Bab 12 ~ Kota Erien

119 64 1
                                    

"Seperti di Kota Erien ini misalnya." Tuan Buschan berkata sambil membentangkan tangan, menunjuk orang-orang yang berjalan. "Kota ini termasuk wilayah negeri Tavarin. Di sini ada berbagai macam orang dari bangsa berbeda. Ada orang Tavar, Houlund, Haston, Terran, Melbrond. Ada juga orang-orang pegunungan.

"Orang-orang Houlund dan pegunungan suka bekerja di tambang; mereka orang-orang yang sederhana, biasanya hanya butuh barang untuk keperluan hidup atau kerja sehari-hari. Orang-orang Tavar menggemari perhiasan dan baju-baju bagus. Sementara orang-orang Terran suka mencari barang-barang yang unik, yang bisa mereka bawa ke negeri mereka di timur untuk dipamerkan pada keluarga mereka di sana. Senjata tidak banyak dicari di sini, karena selama ini perang lebih banyak terjadi di dunia timur, atau paling dekat sampai ke Kota Denz di Haston.

"Begitulah. Kau mengerti? Berkat perbedaan kebiasaan dan kesukaan orang-orang itu, beberapa jenis barang punya harga lebih tinggi di sini, tapi ada juga yang lebih rendah, dibandingkan jika misalnya kita jual di negeri Haston, Terran, atau negeri-negeri lain yang lebih jauh."

Wester manggut-manggut, berusaha mengerti.

"Kau juga perlu mengerti, aturan yang ditetapkan masing-masing kerajaan. Seperti berapa pajak yang harus kita bayar untuk setiap barang yang kita jual. Lalu, kau juga mesti paham, barang-barang apa yang dilarang untuk diperjual-belikan. Contohnya ... hmm ... apa ya?"

"Drakunst?" Wester menebak.

"Ya, drakunst, misalnya. Itu dilarang. Tidak cuma di sini, di Terran juga." Dahi Tuan Buschan berkerut. "Dari mana kau tahu soal itu?"

"Sering kudengar di desa."

"Hmm ... ya."

"Karena itu dilarang, jika sampai dijual tentu harganya menjadi mahal, 'kan? Itu bisa jadi lebih menguntungkan," kata Wester.

Tuan Buschan tertawa. "Betul! Kau bisa jadi pedagang yang kaya dengan cara kilat. Tapi hati-hati, semua yang naik dengan cepat, ada kemungkinan dia akan jatuh dengan cepat pula. Sesuatu yang menguntungkan biasanya punya resiko besar. Aku pernah punya teman, dulu pernah berdagang barang terlarang. Dia sukses lebih cepat dibanding aku. Tapi kesuksesannya yang terlalu cepat membuat banyak orang curiga dan mengincarnya.

"Singkat cerita, ia dikejar-kejar, dan kau tahu apa yang kemudian terjadi? Ia tewas, dibunuh. Begitulah. Jadi, jika misalnya aku disuruh memilih, apakah akan berdagang dengan cara biasa, atau mau mencoba mengambil resiko, aku akan memilih cara yang aman. Ini berhasil untukku, sejauh ini, dan aku sudah cukup puas. Kau, Nak, jika memang pintar, lebih baik mengikuti saranku. Contoh jalanku, jangan coba-coba melakukan hal bodoh."

Nasihat bagus. Jangan coba-coba melakukan hal bodoh.

Wester termenung. Padahal ia merasa sudah cukup gila dengan berani kabur dari ayahnya, dan pergi dari desa tanpa persiapan apa-apa. Ya, mungkin saja itu juga termasuk tindakan paling bodoh bagi calon penyihir seperti dirinya—kalau ia bisa menyebut dirinya sebagai penyihir.

Namun, bodoh atau tidak, bukankah itu tidak lagi penting? Yang penting sekarang bagaimana ia menjalani kehidupannya yang baru, dan berteman dengan keputusan yang sudah dibuatnya. Yang penting, ia tidak sampai melakukan perbuatan yang melanggar hukum.

Wester mengangguk-angguk, berusaha meyakinkan dirinya.

Keduanya sampai di pasar kota Erien. Saat itu sudah lewat tengah hari, tetapi langit mendung membuat hawa terasa sejuk, walaupun ada banyak orang yang berseliweran dan berkerumun di lapak-lapak para pedagang.

Ginia sudah menunggu di salah satu sudut pasar. Dia tersenyum kala melihat kedatangan Wester dan Tuan Buschan.

"Bagaimana? Semua lancar?" tanya Tuan Buschan.

"Semua barang sudah kita kirim ke pedagang lokal. Aku juga sudah mengumpulkan setiap keping tihr-nya, di sana," kata Ginia sambil menunjuk ke dalam kereta.

