Cerita 1 - Membantu Pak Rizal

40K 2.9K 124
                                    

Di sebuah ruangan administrasi dan biro pendidikan, tampaklah seorang perempuan yang sedang duduk dengan tatapan mata yang mengarah lurus ke depan layar komputer. Di saat karyawan yang lainnya sedang sibuk mondar-mandir dan juga saling melontarkan perkataan, dia hanya terdiam dan membisu. Entah semenarik apa yang sedang dilihat, yang jelas dia tidak sadar jika sejak tadi ada seseorang yang berdiri tepat di depan mejanya.

"Hei, Leeandra! Lo lagi ngelamunin apaan sih?" Sebuah tepukan cukup keras pun mendarat di bahu Leeandra. Membuatnya sedikit tersentak lalu mengalihkan pandangan ke arah sang pelaku.

"Eh, Mbak Ina? Ada yang bisa Leeandra bantu, Mbak?" tanya Leeandra saat mendapati perempuan yang menjabat sebagai resepsionis di prodinya ini.

"Gue bukan dosen kali, Lee. Yang setiap ketemu lo cuma buat minta tolong doang," jawab Mbak Ina seraya mengangkat dua kantung plastik besar yang sejak tadi dibawanya.

"Nih, gue bawa barang dagangan lagi. Kalau pekan lalu gue bawa celana-celana kulot, nah sekarang gue bawa kerudung!" Dengan gerakan cepat, Mbak Ina mengeluarkan kerudung beraneka warna dan motif itu.

Jika ada yang bertanya mengapa Ina bisa bebas berjualan seperti ini? Oh, tentu saja karena hari ini adalah hari Jumat. Hari di mana seluruh karyawan FMIPA baru mulai bekerja pada pukul 09.00. Bukan karena diperbolehkan datang lebih siang, tapi dekan fakultas ini mencanangkan budaya Jumat sehat dengan mengadakan senam bersama yang selalu selesai saat jam menunjukkan pukul 08.30.

"Ayo dilihat dan dipilih dong, Lee. Siapa tahu ada yang cocok buat ibu lo atau bahkan calon ibu mertua lo." Mbak Ina yang memiliki jiwa pedagang tulen itu pun terlihat tengah merayu sang asdos.

Alih-alih menolak, Leeandra justru tertawa terbahak-bahak. "Ya Allah, Mbak Ina. Ada-ada saja sih, sampai nyebut-nyebut ibu mertua segala!"

Sementara Leeandra masih tertawa, ruang ADM & BirPen itu sudah menjelma menjadi pasar Tanah Abang di H-1 lebaran. Begitu ramai dengan suara kantong yang bergesekan dan juga suara tawar-menawar dari para karyawan yang kini mengepung Ina.

Di tengah-tengah berlangsungnya kegiatan ekonomi itu, secara tiba-tiba suara dehaman terdengar dari arah pintu ruangan. "Leeandra, sekarang kamu ke ruangan saya." Kalimat yang diucapkan dengan nada dingin itu sontak membuat semuanya terdiam.

"Baik, Pak Rizal," jawab Leeandra yang kemudian beranjak dari tempatnya.

Saat tubuh Pak Rizal sudah tak terlihat lagi, terdengarlah sebuah komentar yang dilontarkan oleh Mbak Dewi, karyawati bermulut paling ceplas-ceplos di ruangan ini. "Gara-gara kedatangan Pak Rizal yang mirip banget sama satpol PP, jantung gue mau copot tahu, nggak? Eh, untung saja dia tidak nyita barang dagangan lo, Na. Kalau iya, pasti rugi bandar lo!"

Sembari ikut tertawa dengan yang lainnya, Leeandra pun berpamitan pada semuanya. "Sana deh, Lee. Kalau bisa lo panasin juga tuh si Nitrogen cair!" tanggap Mbak Ina yang mengatakan bahwa sikap dosen yang baru setahun mengajar di prodi ini, sangatlah mirip dengan zat pembeku tersebut.

*****

Sesampainya di depan pintu yang berpapan nama Rizaldi Leonard Hendratama, Ph. D, Leeandra langsung mengetuknya.

"Masuk," suruh Pak Rizal dari dalam ruangan.

"Selamat pagi, Pak Rizal," sapa Leeandra setelah dirinya sudah berada di dalam ruangan.

"Pagi."

"Ada yang bisa Leeandra bantu, Pak?"

"Apa saja kegiatanmu hari ini?" tanya Pak Rizal balik dengan mata yang tidak lepas dari layar komputernya.

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang