BAB 13

1.8K 160 2
                                    

Baru dua minggu Arka bersekolah di SMA Nusantara, tapi perubahan yang terjadi sudah begitu besar. Arka mendadak popular di kalangan para siswi. Selain tampan, jago bermain piano, Arka juga pintar—lagi-lagi menambah nilai plus untuk Arka.

Tadi bu Sonya berhasil membuat seisi kelas berdebar karena ulangan yang mendadak. Fisika ditambah ulangan mendadak sama seperti melihat hantu tepat di depan mata. Horor banget, mengalahkan insidious, atau the orphange sekaligus. Mereka sudah merayu sampai lupa yang dihadapi adalah bu Sonya—guru wanita yang paling cantik di SMA Nusantara, juga paling tidak tersentuh sepanjang masa. Para siswa sempat menebak-nebak bagaimana pak Robert—guru olahraga mereka—bisa mengambil hati bu Sonya yang bisa dibilang tidak punya hati sama sekali. Pasti pak Robert butuh tenaga ekstra keras untuk itu.

Mau merengek bagaimana pun, bu Sonya tetap kebal. Akhirnya mereka semua pasrah. Berbekal lima menit belajar cepat sesuai tenggat waktu yang diberikan, mereka akhirnya mengikuti ulangan. Hanya dikasih waktu setengah jam untuk menjawab sepuluh soal atau lebih tepat disebut dua puluh lima soal karena setiap nomor pasti bercabang hingga dua, bahkan tiga. Begitu selesai, sisa waktu satu jam pelajaran langsung digunakan bu Sonya memeriksa soal.

Tebak siapa yang bisa memperoleh nilai sempurna? Dia adalah Arka. Gesang bahkan mendapat nilai sembilan puluh enam. Selisih satu soal yang benar. Seisi kelas memberi tepuk tangan untuk Arka saat pembacaan nilai.

Semenjak Arka datang, ia mulai mengeser posisi Gesang di beberapa tempat. Mulai dari pelajaran, hingga perihal hati Aira.

"Man, saingan lo kali ini bukan lawan yang bisa dianggap remeh," kata Rico pada Gesang. Saat ini mereka—Rico, Gesang, Anjani, Damia, Bunga, dan juga Aira yang lagi memesan makanan—sedang berkumpul di kantin.

Setelah pelajaran Fisika tadi, anak-anak banyak yang langsung ngancir ke kantin untuk makan. Mereka sangat berterima kasih kepada pengajaran yang telah menyusun roster secara tepat. Pelajaran Fisika memang pas diletakkan sebelum istirahat dikarenakan banyak dari mereka menganggap bahwa Fisika adalah pelajaran yang menguras emosi dan tenaga. Setelah itu pasti mereka butuh makan untuk mengembalikan energi.

"Maksud lo?"

"Tuh!" Rico memberi kode dengan lirikan mata pada Arka yang tengah membantu Aira mengambil minuman kaleng.

"Gue enggak pernah menganggap dia saingan, karena dia sama sekali bukan saingan gue," kata Gesang. Meskipun Gesang udah bersikap senormal mungkin, tapi ia masih juga tidak bisa mengontrol nada dinginnya.

Rico mengelengka kepala tanda tidak setuju dengan jawaban Gesang. "Gue enggak bisa elo bohongi."

"Ngaco. Aira itu sahabat gue. Lo tahu sendiri kan gue sama Aira udah dekat dari kecil," jelas Gesang dengan santai. "Kami bahkan merangkak bersama. Eh," Tiba-tiba Gesang teringat sesuatu. "Eh, gue ralat. Gue yang merangkak duluan, Aira nyusul tiga bulan kemudian."

"Jadi, elo enggak keberatan dong Arka dekati Aira?" sambung Sonny.

Bukannya menjawab pertanyaan Sonny, Gesang justru melayangkan pertanyaan yang sama kepada Rico. "Elo enggak keberatan, Ric?"

"Kok gue tiba-tiba?"

"Tuan putri elo didekati sama Arka, elo enggak keberatan, Ric?"

"Gue cemburu sedikit sih, tapi gue bukan pangeran dia, jadi yang lebih pantas menjawab pertanyaan ini pangerannya langsung 'kan? Kalau pangeran Aira, elo enggak keberatan?"

"Kenapa sih, Ge, elo enggak suka sama Arka?" tanya Damia tiba-tiba. "Gue lihat sejauh ini Arka baik-baik aja kok."

"Kita baru kenal dia dua minggu," bantah Gesang. "Enggak bisa kita langsung putuskan begitu saja dia baik atau enggak."

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang