Bab 23 ~ Utang Harus Dibayar

110 59 1
                                    

"Jadi, dua laki-laki di penginapan itu adalah prajurit Tavarin juga?" tanya Mina berusaha memastikan. "Mereka menangkapmu di Erien, lalu di penginapan menyerahkanmu pada Willar?"

"Bukan seperti itu kejadiannya," Quino berkata. "Kedua laki-laki itu bernama Haden dan Kruz. Mereka bukan prajurit Tavarin, tapi orang yang dibayar oleh seorang bangsawan dari Kota Tierra. Bangsawan itu bernama Hanshin. Anaknya dulu mati karena terlalu banyak mengkonsumsi drakunst. Gara-gara itu Hanshin bersumpah untuk menemukan dan menghancurkan jaringan pengedar drakunst di Tavarin.

"Hanshin mendapat informasi bakalan ada transaksi di Erien, sehingga memerintahkan Haden dan Kurz pergi ke sana. Keduanya menangkapku, dan rencananya aku akan dibawa ke Tierra, dan entah apa yang nanti akan dilakukan oleh Hanshin padaku. Tapi ternyata di penginapan datang lima orang prajurit Tavarin. Entah dapat informasi dari mana. Saat malam mereka masuk ke kamar dan menyerang Haden dan Kruz, lalu mengambil aku."

"Jika mereka itu prajurit kerajaan, kenapa menangkapmu secara diam-diam, lalu bertindak begitu kasar pada kami?" tanya Mina.

"Karena walaupun Willar dan anak buahnya itu mengenakan seragam Kerajaan Tavarin, pada dasarnya mereka adalah bandit," kata Pierre sambil menyeringai. "Bayaran yang mereka terima dari para pengedar drakunst lebih besar daripada yang mereka terima dari kerajaan. Mereka pasti hendak membawa kalian ke suatu tempat di Kor-Brener atau mungkin Goetz, ke orang yang membayar mereka, bukan ke komandan pasukan di Tavar."

"Mereka mengambil Quino, untuk memastikan agar rahasia mereka tetap tersimpan aman," lanjut Pierre. "Tanpa diketahui oleh anak buah Tuan Hanshin atau pasukan keamanan di Tavar. Jika untuk itu mereka terpaksa harus membunuh kalian semua, aku yakin itu akan mereka lakukan."

Wester merinding mendengarnya. Ia tahu itu betul karena tadi sudah merasakan sendiri saat-saat ketika hendak dibunuh oleh para bandit itu. Kekejaman mereka tak terkira, dan karenanya ia bersyukur Pierre datang di saat yang tepat untuk menolongnya.

Atau mungkin kesatria itu sebenarnya sudah mengamati sejak lama? Mungkin dia berniat mengikuti para bandit itu lebih jauh, tapi ketika nyawa Wester terancam, terpaksa Pierre bertindak cepat.

Memikirkan hal tersebut membuat Wester semakin merasa berutang nyawa pada sang kesatria. Dan jika ia berutang, tentu ia harus membayarnya.

Selepas fajar Wester, Mina, dan Quino mengikuti Pierre, berkuda ke arah utara untuk kembali ke penginapan. Bagi Wester, itu sungguh bukan perjalanan yang mudah karena ini pertama kalinya ia menunggang kuda sendirian. Awalnya ia ketakutan dan khawatir jika di tengah jalan kudanya tiba-tiba kesal, kemudian melemparkannya ke jalan.

Namun, Pierre berkata, "Jika kau bisa menganggap kuda itu sebagai teman dan baik kepadanya, dia juga akan baik kepadamu. Jangan khawatir."

Kesatria itu melanjutkan, "Kau anak yang pemberani. Ya, kau punya rasa takut, tentu saja, tapi di antara rasa takut itu, kau tidak ragu saat menyerang Willar dengan pisaumu, dan kurasa itu bukan hanya karena nekat. Aku yakin kau bisa berpikir jernih saat genting, dan akhirnya mengatasi ketakutanmu. Tidak semua orang seperti itu. Jadi, tetaplah tenang seperti dirimu yang biasanya, dan jangan ragu."

Wester senang mendengarnya. Ia mendapat pujian dari seorang kesatria, yang kata orang-orang merupakan yang terbaik di Estarath! Ia bahkan tidak pernah mendapat pujian semacam itu di kampungnya sendiri, bahkan dari ayahnya. Ia kini mulai heran kenapa para penyihir begitu membenci kesatria. Pierre sangat baik, dan bisa jadi kesatria lainnya sama seperti dia.

Dan karena para penyihir juga adalah orang-orang baik, mungkin benar apa yang dikatakan Mina kemarin, bahwa permusuhan antara kaum kesatria dan kaum penyihir mungkin adalah hal paling bodoh yang pernah terjadi di Estarath.

