Bab 2

3.5K 254 24
                                    

Masalah


Alana di turunkan di depan gerbang rumahnya. Rumah yang ingin sekali dia tinggalkan, rumah yang membuatnya menjadi seperti sekarang. Walalupun mentari hangat menyambutnya, tapi di dalam hati Alana ada sekumpulan bencana. Bencana yang selalu melanda hatinya. Dia masih anak yang polos, di umur Alana yang sekarang, Alana harus menanggung semuanya sendiri.

Alana berpikir, andai saja ayahnya itu tidak membuang mikey, pasti kejadian yang menimpanya tidak akan terjadi. Alana berjalan memasuki halaman rumah yang semakin lama semakin menyeramkan itu. Bata press yang di injaknya bagai kumpulan ranjau darat yang siap meledakan hatinya.

Dia menerima semua ocehan ibunya saat dia masuk ke rumah itu lagi.

"Ohh... kamu akhirnya kembali lagi, padahal kami sempat bahagia tidak ada kamu semalaman." Kata-kata yang menusuk hati itu terucap dengan sangat santai, tanpa beban.

Sejak hari dimana dia menghilang dari rumah Alana menjadi semakin penakut. Selama tiga hari Alana masih bisa merasakan sakit akibat ula pria bertopeng itu. Alana pikir setelah sakitnya hilang dia akan bisa beraktifitas seperti biasa. Tapi dia salah.

Alana selalu mengurung diri di kamar, di balik selimut hangat berbahan mirip handuk. Alana menghabiskan hari-harinya seperti mayat hidup, hanya selimut berwarna biru itu yang kini setia menemani Alana tiap malam.

Alana mengalami demam selama hampir seminggu. Sakit yang di deritannya membuat orang tuannya menjadi perhatian pada Alana. Perhatian itu membuat sakit di hatinya perlahan sembuh. Tentu saja perlakuan itu kembali berubah setelah Alana kembali sehat. Dia menjadi pembantu rumah itu lagi.

...

# Enam tahun kemudian #

Hidup Alana mengalami keterpurukan. Dia hidup jauh dari yang dia bayangkan. Sesekali dia hanya menghayal tentang orang tuannya yang tiba-tiba meninggal dunia, atau orang tuannya yang terkena sakit parah. Dia tau surga ada di telapak kaki ibu, dia juga tau jasa ibu tidak akan bisa terbalas. Tapi dia juga tau kalau doa ibu untuk kejahatan lekas terkabul.

Yang membuatnya bertahan hanya keyakinannya sekarang. Dia yakin kalau suatu hari nanti orang tuannya akan meminta maaf padannya. Sebelum dia mendapat harta, Alana hanya bisa bertahan.

...

Siang itu, di dalam rumah Alana. Suasana sedang panas-panasnya, bukan karena matahari yang meraung. Di ruang makan terjadi perdebatan hebat antara Alana dan ibunya. Hari itu kesadaran Alana mulai pudar. Dia yakin kalau dia tidak bertindak, orang tuanya tidak akan berubah.

"Bu sudah sejak susi lahir ibu memperlakukan aku seperti pembantu." Cetus Alana pada ibunya. Ibunya hanya terdiam mendengarkan. "Aku ini juga anak ibu, seperti Susi, aku juga butuh perhatian."

"Uhuk..!!" Ibu Alana terbatuk, batuk yang di buat-buat.

Alana menyambung kata-katanya. "Setahun lagi aku mau lulus SMA, aku ingin kuliah."

"Kamu mau minta hak mu?"

"Iya bu, sudah cukup ibu memperlakukan aku seperti budak, ini sudah jaman modern. Ibu bisa menyewa pembantu. Atau Susi sekalian."

"Ehh, jaga omonganmu, aku ini ibumu. Kamu sekolah sampai sekarang itu karena aku masih menghargaimu. Tinggal di rumah ini tidak gratis." Balas ibu Alana menggelegar.

"Tapi bu..."

"Sudah cukup, kamu jangan jadi anak yang durhaka. Sekali lagi kamu melawan ibu, kamu akan ibu usir."

"Ini namanya tidak adil bu, Susi tidak pernah ibu perintah macam-macam. Malah dia selalu di belikan barang-barang baru."

"Kamu jangan berharap ya. masa depan Susi masih panjang, dia itu lebih baik darimu. Dia akan mendapat suami yang kaya, dan dia bisa membahagiakan kami."

SECOND Psychopath (Completed)Where stories live. Discover now