Tihr adalah mata uang yang berlaku di Kerajaan Tavarin. Wester baru sekali melihatnya; bentuknya bundar selebar dua jari dan di tengah-tengahnya ada pecahan batu berkilau warna merah, hijau atau kuning. Yang merah yang paling mahal, kalau ia tak salah ingat.

Ginia melanjutkan, "Anda boleh memeriksanya, Tuan, kalau-kalau aku salah hitung. Jangan khawatir, aku tak menyembunyikan satu keping pun." Ia menyeringai lebar.

"Huh? Aku percaya penuh padamu, Ginia. Biar kuperiksa nanti saja."

Ginia mengangguk senang. "Dan aku sudah menemukan beberapa barang menarik, yang mungkin bisa kita bawa ke selatan. Beberapa kotak batu merah dari Goetz, misalnya. Itu pedagangnya di sebelah sana. Harganya bagus, satu keping tihr merah untuk dua belas butir, sudah kutawar dari tadinya satu keping untuk sepuluh butir. Dia mau kalau kita mengambil paling sedikit seratus dua puluh butir. Kalau Anda mau."

"Oh, ya, aku mau. Akan kutawar jadi sepuluh keping tihr untuk seratus lima puluh butir." Tuan Buschan tertawa kecil dan matanya berkilat-kilat.

Sesaat kemudian ekspresi wajahnya berubah ketika ia tersadar sesuatu. "Hei, Drell dan Artur ke mana?"

"Mereka bilang tadi mau ke pandai besi, mau mencari sesuatu."

"Hm? Setahuku tak ada pandai besi di sini," kata Tuan Buschan.

"Ada, yang di sebelah barat kota," jawab Ginia.

"Tred? Dia lebih suka menyebut tempatnya sebagai bengkel kereta, setahuku."

"Ya, pokoknya mereka ke sana."

"Ya sudahlah, biarkan saja. Namanya anak muda, banyak yang dicari." Tuan Buschan mengangguk-angguk. "Biar kita saja yang berbelanja. Siapkan tihr-nya, Ginia, mari kita melihat-lihat. Aku ragu ada banyak barang bagus di sini, selain batu itu tadi, tapi siapa tahu."

Wester mengikuti Tuan Buschan dan Ginia berjalan ke setiap sudut pasar, dan mendengar, serta melihat cara mereka berbicara pada pedagang lokal. Ia memperhatikan sebaik-baiknya.

Awalnya ia bingung, tetapi lama-kelamaan paham. Di Lembah Heiszl perdagangan biasanya dilakukan dengan cara barter atau bertukar barang. Uang tihr dari Tavar tidak berlaku di sana, lebih-lebih uang Alton dan uang Terran. Sekarang ia belajar berdagang dengan menggunakan kepingan tihr. Satu tihr merah sama dengan seratus tihr hijau, dan satu tihr hijau sama dengan seratus tihr kuning. Tidak sulit, sejauh ini.

Setelah Tuan Buschan selesai menawar dan membayar, Ginia dan Wester membantu mengepak barang, dan memasukkannya ke dalam kotak atau membungkusnya memakai kain tebal. Wester menggunakan pisau barunya untuk memotong-motong tali.

Saat itulah, sekali lagi, seperti kemarin saat ia menggenggam pisau bertuah itu, Wester kembali merasakan sesuatu yang hangat menjalari tubuhnya, dan tiba-tiba merasa ada seseorang entah di mana yang sedang memperhatikan dirinya, atau mungkin mereka bertiga.

Napasnya tertahan. Ia saat itu sedang berjongkok di samping Ginia. Ia mengangkat wajah, lalu memandang berkeliling, menembus ke sela-sela orang banyak, yang semuanya sedang sibuk dengan urusan masing-masing, hingga akhirnya ia melihat orang itu.

Di seberang jalan, di antara kerumunan, ada seseorang berdiri sambil memakan buah apel. Gadis berambut pendek dan bertubuh kecil dengan baju agak kumal. Wester mengenalinya. Dia gadis yang dua malam lalu menyanyi bersama rombongan mereka di dekat api unggun, di malam ketika terjadi usaha pencurian. Wester langsung menunduk, ke arah kantong barang di depannya, pura-pura tidak melihat gadis itu.

Jantungnya berdebar, dan ia bertanya-tanya. Apa yang sedang dilakukan gadis itu di Erien? Mengapa dia seperti memperhatikan mereka?

Dan kenapa pisau di tangan Wester seolah menuntunnya agar melihat gadis itu? Apakah ada yang istimewa dengan dia?

Valley of WizardsWhere stories live. Discover now