BAB 27

1.1K 82 6
                                    

Arka duduk di atas kasur Aira dengan pelan. Takut membuat Aira terbangun. Arka melihat sebuah wajah polos dan sedikit pucat itu. Meski dalam keadaan tidur, Aira masih saja terlihat manis. Aira tampak mengingau sebentar, sebelum berbalik badan, hingga berhadapan dengannya. Melihat itu, Arka tidak tahan untuk tidak menyingkirkan beberapa helai rambut yang jatuh menutupi pipi Aira.

Merasakan sentuhan itu, perlahan Aira membuka mata.

"Bunda?" Aira pikir Vera yang akan dilihatnya saat membuka mata, namun ia salah. Bukan Vera di sana, justru Arka.

"Loh, Arka?" Aira mengerjap.

Arka tersenyum. "Iya, ini gue."

Aira berusaha duduk dan Arka membantunya bersandar ke kepala kasur. Setelah Aira duduk dengan nyaman, dengan pelan Arka mengambil selebah tangan Aira untuk digenggamnya. Arka merasakan panas kala kulit mereka bersentuhan. Binar penyesesalan terlihat jelas di bola mata Arka.

"Maaf udah bikin lo jadi begini."

Aira mengeleng lemah. "Bukan salah lo. Imun gue aja yang memang lemah. Lagian ini juga demam biasa. Besok atau lusa juga pasti udah balik seperti biasa."

"Tetap saja, seharusnya lo bilang ke gue, kalau lo enggak bisa kena hujan," bantah Arka. "Gue enggak akan nahan lo kemarin saat hujan turun."

"Jadi, elo menyesal?

"Bukan begitu," cepat-cepat Gesang membalas ketika melihat mata coklat itu redup. "Gue tidak pernah menyesali tentang apa yang terjadi kemarin. Gue lega dapat mengungkapkan perasaan gue ke lo, Ai. Tapi, satu hal yang bikin gue nyesal adalah penyebab lo sakit seperti ini adalah gue."

"Bukan salah elo. 'Kan sudah gue bilang, imun gue emang lemah banget."

"Tapi-"

"Ka, gue senang. Apa itu tidak cukup?" Aira mempererat jalinan tangan mereka.

"Gue berjanji ini akan jadi yang pertama dan terakhir kalinya."

"Semalam itu unforgettable moment buat gue. Selain kita saling terbuka dalam perasaan, akhirnya gue juga bisa merasakan bagaimana menyetuh hujan lagi, dan itu sangat menyenangkan. Gue bahagia, Ka. Jadi, jangan diselali ya?"

Arka mengusap pipi Aira dengan lembut. Pipi Aira juga masih panas.

"Dasar bandel."

Bandel ya?

Gesang juga bilang gue gitu.

"Tapi sayang 'kan?"

Arka tertawa gemas. "Banget pakai super bangetan malah."

"Jangan bilang gitu kalau cuma mau menghibur gue."

"Justru itu adalah apa yang keluar dari hati gue." Arka mengambil tangan Aira dan meletakkannya ke dada kirinya.

"Elo merasakan detak ini?"

"Tentu saja. Kalau tidak berdetak elo enggak mungkin berada di depan gue sekarang."

"Seperti gue membutuhkan detak ini untuk hidup, seperti itu juga gue membutuhkan elo."

"Dasar gombal." Aira mendorong dada Arka dan tertawa setelahnya.

Arka ikut tertawa. "Apa itu sebuah prestasi?"

"Prestasi yang luar biasa."

"Dan gue bangga memilikinya. Cuma elo yang membuat gombal terasa benar."

Dan saat itu Aira benar-benar merasa beruntung memiliki Arka di hidupnya.

"Oh, gue hampir lupa."

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang