Bab 18

1K 99 2
                                    

Sedikit yang tersisa


Waktu menunjukan pukul lima sore saat Andrei keluar dari penginapan Dion dan Roni. Dia berjalan gontai menelusuri jalan yang terbuat dari kayu itu, otaknya menangkap beberapa peristiwa penting yang terjadi beberapa hari ini. Bukan tentang pembunuhan atau yang berhubungan dengan itu.

Beberapa peristiwa yang luput dari perhatiannya kini mulai membayanginya. Waktu pembunuhan, hubungan antara para korban, urutan kejadian, dan mungkin juga penting, umur para korban. Semua itu kini menghantui Andrei karena semua pembahasan antara dirinya dan kedua pemuda tadi.

Sayang seribu sayang, dia tidak mencatat kronologi semua kejadian pembunuhan itu. Dia terfokus pada si pembunuh, lupa akan hal-hal yang paling mendasar. Dia mengamati sekitarnya, sudah jam lima sore. Tidak banyak wisatawan yang tersisa, aktifitas mereka pun Cuma sekedar potret memotret.

Andrei menoleh ke sisi kanan dirinya, beberapa sejoli sedang dimabuk cinta. Andrei bingung kenapa harus memilih tempat yang agak suram seperti ini untuk bermesraan. Banyak masih tempat yang bagus untuk didatangi bagi pasangan, seperti taman makam pahlawan yang tidak cukup jauh dari kota Kandangan. Atau di baruh bunga, di sana tempat yang cocok bagi pasangan pemburu adrenalin.

Andrei berjalan memasuki lorong penginapannya, dia berjalan sambil menundukkan kepala. Merasa semakin dekat dengan kamar yang mereka sewa Andrei mengangkat kepala, seorang laki-laki berselisih dengannya. Andrei tertegun, kamar yang mereka sewa berada di ujung koridor sempit ini. Bila dia sudah berada dekat dengan kamar, berarti orang tadi berasal dari satu tempat yang pasti. Kamar mereka. segera Andrei ingat sesuatu, Rita?

Sekarang Andrei tepat berada di depan pintu kamar yang dia sewa. Mendekatkan tubuhnya hingga menempel di pintu lalu menempelkan telinganya pada kayu japuk itu. Dia terkejut saat reflek pintu itu terbuka, kalau saja tangannya tidak menahan tubuhnya, dia pasti sudah terhempas dengan gaya yang tidak keren.

"Apa-apaan ta...." Kata-kata yang keluar dari mulut Andrei terhenti saat Rita yang berada di depannya mengisyaratkan tanda untuk diam. Dengan bahasa tubuh, Rita membimbing Andrei untuk masuk. Menutup pintu, menguncinya dengan kunci utama ditambah tali rantai untuk berjaga-jaga kalau seseorang memiliki kunci utama di penginapan itu.

"Apa maksudnya ini?" Andrei yang merasa binggung kembali bertanya. Dia merasakan ada yang aneh di dalam diri Rita. Sikapnya menunjukan kewaspadaan tingkat tinggi. Jarang sekali Rita seperti ini.

Andrei tidak menyadari dengan keadaan Rita, tubuhnya menggigil. Bukan karena kedinginan, itu karena ketakutan. Andrei merasakan ketakutan yang sangat itu dari dalam tubuh Rita. Dia merasa orang tadi yang menyebabkan Rita seperti itu.

"O-orang tadi." Rita menjeda. Suaranya gemetar, tubuhnya tersandar di ranjang. "Apa hubunganmu dengannya?" Rita menatap Andrei penuh harapan. Matanya yang sedikit berair itu meminta perlindungan, dia seperti berada dalam cengkraman malaikat maut.

"Akut tidak tau. Aku juga tidak melihat wajahnya tadi." Jawab Andrei yang masih di serbu rasa penasaran. "Siapa yang membuatmu menjadi seperti ini? Ketakutan ini?"

"Dia membawa pesan." Celutuk Rita cepat. "Pesan maut untuk keluarga Farensi. Ini, baca sendiri pesan itu." Rita menyerahkan selembar surat. Bau amis keluar dari kertas yang berwarna kemerahan itu.

"Tidak main-main, ini ditulis menggunakan darah." Andrei langsung membaca surat itu saat Rita menunjukkannya.

Di surat itu tertulis 'Keluarga Farensi yang terlaknat. Dengan segala hormat aku ingin kalian meminta maaf atas apa yang telah kalian lakukan padaku. Ingatlah ini, aku tidak akan menyerah walaupun aku mati. Selalu ada yang mengejar kalian.' Andrei terdiam sejenak memikirkan isi surat itu. Surat itu ditulis menggunakan darah, darah sebanyak ini tidak akan mungkin bila berasal dari manusia. Dia yakin itu darah binatang, ternak mungkin.

SECOND Psychopath (Completed)Where stories live. Discover now