BAB 23

1.2K 72 1
                                    

2011

Arka POV

Gue baru membuka pintu kamar saat Arga baru saja masuk ke kamarnya—yang berada tepat di depan kamar gue—dengan baju basah. Gue mengikutinya masuk ke dalam kamar dan gue menontonnya berganti baju.

"Dari mana elo?" tanya gue. "Kok elo basah kuyup gitu? Seingat gue elo udah besar dan udah berhenti main hujan-hujanan."

"Gue kehujanan," jawabnya.

"Tumben elo enggak bawa payung." Meskipun Arga orang yang sangat apatis, dia sangat suka bawa payung kemana-mana, gue tahu kebiasaannya.

"Gue bawa, tapi udah gue kasih ke cewek menyebalkan itu," katanya setengah kesal. Kemudian Arga masuk ke kamar mandi untuk meletakkan pakaian basahnya.

"Cewek menyebalkan itu maksudnya apa?" tanya gue kembali.

Dari dalam kamar mandi Arga menjawab, "Cewek manja yang takut kena hujan. Dia udah ngatain gue jahat karena gue enggak mau kasih dia payung. Menyebelakan 'kan? Gue benar-benar sangat sial hari ini."

"Elo bersimpati sama cewek menyebalkan itu? Ini terdengar seperti bukan elo." Gue tahu segala hal tentang Arga, termasuk tentang sikapnya yang sangat apatis pada orang yang tidak ia kenal.

Arga keluar dari kamar mandi sambil mengedikkan bahunya pada gue. Dia balik ke kamar dengan handuk di tangannya untuk mengeringkan rambutnya yang basah.

Arga tidak menjawab pertanyaan gue, dia justru mengubah pembicaraan. "Gimana konser elo semalam?" Maksud Arga adalah konser piano tunggal gue. Setiap kali gue akan naik kelas gue harus buat konser.

Gue ingin tahu respon Arga tentang pertanyaan gue sebelumnya, tapi karena Arga tampaknya tidak ingin membahas tentang 'cewek menyebalkan' itu gue akan menghargainya.

"Lancar, tapi kurang sempurna karena elo enggak ada," jawab gue jujur. Arga adalah kakak dan kembaran gue. Gue ingin orang-orang terdekat dan tersayang gue ada disaat momen-momen terpenting dalam hidup gue.

"Mama dan papa kan ada," balasnya cepat.

"Gue ingin elo yang nonton gue."

"Jangan manja deh." Arga melempar handuknya ke arah gue dan gue berhasil menangkapnya sebelum handuk basah itu menyentuh wajah gue. "Taruh handuk gue ke kamar mandi ya," suruhnya kemudian.

"Elo mau kemana?" tanya gue karena Arga terlihat sangat buru-buru mau pergi.

"Gue ada urusan sama anak-anak."

"Anak-anak yang elo maksud orang yang udah buat elo suka bolos, merokok, dan tawuran itu?" balas gue ketus. Gue enggak suka kalau Arga bergaul dengan orang-orang yang enggak benar karena papa akan sangat marah dan makin membencinya. Gue enggak suka kalau kembaran gue yang sangat baik sama gue itu diperlukan dengan sangat berbeda oleh papa.

"Gue enggak suka elo jelekin mereka gitu. Mereka teman gue dan elo tahu itu," balas Arga.

"Arga, gue—"

"Gue harus pergi," potongnya cepat.

"Ohya, lusa elo ada ulangan 'kan?" tambah Arga. "Belajar yang rajin ya, jangan kecewain bonyok, cukup gue aja yang jadi anak yang mengecewakan keluarga ini."

Arga tidak pernah membiarkan gue—dan siapapun—untuk peduli padanya dan gue kepikiran tentang 'cewek menyebalkan' itu yang bisa membuat Arga menjadi peduli.

***

Arga pulang dengan keadaan yang sangat kacau. Ada luka di bibirnya.

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang