Bab 34 ~ Kalung Serupa

82 55 1
                                    

Danan membungkuk dan mendekatkan wajahnya, berusaha melihat kalung yang tergantung di leher Mina. Dahinya agak berkerut, matanya menyipit, dan ia bergumam, "Ya, sepertinya pernah."

Ia mengangkat lagi wajahnya dan bertanya dengan pandangan menyelidik, "Kau mendapatkan batu ini di mana?"

"Seseorang memberikannya padaku. Ibuku."

"Ibumu ...?"

"Ya." Mina mengangguk. "Kau tahu?"

"Siapa? Ibumu?"

"Bukan. Orang yang mempunyai kalung yang sama dengan ini."

"Ya, aku ... sepertinya aku tahu." Danan tampak sedikit ragu. Laki-laki itu kembali memperhatikan Mina. "Ia seorang wanita. Ia tinggal di barat kota, tak jauh dari sungai. Rumahnya berlantai dua dan sudah tua. Mudah terlihat dari jauh, kalian tak mungkin keliru."

"Kau tampak tidak yakin," Pierre berkata.

"Begitulah ..." Pandai besi itu membalas tatapan Pierre.

Dari ucapan Danan, Wester merasa laki-laki sebenarnya cukup yakin, tapi mungkin sedang merahasiakan sesuatu.

"Baiklah, kalau begitu kami akan ke sana," kata Mina sedikit canggung. "Terima kasih, Tuan, atas informasinya."

Mereka bertiga berbalik.

Namun sebelum ketiganya pergi, si pandai besi berkata, "Setelah kalian mengunjungi wanita itu, bisakah kalian mendatangiku sekali lagi?"

Wester, Mina, dan Pierre saling berpandangan, belum paham apa maksudnya. Namun, Mina segera menjawab, "Ya, kami akan datang."

Ketiganya berjalan sambil menuntun kuda, menyusuri jalanan kota ke arah barat, dari tempat-tempat yang ramai hingga ke tempat yang lebih sepi. Mereka tiba di dataran rendah. Di bawah perbukitan tampak sungai kecil yang mengalir lambat, dan di seberang sungai terdapat kaki Gunung Gaston yang puncaknya menjulang terselimuti awan. Di lereng gunung berbatu itu tampak beberapa gua, baik yang berukuran besar maupun yang kecil. Sejumlah orang berkumpul di gubuk-gubuk yang dibangun di depan setiap gua.

Wester dan kedua rekannya tak perlu menyeberangi sungai karena rumah yang mereka tuju berada tak jauh di utara, dikelilingi oleh pepohonan yang jangkung dan rindang. Ketiganya menaiki kuda, lalu mereka berkuda menyusuri jalanan tanah yang cukup lebar dan berkelok-kelok penuh bekas roda kereta, sebelum akhirnya sampai di halaman rumah itu.

Mina turun dari kudanya, diikuti oleh Wester dan Pierre.

Gadis itu kemudian mengetuk pintu depan rumah. Namun setelah menunggu beberapa lama, mereka tak mendapatkan jawaban.

"Apa pemilik rumahnya tak bisa mendengar?" tanya Wester yang berdiri di belakang Mina. Gadis itu hanya menggeleng ragu.

Pierre yang berdiri lebih jauh di belakang menyahut, "Kurasa mereka sedang pergi tadi."

Mina menoleh, kemudian mengangguk. "Kau benar. Itu mereka."

Sebuah kereta dengan bak terbuka yang ditarik oleh seekor kuda datang mendekat. Yang mengendalikannya adalah seorang gadis berambut panjang diikat yang wajahnya cukup manis. Di samping gadis itu ada seorang wanita lain yang lebih tua, yang menggunakan syal di lehernya untuk menjaganya dari hawa dingin.

Ketika berhenti di depan rumah, gadis itu membantu si wanita tua untuk turun, lalu memandangi ketiga tamunya dengan tatapan bertanya-tanya. Sementara ekspresi wajah si wanita tua tak berubah, seolah tak melihat perubahan apa pun. Sesaat kemudian baru Wester sadar, wanita tua itu buta.

Pierre membungkuk. "Selamat pagi."

"Kalian mencari kami?" gadis itu bertanya.

"Ada siapa, Choya?" si wanita tua ganti bertanya.

Valley of WizardsWhere stories live. Discover now