Wester dan ketiga rekannya sampai di penginapan Rumah Hijau sebelum tengah hari. Semua orang menyambut kedatangan mereka, dan bertanya-tanya apa yang terjadi.

Pierre memberi mereka penjelasan singkat, bahwa Willar berhasil lari, sementara empat anak buahnya tewas. Ia lalu balik bertanya, mengenai bagaimana keadaan Haden, Kruz, dan Tarron.

"Tarron pingsan karena dipukul kepalanya, tapi ia sudah sadar," kata Tuan Hiller. "Kruz mengalami beberapa luka tusuk di tubuhnya, tapi ia selamat dan akan segera pulih. Terima kasih untuk Tuan Buschan yang memiliki banyak peralatan dan obat-obatan bagus di keretanya. Namun Haden, sayangnya tidak. Luka-lukanya terlalu parah. Ia meninggal semalam."

"Ah ... bukan kabar yang sepenuhnya baik."

"Dan itu semua terjadi di penginapanku." Tuan Hiller tampak kesal.

Pierre memandangi si pemilik penginapan beberapa lama, lalu berkata, "Ya. Seharusnya tidak terjadi. Anda harus lebih berhati-hati. Di lain waktu kita mungkin tidak akan seberuntung ini."

"Betul."

"Quino dan kedua anak ini sudah berhasil selamat," lanjut Pierre, "dan aku tidak ingin, sedikit pun, ada sesuatu yang buruk terjadi lagi pada mereka."

Tuan Hiller mengangguk. "Tentu saja. Aku juga berharap begitu."

"Bagus."

Wester yang mendengarkan ucapan mereka benar-benar tidak paham. Ucapan mereka seolah punya arti yang lebih dalam. Seperti ada sesuatu, yang disembunyikan oleh salah seorang dari mereka atau mungkin malah keduanya.

Atau jangan-jangan, kedua orang itu sudah sama-sama paham apa yang dimaksud oleh lawan bicaranya.

"Apakah Kruz mengatakan sesuatu?" tanya Pierre.

"Ia ingin pulang segera ke Tierra," kata Tuan Hiller. "Ia bilang tugasnya sudah gagal dan ia hendak mempertanggungjawabkannya segera."

"Begitu? Apa ia sudah bisa melakukan perjalanan sendiri?"

"Ia akan ikut dengan kami," Tuan Buschan menyahut dari samping. "Aku yang akan membawanya dengan keretaku. Tujuan kami sama, ke Tierra."

"Aku dan Rigon juga akan mengiringi rombongan Tuan Buschan," sahut Tuan Taggar si pandai besi. "Aku bisa ikut membantu juga nanti, kalau seandainya ada yang berani mengganggu."

Pierre mengangguk. "Bagus. Aku percaya padamu, Taggar."

"Tuan-tuan," tiba-tiba Quino berkata. "Tuan Buschan, aku minta izin ... untuk bisa ikut lagi ke dalam rombonganmu."

Tuan Buschan tertegun dan memandangi pemuda itu beberapa saat.

Ia menoleh sejenak ke arah Pierre seolah meminta persetujuan.

Ketika melihat Pierre mengangguk, Tuan Buschan ikut mengangguk. "Boleh. Tapi aku tak mau lagi melihatmu bertindak bodoh!"

"Aku berjanji," Quino menjawab dengan cepat. "Dan aku juga akan bilang pada Kruz, bahwa tugasnya tidak gagal. Sesampainya di Tierra aku akan ikut bersamanya menemui—"

Sebelum Quino menyelesaikan kalimatnya, Pierre memotong. "Itu tindakan yang baik, Quino." Ia menepuk bahu pemuda itu dengan hangat serta menatapnya lekat-lekat. Bagi Wester, terlihat seolah ksatria itu sedang menegur Quino untuk tidak bicara sembarangan. "Lakukan apa pun yang harus kau lakukan, tapi ingat, tetap waspada. Mengerti?"

Quino tertegun, kemudian mengangguk. "Ya, Tuan, aku mengerti. Jangan khawatir."

"Aku akan meminta Tuan Taggar menemani kau dan Kruz."

Tuan Taggar melirik sejenak ke arah Pierre, lalu ikut mengangguk.

"I—iya. Terima kasih, Tuan," kata Quino.

Wester mengerti sedikit-sedikit. Tadi Quino hendak bilang pada semua orang bahwa ia akan menemui Tuan Hanshin di Tierra, dan mungkin membeberkan semua yang ia tahu tentang peredaran drakunst ke yang lainnya.

Namun, sepertinya Pierre menganggap itu sesuatu yang harus dirahasiakan, dan sebaiknya Quino tutup mulut. Apakah berarti ada seseorang yang belum bisa dipercaya oleh Pierre di sini? Tuan Hiller, Tuan Taggar, atau Tuan Buschan?

Valley of WizardsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang