32. Saling khawatir

8.7K 273 32
                                    

Berhari-hari Aneska mengikuti kemanapun suaminya pergi. Mulai dari menemaninya bekerja, sampai menemani setiap aktivitas laki-laki itu.

Perubahan Barra nampak di sanjung oleh orang banyak, awalnya Aneska tidak yakin mereka akan percaya dengan semua sandiwara yang dilakukan dirinya dan Barra, tapi lama kelamaan Aneska merasakan jika Barra bersikap sangat tulus dan tidak berbohong kepada semua orang.

Seperti saat ini, Barra sama sekali tidak melepaskan genggaman Aneska selama berjalan mengelilingi komplek pada pagi hari. Ya, Barra selalu mengajak Aneska untuk berolahraga pagi setiap dirinya libur bekerja, entahlah laki-laki itu sangat memperhatikan sekali kesehatan Aneska.

"Bar?" Panggil Aneska menghentikan langkahnya, Barra ikut berhenti.

Barra melirik Aneska dengan tatapan tidak suka. "Gue kan udah bilang, panggil gue Mas Barra!"

Aneska memang tidak mendengar penuturan laki-laki itu, karena Aneska belum terbiasa saja memanggil Barra dengan sebutan mas.

"Bodoamat Barra!" Cibir Aneska seraya mengulurkan lidahnya membuat Barra kesal. Barra mendesis.

"Kenapa?"

"Gue mau itu." Ucap Aneska menunjuk kearah pohon mangga milik tetangganya itu.

"Mangga muda?"

Aneska mengangguk. "Nanti gue beliin." Ucap Barra enteng lalu menarik tangan Aneska lagi, tapi Aneska menahannya.

"Barra, gue mau yang itu. Kayaknya enak banget, bar." Kekeh Aneska.

"Itu punya orang, Aneska."

"Di beli, kan, bisa."

Barra terdiam melihat kearah pohon mangga yang menjulang tinggi itu.

"Ayo, bar. Ini kayaknya keinginan baby twins deh." Ucap Aneska merayu Barra.

Barra tidak bisa menolak, jika semuanya menyangkut keinginan anaknya. Dia menghela nafasnya kasar lalu pasrah berjalan kearah rumah berpagar itu.

"Permisi?" Panggil Barra memencet bel rumah orang tersebut.

"Iya, ada apa mas Barra?" Seorang paruh baya keluar menemui Barra karena memang mereka tetanggaan.

"Saya mau membeli mangga muda itu, apakah boleh?" Tanya Barra dengan sopan.

"Istrinya ngidam ya?" Tanyanya melihat kearah Aneska. Aneska mengangguk dengan tersenyum.

"Bagaimana?" Tanya Barra lagi.

"Silahkan mas Barra ambil aja, tidak usah membeli, lagian juga mangganya masih muda-muda." Suruh seorang paruh baya itu.

"Ambil? tapi pohonnya tinggi."

"Iya, ambil saja sendiri. Mas Barra bisa memanjat kan?"

"Saya gak—"

Aneska menyikut Barra begitu saja. "Bisa kok, Bu."

"Nah, iya, ambil aja ya. Terserah mau berapa, intinya istrinya suka." Tutur paruh baya itu.

Aneska mengangguk. "Terimakasih ya bu."

Paruh baya itu mengangguk. "Iya sama-sama, saya masuk dulu ya, saya lagi masak soalnya."

"Iya Bu Silahkan, maaf mengganggu."

"Tidak apa-apa sama tetangga sendiri ini."

Aneska meringis tanpa dosa, sedangkan Barra masih memandang pohon yang menjulang tinggi itu.

"Gimana gue naiknya?" Bingung Barra.

"Bisa, ayo." Tutur Aneska.

"Mending beli di mall, nes. Daripada gue harus manjat pohon setinggi ini."

HELLO BARRA : MY BAD HUSBAND (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang