Cerita 13 - Tekad dan Pemaksaan Pak Rizal

17.4K 2K 142
                                    

Bisa dikatakan bahwa selama sepekan kemarin, Leeandra tengah sibuk menghentikan manipulasi yang terus dilakukan oleh otaknya terkait dengan semua tindakan Pak Rizal. Setelah merasa sudah bisa mengendalikannya, di hari Senin ini, dia justru ditugaskan untuk mengikuti sebuah rapat yang diselenggarakan oleh bagian Unit Penjamin Mutu Akademik (UPMA) bersama objek pemikirannya itu. Menurut Prof. Yanto, rapat ini harus diikuti oleh setiap prodi yang akan melakukan re-akreditasi oleh BAN-PT.

Sesampainya dua delegasi prodi Fisika itu di salah satu ruangan yang terdapat di gedung rektorat, mereka langsung memusatkan perhatian pada setiap hal yang dibahas dalam program sosialisasi pengisian borang akreditasi yang kini sudah menerapkan konsep paperless.

Seusai rapat, tepatnya saat mereka sudah berada di dalam mobil Pak Rizal yang sedang melaju ke arah fakultas MIPA, sang dosen yang tengah mengunakan kemeja slim fit berwarna biru tua itu tiba-tiba saja melontarkan pertanyaannya pada Leeandra.

"Leeandra, kamu suka dengan Halim atau tidak?"

Mata Leeandra sontak membesar, sungguh dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. "Maaf, Pak? Bisa tolong diulang pertanyaannya?"

Pak Rizal pun berdecak. "Saya yakin kamu sudah mendengar pertanyaan saya dengan sangat baik," ucapnya dengan tatapan super tajam hingga membuat Leeandra menelan ludahnya dengan kasar.

"Menurut saya, Kak Halim adalah sosok yang baik, cerdas dan ramah, Pak. Jadi, kalau ditanya apakah suka atau tidak, maka saya pikir, tidak ada orang yang tidak suka berteman dengan orang seperti itu," jawab Leeandra yang memang tidak memiliki rasa suka yang berlebihan pada pria tersebut.

Seraya mengangukkan kepala, Pak Rizal pun menyuruh Leeandra untuk membuka tas yang berisi laptop miliknya. Dengan satu tangan yang masih memegang kemudi, dia mengambil sebuah undangan berwarna merah muda lalu memberikannya pada sang asisten.

"Kalau hanya mau kasih undangan dari Kak Halim ini, kenapa harus bertanya dulu soal suka atau tidaknya saya padanya, Pak?" tanya Leeandra setelah melihat namanya tertulis pada bagian penerima undangan.

"Soalnya saya tidak mau kalau tiba-tiba saja kamu menangis kejer di sini," jawab Pak Rizal dengan santainya.

"Selama ini, perasaan suka yang saya miliki terhadap orang lain tidak pernah sampai melahirkan keinginan untuk memiliki yang seperti itu kok, Pak."

"Kenapa bisa begitu?"

"Karena prinsip hidup saya berkata kalau hal-hal yang semacam itu sangatlah berpotensi untuk menjauhkan saya dari cita-cita."

Pak Rizal pun diam dan berpikir. Jadi, inilah alasan mengapa kepekaan kamu terhadap pria berada di level tiarap? Baiklah, jangan panggil aku Rizal kalau tidak berhasil membangkitkannya!

*****

Sesampainya di prodi, Leeandra pun bertemu dengan salah satu alumni yang sedang menempuh pendidikan jenjang doktoralnya di Jerman. "Mas Radjiman apa kabar?" tanya Leeandra setelah sapaannya dijawab dengan ramah oleh pria bernama lengkap Radjiman Mardikun tersebut.

"Saya, baik. Kamu sendiri bagaimana?"

"Alhamdulillah, baik juga, Mas," jawab Leeandra dan di detik selanjutnya, suara Pak Rizal sudah terdengar memanggilnya.

"Leeandra ke ruangan Prof, Adi dulu ya, Mas," pamit Leeandra yang kemudian berlari mengikuti Pak Rizal menuju di mana ruangan guru besar tersebut berada.

Setelah Prof. Adi yang memang terpilih menjadi ketua tim persiapan re-akreditasi prodi mengajak keduanya untuk masuk dan duduk, Pak Rizal langsung menjelaskan semuanya.

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang