Cerita 7 - Pergi Bersama Pak Rizal

18.9K 2.1K 100
                                    

Sementara Leeandra terkantuk-kantuk, pria dengan kemeja merah tua bergaris vertikal putik yang duduk di sampingnya tampak sedang serius membaca sebuah koran sambil sekali-kali menyeruput kopinya. Meskipun lirikan-lirikan nakal dan senyuman-senyuman centil sudah berkali-kali teralamatkan untuknya, nyatanya Pak Rizal tidak juga peduli.

Leeandra yang awalanya tidak mau ambil pusing, kini justru merasa tak risih lantaran sebagian besar dari para penggoda itu adalah mereka yang sedang menggandeng pasangan atau bahkan sedang menggendong anak.

"Kamu ngapain melihat mereka sampai segitunya? Cemburu?" tanya Pak Rizal setelah dia menghabiskan sebuah artikel yang membahas kronologi penangkapan seorang pejabat yang telah terbukti melakukan korupsi di rumah dinasnya.

"Mereka siapa, ya, Pak?"

"Siapa pun yang melirik dan tersenyum pada saya."

"Ternyata Bapak sadar juga toh kalau digodain banyak perempuan di sini," tanggap Leeandra sambil manggut-manggut.

Melihat Pak Rizal yang kembali menekuni korannya, "Kalau memang sadar, Bapak kok nggak berekasi apa pun?"

"Saya tidak mau menjadi PIL dalam rumah tangga orang lain."

"Hahaha... Bapak sudah tua sih, ya? Makanya istilah yang dipakai juga setua itu. PIL! Pria Idaman Lain," ucap Leeandra yang kemudian buru-buru minta maaf pada sang dosen yang kini melotot tajam ke arahnya.

"Saya baru dua puluh delapan tahun, Leeandra. Sekarang saya tanya, mana ada orang berusia segitu dibilang tua?"

"Saya minta maaf, Pak. Say--"

"Sudah, saya mau ke toilet dulu." Pak Rizal kemudian bangkit dari duduknya lalu meninggalkan Leeandra yang kini dirundung rasa bersalah. Sungguh dia lupa bahwa subjek yang diajaknya bercanda kali ini adalah Pak Rizal. Iya, Pak Rizal yang bahkan tidak pernah tersenyum pada siapa pun itu.

*****

Saat keduanya sudah berada di dalam pesawat, dengan nada dinginnya, Pak Rizal berkata, "Kalau kamu mau tidur, tidurlah. Tapi, jangan harap ada adegan sinetron di antara kita berdua."

Leeandra hanya berani mengangguk lalu dengan cepat dia menolehkan wajahnya ke arah jendela. Sementara sang asisten dosen yang hari ini menggunakan kemeja dan celana bahan itu asyik melihat-lihat pemandangan, Pak Rizal malah melepas kacamata lalu memejamkan matanya.

Tiga puluh menit kemudian, Leeandra yang mulai mengantuk pun menyandarkan tubuhnya. Dia kemudian memejamkan mata dan dalam hitungan detik, dia ikut pergi ke alam mimpi, menyusul sang dosen yang kini sudah mendengkur halus.

*****

Setelah berulang kali memanggil, akhirnya Pak Rizal berhasil membangunkan sang asisten yang tengah tertidur pulas itu. "Maaf, Pak. Maaf saya ketiduran," ucap Leeandra yang kini mendapati bahwa pesawat yang ditumpanginya sudah hampir kosong.

Kembali mengucapkan maaf karena telah membuat sang dosen menurunkan kopernya, Leeandra lantas bergegas mengikuti langkah besar sang dosen. Tanpa diketahuinya, Pak Rizal yang sejak tadi hanya menggelengkan kepalanya itu, diam-diam menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

Sesampainya mereka di depan pintu kedatangan terminal dua Bandara Juanda, "Pak Rizaldi dan Ibu Leeandra?" Seorang pria yang tengah menggunakan baju bertuliskan Training and Discussing Lecturer Program Crew bertanya dengan nada setengah menyapa. Melihat anggukkan kepala dari Pak Rizal dan Leeandra, "Perkenalkan, saya Aryo. Saya adalah panitia yang bertugas untuk menjemput Bapak dan Ibu."

"Ah, begitu. Terima kasih sudah menjemput kami, Pak Aryo," sambut Pak Rizal yang kemudian mengajak Leeandra untuk mengikuti ke mana langkap pria tersebut.

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz