BAB 15

1.9K 119 7
                                    

Beberapa kali lemparan Gesang yang biasanya selalu masuk ke dalam ring meleset. Kadang lemparannya terlalu tinggi dan hanya menyentuh papan ring, kadang malah terlalu menyamping sehingga bola hanya menyentuh udara, lalu kembali turun menyentuh lapangan. Eka—sang pelatih—beberapa kali menyuruhnya untuk fokus. Gesang berusaha, tapi dia tidak bisa.

Eka menghampiri Gesang. "Kenapa, Ge?" tanyanya.

"Nggak pa-pa, mas. Gue akan lebih fokus lagi," jawab Gesang dan ia mencoba memasukkan bola di poin dua dan tetap saja gagal.

Eka memanggil Gesang kembali. "Elo lagi ada masalah, Ge?" tanya Eka. "Seharusnya lo enggak mencampurkan masalah pribadi elo itu saat latihan begini, man."

"Maafin gue, mas," kata Gesang.

"Elo enggak pernah-pernahnya begini. Elo kenapa? Kalau ada masalah itu dibilang, biar gue bisa bantu elo."

Gesang tidak menjawab, tapi Eka bisa langsung menebak. "Masalah cewek?"

"Mas, elo pernah suka sama seseorang yang tidak pernah melihat elo lebih dari seorang sahabat?"

"Bestfriendzone ceritanya nih?"

Lagi-lagi Gesang diam dan Eka dapat menebak jawabannya.

"Cewek memang bikin pusing ya, mas," kata Gesang.

"Kalau enggak bikin pusing bukan cewek namanya. Kalau lo enggak mau pusing, jangan suka sama cewek."

"Terus gue harus suka sama cowok gitu, mas? Itu sama aja bikin tambah pusing," balas Gesang yang langsung dihadiahi oleh Eka sebuah tawa.

"Gue cuma beri solusi."

"Itu bukan solusi kali, mas. Itu sama aja menjerumuskan gue ke hal yang tidak baik. Untung gue normal plus kuat iman."

"Gue cuma bercanda, sekalian mengendurkan suasana aja kok. Biar lo enggak tegang lagi."

"Kalau tegang solusinya itu air dingin, mas."

"Aish, otak lo udah ke kiri aja, Ge."

"Abis lo ambigu, mas," balas Gesang sok polos. Mereka saling tatap sebentar, sebelum tertawa bersama.

Setelah tawa mereda Gesang kembali berbicara. "Thanks ya mas udah buat gue enggak tegang lagi." Kali ini otak Gesang sudah kembali ke jalan yang positif, yaitu sebelah kanan.

"Sama-sama, man," balas mas Eka sambil menepuk pundak Gesang.

"Eh, cewek lo datang tuh." Dengan dagunya mas Eka menunjuk ke arah belakang. Gesang mengikutinya.

Gesang tidak heran ketika menemukan Damia di sana dalam balutan busana cheerleder kebanggaan SMA Nusantara. Damia memang sering menghampirinya di sela-sela jam istirahat latihan cheerleader-nya. Kadang mereka bercakap seadanya, tapi lebih sering ke tugas sekolah. Tapi, yang membuat Gesang heran adalah kenapa bisa Eka berpikir kalau Damia adalah cewek yang dia maksud?

Gesang kembali menatap mas Eka. "Mas, Mia bukan cewek gue. Kami hanya teman."

"Oh, namanya Mia. Bukan dia yang membuat elo terperangkap dalam besrfriendzone?"

"Bukan, mas."

"Oh, gue pikir yang ini, karena gue rasa dia menyukai elo, Ge."

"Kenapa elo tidak mencoba untuk menyukai Damia saja, Ge? Dia menyukai elo, bukankah lebih bagus elo melihat orang yang menyukai elo daripada melihat orang yang tidak mungkin menyukai elo?"

Andai gue bisa, mas. Andai perasaan bernama cinta itu bisa sederhana itu.

"Mas, gue izin bentar ya."

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang