BAB 8

2K 196 12
                                    

Arka masuk ke dalam kamar yang berdominasi abu-abu dan karena gelap Arka menghidupkan lampunya. Sudah dua tahun kamar itu tidak ada yang menempati dan sudah dua tahun pula kenangan tentang perempuan itu masih terkubur manis di setiap sudut kamar itu.

Arka memindai ke segala penjuru kamar, lalu matanya berhenti di sebuah nakas berlaci yang terletak di samping kasur. Arka membuka laci teratas dari nakas itu dan ia menemukan sebuah amplop biru di sana.

Untuk Aira Talitha. Begitu yang tertulis di atas amplop itu dan saat membaca itu, ada gemuruh yang hadir dalam dada Arka.

"Finally, I found you."

"Aira masih sama dengan Aira yang gue kenal dua tahun lalu. Dia suka tersenyum, ceria, pemberani, dan dia masih mencintai hujan."

"Tapi dia amnesia, dan tidak ada kenangan dua tahun lalu yang tersisa dalam ingatannya. Gue enggak tahu harus bersyukur atau merasa sedih. Yang pasti gue tidak akan mundur lagi karena untuk pertama kalinya dalam hidup, gue ingin mendapatkan apa yang benar-benar gue inginkan."

Malam semakin kelam, tapi Arka tidak beranjak dari ruangan itu untuk tidur. Ia memilih tinggal di sana hingga pagi menjelang sambil mengenang hal-hal tentang dua tahun lalu dan Aira.

***

Saat Arka turun dari kamarnya yang berada di lantai dua ke dapur, ia menemukan perempuan yang sudah melahikan sekaligus membesarkannya sedang menyiapkan sarapan untuknya dan papa yang sudah duduk di meja makan duluan dengan koran di tangannya.

Mira yang melihat anaknya yang tampak berbeda hari ini jadi tidak tahan untuk tidak bertanya. "Kamu kenapa senyum-senyum terus dari tadi?"

"Ini hari pertama aku di SMA Nusantara. Aku harus semangat untuk beradaptasi di sekolah baruku, Ma."

Arman—papa Arka—yang tadinya sibuk membaca koran jadi tertarik untuk mengikuti percakapan antara istri dan putranya. "Kamu masih belum mau memberitahu papa sama mama alasan kamu pindah sekolah?"

"Maaf sekali pa, ma, aku pasti akan cerita sama kalian, tapi tidak sekarang, maksudku tidak sebelum aku memastikan semuanya berjalan lancar," jawab Arka.

"Oke, mama tidak akan memaksa kamu bercerita, lagipula kamu sudah tujuh belas tahun dan kamu sudah cukup dewasa untuk menentukan pilihan yang kamu inginkan," kata Mira. "Mas, kita harus memberi waktu pada Arka," kata Mira untuk Arman.

"Terima kasih, Ma."

"Sama-sama, sayang. Kamu mau selai rasa apa? Biar mama olesi ke roti kamu."

"Coklat, ma."

Arka duduk di bangku dan kembali memikirkan Aira walaupun sudah semalam penuh ia melakukan itu. Memikirkan Aira tidak akan pernah membuatnya bosan.

***

Arka melihat Aira keluar dari sedan putih bersama seorang cowok yang selalu Arka lihat bersama Aira. Kedekatan mereka itu tidak membuatnya senang.

Tidak lama setalah itu Arka melihat Aira dan teman cowoknya berpisah dan melihat itu Arka tidak membuang waktunya untuk menghampiri Aira.

Aira tampak terkejut saat menemukan Arka tiba-tiba muncul di depannya dan saat melihat wajah terkejut Aira, Arka ingin sekali mencubit pipi Aira yang tembab itu.

"Elo Arka 'kan?" tanya Aira.

Arka menganggukkan kepalanya. Wajah bingung Aira semakin membuat Arka gemas.

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang