BAB 22

1K 105 5
                                    

Arka merasakan hape di saku celananya bergetar. Sambil berjalan menuju kelas, ia mengambilnya dan langsung tersenyum begitu melihat ada pesan masuk dari Aira. Balasan dari Aira adalah yang paling ditunggu-tunggu oleh Arka dari semalam.

Aira Talitha : 

Gue baru baca pesan lo. Semalam ketiduran hehe.

Arka Nugraha : 

Pulang sekolah kita jalan ya? Gue pingin ngajak lo ke suatu tempat.

Aira Talitha : 

Gue absen hari ini☹️ Lain kali aja bisa?

Loh, kenapa Aira absen hari ini? Aira izin atau apa? Semalam Aira sama sekali tidak bilang apa-apa sama Arka. Karena Aira bilang ia absen hari ini, Arka jadi khawatir. Jangan-jangan Aira sakit lagi.

Arka Nugraha : 

Elo sehat?

Arka menunggu sampai satu menit, tapi pesannya tidak juga dibalas Aira.

Sekali lagi Arka membaca pesan terakhir Aira dan kata absen itu masih saja menganggunya. Tanpa sadar, hal itu membuat langkah Arka menjadi cepat. Mungkin Arka harus memastikannya sendiri.

Begitu ia sampai di kelas, pertama kali yang menjadi pusat pandangannya adalah kursi dimana Aira duduk. Terlihat kosong. Kursi di samping Aira juga kosong. Bunga yang bisa dimintai penjelasan juga belum datang. Ada sedikit kecemasan dalam diri Arka. Apa Aira benar-benar absen karena sakit?

Lalu, tepukan Anjani dari belakang membuat Arka menoleh.

"Ada apa, Ka?" tanya Anjani pada Arka. Ia masuk setelah Arka masuk ke dalam kelas. Saat Arka berlari tergesa-gesa di sepanjang koridor, Arka juga melewatinya. Hal itu membuat Anjani merasa heran.

Bukannya menjawab pertanyaan Anjani, Arka malah balik bertanya. "Aira, kenapa absen hari ini ya?"

"Aira absen hari ini emang?" Anjani bertanya balik.

"Iya, tadi dia chat gue."

"Gue juga enggak tahu kenapa Aira absen hari ini, Ka. Kalau dia chat elo, kenapa elo enggak tanya balik aja?"

"An, apa Aira enggak bisa kena hujan?" tanya Arka lagi. Kemarin Aira terlihat sehat saat pergi bersama, kecuali setelah ia menahannya di bawah hujan Aira menjadi bersin-bersin. Apa karena gue menahannya di bawah hujan Aira sakit?

"Iya, Aira memang tidak bisa kena hujan." Bukan Anjani yang membalas, tapi Gesang. Tiba-tiba saja ia sudah berada di depan Arka dengan wajah dingin.

"Apa elo yang menahan Aira di hujan?" sambung Gesang dengan wajah dan suara yang sangat tidak bersahabat sama sekali.

"...."

"Jadi, elo yang membuat Aira sakit?"

"Aira sakit?"

"Jadi, elo yang membuat Aira sakit?" Gesang mengulangi pertanyaan yang sama dan ia sama sekali tidak mau menjawab pertanyaan Arka. Arka harusnya tahu kalau Aira tidak bisa kena hujan karena Aira bisa sakit. Jadi, kenapa orang yang mengatakan menyanyangi Aira justru tidak tahu hal apa saja yang membuat orang yang disayanginya sakit?

Gesang tidak akan pernah memaafkan Arka kalau benar ia yang membuat Aira sakit.

"Jadi, elo yang membuat Aira sakit?" ulang Gesang untuk yang ketiga kalinya.

"Gue pikir Aira suka hujan," jawab Arka.

"Aira memang suka hujan, tapi hujan pula yang akan selalu membuatnya sakit. Kenapa elo menahan Aira di hujan, Ka? Elo mencintai Aira 'kan? Tidak seharsunya elo membuat orang yang elo cintai menjadi sakit," kata Gesang dengan ketus. Gesang mungkin tidak bisa membuat wajah Arka jelek karena permintaan Aira, tapi Gesang bisa mengeluarkan amarahnya dengan verbal.

"Arka, gue tidak pernah mengizinkan seseorang masuk ke dalam hidup Aira, lalu membuatnya sakit. Elo sudah melakukan itu dan gue ingin mengenyahkan elo dari Aira. Tapi, Aira mencintai elo, elo adalah seoarang brengsek yang beruntung 'kan?" desis Gesang.

"Kenapa elo tidak pernah menyukai gue? Apa elo marah sama gue karena Aira membalas perasaan gue dan dia tidak begitu ke elo?" balas Arka dengan nada yang tidak kalah bersahabat dan balasan dari kalimat Arka mampu menyulut Gesang.

Gesang mengeram, dia maju dua langkah dan kini seperti tidak ada jarak diantara mereka. Arka dapat merasakan Aura Gesang berubah merah, tapi ia tidak peduli.

"Asal elo tahu, Gesang. Kalau hal terakhir yang bakal elo lakukan adalah menyakiti Aira, maka begitu juga gue," tambah Arka. "Malam itu gue menahan Aira di bawah hujan karena gue ingin menunjukkan padanya kalau gue bisa menjadi hujan yang ia sukai. Kalau gue tahu Aira bakal sakit kalau kena hujan, gue pasti tidak akan melakukan itu."

"Sekarang elo sudah tahu 'kan apa arti hujan yang sesungguhnya untuk Aira?" Gesang tersenyum sinis. "Ironi 'kan saat elo ingin menjadi hujan yang disukai Aira, tapi hal itu justru menjadi penyebab kesakitan Aira?" Seperti menampar, Arka terdiam, dan Gesang senang kalau Arka tahu posisinya sekarang.

Hah? Hujan? Get of my back!

"Memang benar gue marah sama elo karena Aira membalas perasaan elo. Tapi, elo perlu tahu satu hal juga. Hujan kadang berarti, kadang juga tidak, kecuali basah. Think it."

"...."

"Arka Nugraha." Gesang sengaja mengeja nama Arka dengan penuh kesinisan. "Dua tahun lalu, Nugraha menjadi penyebab semua luka itu terbentuk. Sekarang, Nugraha mau melakukan itu lagi? Gue tidak akan pernah mengizinkannya melakukan itu."

"...."

"Ingat, Arka. Kalau sampai elo menyakiti Aira, elo akan berurusan sama gue."

Tidak peduli pada bel yang sudah berdering, Gesang tetap memilih meninggalkan kelas.

Gesang tidak mungkin bisa belajar disaat semua pikirannya dipenuhi oleh Aira yang sedang berbaring di rumah karena sakit, ditambah Gesang tidak mungkin bisa belajar disaat ada Arka seruangan dengannya disaat keinginan merusak wajah tampan Arka lebih besar. Untuk menghindari semua itu, Gesang memilih untuk bolos hari ini. Dan satu-satunya hal yang selalu menjadi tempat pelampisannya kalau sedang marah adalah basket.

 Dan satu-satunya hal yang selalu menjadi tempat pelampisannya kalau sedang marah adalah basket

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[],

Gitu dong, ge. Harus gitu ke Arka. Muhehe

Siapa yg setuju Gesang unjuk gigi gini? Komen disini ya.

Thank u, next?

Hello, Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang