hujan elo 'kan?

"Ini, elo makan dulu." Gesang menyodorkan roti bakar lengkap dengan selai kacang kesukaan Aira. "Abis itu elo minum obat."

"Terima kasih, Ge." Aira menerima roti itu, lalu memakannya. Lagi makan, tapi Gesang malah memerhatikannya, Aira jadi risih.

Aira berhenti memakan rotinya dan bertanya pada Gesang, "Kenapa liatin gue gitu, Ge?"

"Hari ini elo enggak sekolah, gue pasti kesepian," jawab Gesang masih dengan menatapnya. Aira melihat kalau ada yang berbeda dari tatapan Gesang, seperti ada ... ah, enggak, mana mungkin.

"Ck, kayak teman elo cuma gue aja deh."

"Teman gue memang banyak, tapi mengetahui elo sakit di sini membuat gue akan memikirkan elo selama kelas berlangsung."

"Kalau Damia dengar, dia bisa cemburu loh."

Kenapa kita selalu membicarakan Damia, Ai? Gue ingin elo yang cemburu, bukan Damia. Kenapa elo enggak pernah punya rasa cemburu untuk gue ... sedikit saja?

"Ge, Damia tahu kita adalah sahabat, tapi kalau elo memikirkan gue di depan dia, dia juga pasti cemburu," tambah Aira.

Gue tidak mungkin tidak memikirkan elo, Ai. "Gue tidak mungkin tidak memikirkan sahabat gue yang sangat bandel dan sedang sakit ini."

"Gue tidak bandel," sanggah Aira.

"Elo tidak bandel, tapi sangat bendel."

"Jahat sekali," kata Aira yang langsung pasang muka merajuk. "Gue lagi sakit bukannya dibilang yang baik-baik dan dihibur, eh malah dibilang bandel."

"Elo memang bendel."

"Oke, gue bendel, terus elo enggak mau jadi sahabat gue lagi?"

Gesang tertawa melihat Aira yang sekarang benar-benar merajuk.

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang