Bab 31 ~ Permintaan Zerua

78 58 1
                                    

Tulio melanjutkan ceritanya.

"Kami menemukan pedagang itu di Irs-Tuar. Ia mengaku bahwa ialah yang meminta si penyihir untuk melakukan echirinst. Namun, karena merasa proses itu gagal dan tak ada tuah yang muncul di pisau itu, ia memutuskan untuk menjualnya. Tapi saat menjual ia berkata pada pembelinya bahwa pisau itu bertuah. Itulah yang berhasil membuat pisau itu dijual dengan harga yang lumayan menguntungkan. Kami bertanya siapa pembeli itu, dan dia menjawab, pembelinya adalah pemuda bernama Quino dari rombongan Tuan Buschan."

Wester dan Mina saling memandang.

Sekali lagi, Quino terlibat dalam masalah!

Mina mengangguk-angguk seperti berusaha mengingat-ingat. "Ya, waktu kami dulu mampir di Irs-Tuar, Quino memang pernah berkata bahwa ia baru saja mendapat barang bagus. Ia tampak senang saat itu, tapi belum mau bilang apa barangnya. Setelah kami sampai di Hioriun ia berubah. Ia bilang barang itu jelek dan tidak berguna, jadi ia menjualnya lagi, tapi dengan harga murah karena tidak berhasil meyakinkan pembelinya bahwa itu barang yang bagus. Rupanya, pembeli itu adalah Drell, teman kami di rombongan."

"Dan ... pisau itu akhirnya sampai di tanganmu," kata Zerua.

"Itu karena Drell ingin mendapatkan batu hitam Hessen milikku," jawab Mina. "Ya, kurasa tidak ada ruginya. Kami saling menukar barang. Aku memberikan batuku, dan ia memberikan pisaunya."

"Tapi saat itu kami belum tahu kalau Quino memberikannya pada orang lain," kata Tulio. "Saat bersamaan kami juga mendapat kabar buruk. Keluarga kami di Tavar mendapat masalah lagi. Ada utang yang harus dilunasi, ada satu lagi kakak Zerua yang sakit. Kami terpaksa menghentikan pencarian dan kembali dulu ke Tavar. Setelah masalah beres, baru kami pergi lagi ke Lembah Heiszl. Ternyata rombongan Tuan Buschan juga baru saja keluar dari Hioriun. Ketika kalian mampir di sebuah desa untuk bermalam, kami ikut bergabung dan membaur bersama kalian. Zerua bahkan ikut bernyanyi."

"Oh, iya, suaranya bagus," Mina memuji.

Zerua tersenyum mendengarnya. "Terima kasih."

"Saat itu kupikir kalian orang desa," kata Wester.

"Sebaliknya orang-orang desa mengira kami termasuk dalam rombongan Tuan Buschan." Tulio meringis, tampaknya senang karena siasatnya saat itu berhasil.

"Lalu, kau mengajak Quino minum-minum?" tanya Mina.

"Ya, ia tidak sulit untuk diajak minum," jawab Tulio. "Kulihat saat makan malam ia tidak membawa pisau di pinggangnya, jadi kupikir ia pasti menyembunyikannya di kereta. Jadi, aku pun mengajaknya ke kedai."

"Dan ia membocorkan sesuatu padamu saat mabuk?"

"Tidak. Ia lebih banyak bercerita tentang masa lalunya, dan bagaimana ia ingin jadi orang kaya suatu hari nanti. Yang jelas aku berhasil memancingnya ke kedai, dan Zerua punya kesempatan untuk menyusup ke keretanya dan mencari pisau itu. Tapi Zerua tak berhasil menemukannya, dan bahkan hampir saja ditangkap oleh salah seorang teman kalian."

"Aku tidak mengerti," kata Wester. "Kenapa kamu tidak langsung bertanya saja pada Quino? Mungkin ia bisa mengerti masalahmu dan memberitahumu ada di mana pisau itu."

"Saat itu kami belum yakin apakah pisau itu bertuah atau tidak. Seandainya bertuah, bisa jadi Quino tak mau menjualnya, atau mau tapi harus kami beli dengan harga yang tinggi. Padahal keluarga kami baru saja bangkrut, kami tak punya banyak uang saat ini."

"Tapi menyusup semacam itu adalah perbuatan yang tidak baik," tukas Wester. "Dan malah membuat kalian jadi terlihat seperti penjahat."

Tulio mengangguk. "Saat itu kami tidak berpikir panjang. Yang kami pikirkan hanyalah bagaimana secepatnya bisa mendapatkan Pisau Zalanther. Sayangnya, Quino lalu menghilang. Kami kebingungan ke mana harus mencari, lalu kami menebak-nebak, mungkin pemuda itu pergi lebih dulu ke Erien. Maka kami berdua pergi juga ke sana, secepat mungkin, berharap bisa menyusul. Di Erien kami mencari dan bertanya ke beberapa orang, dan kami yakin bahwa memang benar seseorang yang mirip dengan Quino pernah berada di kota itu. Tapi anehnya, katanya orang itu sudah ditangkap oleh dua orang lainnya.

"Kami bingung, bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi pada Quino. Ia terlibat dalam masalah apa, dan dibawa ke mana? Untunglah kami lalu mendapat informasi, ada dua orang yang tengah membawa tawanan pergi ke arah selatan menggunakan kereta. Kami yakin itu Quino, maka kami pun mengikuti mereka, hingga akhirnya sampai di penginapan Tuan Hiller. Tapi kami belum berani bergerak lebih jauh, hanya mengamati apalagi karena berikutnya muncul kejadian-kejadian tak terduga. Lima prajurit datang, Quino diculik, kalian berdua juga. Untunglah akhirnya semua bisa kembali dengan selamat.

"Kalian kemudian pergi ke Goetz. Kami akhirnya memilih menemui Quino dan langsung bertanya. Akhirnya kami tahu bahwa dengan cara sederhana begitu tetaplah merupakan tindakan yang paling baik dan terhormat. Namun, Quino menjawab, pisau itu tidak lagi ada padanya, dan kini dipegang oleh Wester. Anak ini." Tulio memandangi Wester.

"Wester, Pisau Zalanther itu milik keluargaku," kata Zerua. "Sangat penting bagiku untuk memilikinya kembali. Aku berharap begitu pisau itu ada lagi di tanganku, dewa berkenan memberikan berkahnya, dan keluargaku tidak lagi ditimpa kemalangan. Kuharap kau mengerti."

Wester memperhatikan pisau di tangannya. Sebenarnya ia sudah percaya dengan sejarah pisau tersebut, dan tidak masalah jika ia harus memberikannya pada Zerua. Namun, ia tak menyangkal, ada sesuatu di dalam dirinya yang menginginkan benda itu. Atau sebaliknya, ada sesuatu di dalam pisau tersebut yang membuat Wester tidak ingin berpisah dengannya. Seolah ia dan pisau itu telah terhubung secara magis, saling membutuhkan.

Bukti kedekatannya dengan pisau itu juga nyata; pisau itulah yang telah membantu Wester menemukan kepercayaan diri saat ia melepaskan diri dari Willar. Namun, ia tidak yakin orang lain akan percaya dan mengerti hal yang ia rasakan.

Mina tampaknya memahami keraguannya, dan berkata pada Tulio dan Zerua, "Apakah kalian tahu bahwa echirinst di pisau itu sebenarnya berhasil, dan sekarang ada tuah di dalamnya?"

Tulio dan Zerua memandanginya, kemudian menggeleng.

"Apa itu benar?" tanya Zerua lirih.

"Kami ..." Tulio meneguk ludah. "hanya punya sedikit uang. Kami tidak bisa membeli dengan harga tinggi."

"Wester tidak peduli dengan uang. Aku percaya dia mau-mau saja memberikan pisau ini dengan senang hati!" tukas Mina. "Aku berkata begitu bukan karena kami ingin uang, tetapi karena aku harus jujur. Aku berkata benar, ada tuah echirinst di sana. Wester berasal dari Lembah Heiszl, dan ia bukan keturunan penyihir biasa. Ia bisa merasakan kalau sihir ada di dalam pisau ini. Betul, 'kan?" Ia menoleh ke arah Wester.

Yang lain ikut menatapnya.

Semua orang menunggu Wester memberikan jawabannya.

Valley of WizardsWhere stories live. Discover now