Bab 20

1K 79 0
                                    

Jebakan pertama

Pikiran Benji dan Ferina terfokus pada tempat tujuan mereka. Ferina bahkan melupakan mobil pribadi miliknya yang mungkin sekarang sudah di porak-porandakan para bodyguard si sutradara. Masa bodoh dengan itu, sebuah sasaran jelas ada di hadapan mereka, dan kesempatan itu tidak akan mereka sia-siakan. Seorang pembunuh, si ahli yang berpengalaman, mahasiswi yang mematikan. Itulah yang akan menanti mereka, yang akan mereka hadapi berdua.

Benji memarkir mobil SUV itu di samping rumah Andrei, selain sebagai penyamaran itu juga berguna untuk membuat kendaraan mereka tidak terlihat. Dari sana hanya tinggal beberapa rumah lagi sebelum mencapai target mereka.

"Yakin dia berada di sana?" Tanya Ferina. Tangannya memegang dadanya agar mudah mengatur nafas.

"Ini hanya dugaan sih, tapi sepertinya memang benar." Ucap Benji. Mereka berdua sedang menunduk di samping pagar rumah Andrei, saling memberi isyarat.

Ferina mengeluarkan denah rumah Andrei. Denah itu sangat berguna karena di komplek lama itu sepanjang garis yang mereka lihat rumah-rumah yang ada di sana memiliki tipe yang sama. Walaupun rumah Andrei terlihat lebih besar, kenyataannya memang lebih besar karena beberapa kali mengalami renovasi.

"Kita akan masuk lewat pintu belakang?" Ucap Ferina, terdengar seperti pertanyaan di telinga Benji.

Benji menggeleng, "Kau ingat kita menemukan denah ini dari mana?"

"Kau menggambarnya dari susunan lokasi pembunuhan, kan?"

"Benar, itu artinya?" Benji memberi peringatan.

Ferina menguatkan genggamannya, "Dia menunggu kita." Lirih Ferina disusul anggukan dari Benji.

"Lalu bagaimana? Kenapa tidak bilang kalau ini hanya jebakan?" Ucap Ferina khawatir.

"Ini kan hanya dugaan saja. Denah itu kan juga kebetulan kita dapat dari menghubungkan sebuah bukti." Jawab Benji. "Sekarang kita harus memikirkan bagaimana pemikiran si pembunuh kalau ternyata benar kita dipancing ke sini."

Ferina melihat-lihat denah yang dipegangnya, mencari tempat yang strategis untuk bersembunyi. Mengira-ngira tempat teraman bila dia adalah seorang buronan internasional. Tempat di mana bila suatu barang hilang di rumah itu, pastilah itu tempat terakhir yang dilihat untuk mencarinya. "Di kamar mandi?"

"Apa di kamar mandi dia bisa tahan berdiam selama seminggu ini?" Balas Benji. Dia yakin, seorang psikopat handal pun pasti berfikir dua kali kalau ingin membuat markas di kamar mandi. Kecuali dalam keadaan terpaksa.

"Aku tidak yakin. Tempat itu pasti nyaman digunakan untuk penantian panjang selama ini."

"Itu pasti, kecuali dia memiliki kelainan." Ucap Benji. "Sekarang pikirkan kita akan masuk lewat mana!"

"Pintu depan." Jawab Ferina yakin. "Pintu belakang pasti memiliki jebakan. Menurutku begitu."

Benji mengangguk. Mereka berdua berjongkok di semak-semak rumah pertama, melihat situasi di semua jendela. Saat dirasa aman mereka bergerak perlahan namun pasti. Di balik pohon, semak belukar, tiang rumah. Sampai akhirnya mereka tepat berada di halaman rumah Jack.

Ferina merasa sedikit janggal. Orang-orang di sekitar sini memilih untuk pindah sebentar ke tempat kerabat mereka karena dua kasus pembunuhan yang terjadi di dua titik berbeda, titik yang berdekatan. Kenapa mereka memilih untuk mengungsi? Padahal media berita sudah mereka menipulasi sedemikian rupa agar tidak menimbulkan kehebohan.

Ferina kembali focus saat Benji menghentak bahunya. Saatnya Benji untuk membuka kunci pintu rumah itu dengan kawat khususnya. Matanya terbelalak saat pintu itu dibuka dengan mudah oleh Ferina, sementara terakhir kali dia sendiri yang mengunci pintu itu.

SECOND Psychopath (Completed)Where stories live. Discover now