17. Tentang Mazoya

9.6K 298 54
                                    

Aneska terbangun karena merasakan sudah waktunya untuk bangun. Ternyata dirinya ketiduran seraya duduk disamping Barra. Aneska yang masih teringat kejadian malam pun langsung menurunkan handuk kecil dari kening Barra, dan dia menyentuhnya dengan telapak tangannya.

"Kok makin Demam sih" gumam Aneska terlihat cemas.

Aneska bangkit dari duduknya untuk mengganti air kompresan ya lagi seraya menyiapkan obat untuk Barra.

Saat dirinya kembali, Aneska melihat Barra terduduk dengan bersandar dikepala kasur seraya memijit pelipisnya dengan wajah pucat.

"Bar lo masih demam" ucap Aneska duduk disamping Barra.

Barr menghiraukan Aneska dan ingin bangkit, tapi Aneska menahannya.

"Bar, jangan pergi dulu, lo masih sakit" cegah Aneska.

Barra mengempaskan tangan Aneska kasar. "Gak usah sok perduli sama gue" ucap Barra dengan suara seraknya.

Barra berjalan dengan sempoyongan, tapi dengan cekatan Aneska menahannya. "Lo masih lemes, gak usah sok kuat"

Aneska menuntun Barra untuk kembali merebahkan dirinya di ranjang. Laki-laki itu terlihat menurut.

"Minum obat dulu" suruh Aneska mengambil obat da air minum untuk Barra.

"Kalo lo mau marah sama gue, lo butuh tenaga, jadi harus sembuh dulu" tutur Aneska menyodorkan sebuah pil untuk Barra.

Barra menerimanya dan meminumnya di bantu oleh Aneska.

"Kalo udah minum obat. Sekarang lo, gue kompres lagi" tutur Aneska memeras handuk kecil itu.

Aneska mengusap terlebih dahulu tangan, kaki dan leher Barra dengan telaten. Lalu dia mengusap wajah Barra dengan handuk kecil itu.

Bohong, jika jantung Barra tidak berdegup saat wajah Aneska sangat dekat dengan wajahnya. Bahkan gadis itu tersenyum saat ditatap oleh Barra.

"Ekhem" Barra berdeham gugup.

"Gue bisa sendiri" Barra menarik handuk kecil itu dari tangan Aneska membuat Aneska mendesis kesal.

"Yaudah, gue mau buatin lo bubur dulu. Lo pasti laper kan"

"Nes?" Panggil Barra menahan tangan Aneska begitu saja. Aneska hanya terdiam.

"Emang bener dia kembar?" Tanya Barra melirik perut Aneska.

Aneska melepaskan tangan Barra begitu saja. "Iya, kenapa? Lo mau marah lagi?"

Barra menggelengkan kepalanya. "Gak cukup energi untuk nyiksa lo sekarang"

"Berarti kalo lo udah sembuh, lo mau nyiksa gue karena anak ini?"

Barra mengangguk. "Gue udah bilang, satu anak aja udah buat gue bingung, apalagi dua anak"

"Kan lo yang buat, Barra! Lo yang nanam benih di perut gue" kesal Aneska.

"Emang iya? Kok gue gak sadar"

Aneska mengernyit. "Kalo bukan anak lo terus anak siapa? Aslan?"

Barra mendesis kesal karena nama itu Aneska sebutkan tiba-tiba. "Beraninya lo nyebut-nyebut nama Aslan didepan gue"

"Kalo lo gak akui anak ini juga gapapa kok. Gue bisa bilang sama Aslan untuk akui anak ini. Meskipun dia gak melakukan—"

Dengan kasar Barra menarik tangan Aneska hingga perempuan itu terjatuh diatas dada Barra dan menatapnya. Seketika jantung Aneska berdegup dengan kencang.

"Gue bakal hukum lo kalo anak itu ternyata mirip sama gue, bukan mirip Aslan." Tutur Barra tajam.

Aneska ingin bangkit tapi Barra menahan tubuhnya kuat hingga Aneska terjatuh kembali memeluk tubuh Barra.

HELLO BARRA : MY BAD HUSBAND (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now