BAB 17

1.7K 108 8
                                    

"Ayah, ceritain dong bagaimana Ayah bisa ketemu Ibu?"

Faisal baru saja memasuki kamar putri semata wayangnya, tapi sudah disodorkan pertanyaan.

"Kenapa kita tiba-tiba ingin membicarakan ini?" Faisal bertanya heran. Faisal mengambil duduk di depan Aira yang sedang duduk bersadar pada kepala ranjang.

"Jawab aja, Ayah," kata Aira setengah merengek. "Aira ingin tahu kisah cinta Ayah dan Ibu dulu."

"Penasaran banget ya?"

"Pakai bangetan, Ayah."

"Baiklah jika kamu ingin tahu."

Faisal gemas melihat Aira, sampai tidak tahan untuk mengacak rambut sang putri. Aira protes, tentu saja. Fasial hanya bisa tersenyum geli. Aira tidak pernah berubah, dari dulu selalu protes jika rambutnya diacak. Kata Aira, tata rambut itu susah, jadi jangan buat waktu yang udah ia gunakan buat menata rambut berakhir sia-sia.

"Ayo, Ayah, mulai cerita."

"Dasar putri kecil Ayah yang tidak sabaran," kata Faisal sambil mencubit hidung Aira.

"Ayah, Aira udah gede."

"Tentu saja kamu sudah gede. Kalau kamu masih kecil, kamu pasti tidak akan pernah absen meminta Ayah mengendongmu di pundak 'kan?"

"Ayah ...." Faisal sangat suka membuat Aira kesal. Aira tampak lucu jika sedang merengek.

"Oke-oke, princess, sekarang Ayah akan cerita. Jadi, Ayah dan Ibu berkenalan saat kuliah. Sebenarnya saat itu Ayah sudah punya tunangan. Ia seorang perempuan yang dijodohkan oleh Oma dan Opa untuk Ayah. Ayah awalnya menerima saja keputusan Oma dan Opa, lagipula Rini juga orang yang baik,"

"Tunggu," potong Aira. "Biar Aira tebak. Rini ini nama tunangan Ayah?" Faisal mengangguk. "Terus, gimana?"

"Terus Ayah jumpa ibu kamu. Saat itu Ayah ketua BEM, dan ibu kamu adalah mahasiswa baru di sana. Di masa ospek itulah Ayah mengenal Ana. Ana perempuan yang cantik, senyumannya buat Ayah jatuh hati. Awalnya kami sering bertemu perihal tugas kuliah. Kebetulan kami satu jurusan di kampus. Lalu, di sanalah rasa suka Ayah muncul pada Ibu kamu."

"Terus, bagaimana dengan tante Rini, Ayah?" Faisal tertawa melihat Aira yang tidak sabaran.

"Banyak terusnya ya kamu."

"Aira hanya penasaran," kata Aira jujur sambil cengir lebar.

"Kami berpacaran diam-diam dibelakang Opa dan Oma. Awalnya tidak ketahuan, hingga di bulan ke enam, mereka akhirnya sadar kalau Ayah memiliki hubungan dengan perempuan lain. Opa dan Oma tidak merestui hubungan kami, mereka hanya merestui hubungan Ayah dan Rini. Karena Ayah cintanya sama Ana dan bukan Rini, Ayah selalu mencari cara agar direstui sampai Ayah pernah buat Opa kamu masuk rumah sakit."

"Meski Ayah menyesal pernah berkata kasar pada Opa kamu, Ayah juga tidak pernah menyesal sudah memperjuangkan Ana. Sampai Opa mengerti bahwa yang diinginkan Ayah adalah menikah dengan orang yang Ayah cintai. Akhirnya, kami menikah. Lalu, ada kamu diantara kami."

"Beneran deh, Ayah tidak pernah menyesal dengan apa yang Ayah perbuat di masa lalu, meskipun sangat salah karena sudah menyakiti hati Rini. Tapi, kalau saat itu Ayah tetap bersama Rini, maka tidak akan ada kamu. Kamu itu adalah salah satu hal yang paling Ayah syukuri di dunia ini."

"Aira pikir Ayah dan Ibu selalu bahagia," kata Aira setelah Faisal selesai bercerita. "Ternyata diantara hubungan kalian, juga ada tersimpan luka."

Faisal menarik tubuh Aira dalam rengkuhannya. Ia mengusap rambut Aira dengan lembut. "Dalam cinta, terkadang enggak hanya ada kisah bahagia saja yang tersimpan. Luka dan tangis pun pasti mengisi di dalamnya. Makanya, kalau suatu saat kamu jatuh cinta, kamu juga harus siap bersahabat dengan luka."

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang