Cerita 38 - Keputusan Sebastian

12.8K 1.7K 185
                                    

Ketika melihat wajah dari seorang perempuan yang sedang duduk di kursi yang ada di tengah padang bunga, Leeandra memanggilnya. "Ibu?" Sosok yang dipanggilnya itu mengangguk dan tersenyum padanya.

"Leeandra kangen sama Ibu..." Leeandra kemudian berlari mendekat dan langsung memeluk tubuh dari perempuan yang melahirkannya itu. "Bu, Leeandra ikut sama Ibu saja yaa..." pintanya yang dibalas dengan gelengan tegas dari Larasati.

"Leeandra sudah tidak kuat, Bu..." Bersamaan dengan air mata yang menitik di kedua pipi Leeandra, langit biru yang menaunginya berubah menjadi sebuah layar yang menampilkan Pak Ferdian sedang menangis.

Dengan perlahan Leeandra mendongakan wajahnya. "Bapak kenapa, Bu?" tanyanya yang hanya dibalas dengan senyum oleh ibunya.

Tanpa kata, Larasati mengusap rambut Leeandra dan memberikan sepucuk surat pada putri semata wayangnya. "Ini apa, Bu?" Alih-alih menjawab, Larasati justru merenggangkan dekapannya dan bangkit dari posisinya.

"Loh? Ibu mau ke mana? Ibuuuu! Leeandra ikuuut!" teriak Leeandra saat melihat sosok ibunya lenyap dari pandangannya.

Lanjutkan perjuanganmu, Leeandra

Ibu selalu mendoakanmu di sini.

Begitu Leeandra selesai membaca surat itu, tubuhnya terasa melayang lalu tertarik ke sebuah pusaran udara. "Lee? Kamu sudah sadar,Nak?" Suara yang dikenali Leeandra sebagai milik bapaknya pun menyapa indera pendengarannya.

Dengan susah payah, Leeandra terus berusaha membuka matanya. Dia tampak beberapa kali mengerjap sebelum pada akhirnya mengedarkan pandangannya. Selain wajah Pak Ferdian, di pojok ruangan ini ada Pak Timin dan Mbok Sum yang sedang tertidur saling menyender.

"Bapak panggil dokter dulu," ucap pria paruh baya yang kemudian pergi meninggalkan Leeandra yang sedang bingung sekaligus merasakan sakit pada seluruh tubuhnya.

Seusainya dokter memeriksa dan mengatakan bahwa Leeandra dalam keadaan yang stabil, Bapak mengucapkan terima kasih dan kembali duduk di samping ranjang sang putri semata wayang. Dikarenakan makanan Leeandra sudah sampai, "Sekarang kamu makan ya, Lee." Pak Ferdian langsung mengambil mangkuk berisi bubur yang kemudian dicampurnya dengan kaldu dan potongan ayam rebus.

"Kamu itu kalau lagi penelitian jangan sampai lupa makan dan minum air mineral. Jangan jus sirsak terus. Jus itu memang membantumu menurunkan stress, tapi kalau kebayanyakan yang ampun lambung kamu," nasihatnya dengan tangan yang terus menyuapi Leeandra.

Leeandra yang mendengarnya hanya bisa menganggukkan kepala. Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas hingga rasanya dia tidak punya energi hanya untuk berkata 'iya'. Bagaimana tidak begitu, jika selama berada di Bandung, dirinya terus bekerja di laboratorium. Pusing yang terasa diabaikannya hingga saat hari menjelang sore, Leeandra kehilangan keseimbangan lalu terjatuh dari anak tangga kelima dari bawah.

Saat ini sudah hari Minggu siang dan itu artinya Leeandra sudah tidak sadarkan diri lebih dari 24 jam. Jangan tanyakan reaksi orang-orang terdekatnya. Tentu saja mereka semua panik dan selalu menangis saat mendapat kabar bahwa Leeandra belum juga membuka matanya.

Setelah menghabiskan menu makan siangnya, Leeandra minum obat dan tidak lama berselang, rasa kantuk menyerangnya. "Tidurlah, Nak. Biar Bapak yang gentian menjagamu di sini."

Bersamaan dengan terlelapnya Leeandra, suara pintu diketuk terdengar hingga membangunkan Pak Timin dan Mbok Sum yang semalaman sengaja bergadang untuk menjaga Leeandra.

"Fer," panggil sang tamu yang tak lain adalah Pak Tian.

"Masuk, Mas," jawab Pak Ferdian lalu mengabarkan bagaimana keadaan Leeandra.

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Where stories live. Discover now