Cerita 9 - Tidak Peka

17.5K 2.2K 107
                                    

Di hari Jumat ini, semua peserta diwajibkan untuk menggunakan pakaian formal mereka. Meskipun ketentuan itu membuat sosok Pak Rizal terlihat sangat gagah dan tampan hingga mengundang sejumlah decakan kagum dari kaum hawa, perhatiannya hanya tertuju pada sang asisten. Entah mengapa, dosen muda itu sangat yakin jika ada hal besar yang terjadi dalam hidup Leeandra.

Tak sadar diamati oleh seseorang, Leeandra yang pagi ini terlihat menawan dengan blazer hitam yang dipinjamnya dari Mbak Ina, terus saja merutuki perbuataannya. Sungguh, dirinya merasa sangat bodoh dan juga ceroboh karena telah menunjukkan sisi lemahnya tersebut. Bodoh kamu, Leeandra! Bodoh!

Waktu terus bergulir hingga sampailah acara tersebut pada agenda terakhir yakni, upacara penutupan. Tidak kalah meriah dengan pembukaan, kali ini sekjen dari Kementerian Riset dan Teknologi pun memberikan pidato singkatnya sebelum pada akhirnya dia mengumumkan dua peserta terbaik dalam kegiatan yang berlangsung selama tiga hari itu.

"Selamat kepada Muhammad Joko dari Jogjakarta dan Leeandra Kusuma Atmadja dari Jakarta. Kepalada kedua peserta yang telah disebutkan, saya persilakan untuk naik ke atas panggung."

Leeandra yang tengah sibuk menyesali perbuatannya pun terperanjat kaget. Jadi, setelah kemarin sore, Kak Halim mengabarkan bahwa alat sensor untuk keperluan tesis Leeandra sudah siap untuk dipakai, kini predikat sebagai peserta terbaik pun berhasil diraihnya. Nikmat mana yang bisa kamu dustakan, Leeandra? tanyanya pada diri sendiri.

Saat Leeandra sudah berada di atas panggung, Pak Rizal pun mengabadikan momen tersebut dengan penuh semangat. Bahkan, setelah sesi berfoto bersama seluruh peserta selesai dilaksanakan, dia mengajak sang asistennya itu untuk berfoto berdua.

"Ayo kita foto berdua." Dahi Leeandra sontak berkerut. Melihat hal itu, Pak Rizal berdecak lalu berkata, "Kamu jangan lupa kalau setelah pulang dari sini kita harus membuat laporan hasil kegiatan. Jadi, foto ini harus ada di bagian lampiran, bukan?"

Tidak ingin berdebat, Leeandra lantas memosisikan dirinya tepat di samping pria yang lebih tinggi darinya itu. Mengangkat plakat yang baru saja diterimanya dan tanpa disangka, tangan Pak Rizal pun merangkul pinggang rampingnya.

Saat Leeandra akan beranjak, Pak Rizal langsung menahannya. "Kita belum berswafoto," ucapnya yang kemudian mengatakan bahwa dirinya bukanlah pria tua yang tidak tahu dengan budaya tersebut. Rasanya aku lebih senang disindir dan dinyinyirin daripada terus ditanya kenapa menangis deh.

Saat keduanya sibuk mengatur gaya akibat perbedaan tinggi tubuh yang cukup signifikan, dari tempatnya berdiri, Bu Lita pun sibuk mengamati mereka. Dengan telinga yang terus saja mendengar pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa keduanya terlihat sangat serasi, dia pun mengabadikan pemandangan tersebut dengan kamera yang dibawanya.

"Semuanya bagus," ucap Pak Rizal seraya menunjukkan foto-foto yang sebenarnya sangat tidak mungkin untuk dimasukan ke dalam bagian lampiran dari sebuah laporan kegiatan.

*****

Saat keduanya sedang berada di ruang tunggu, "Buku apa tuh?" Pak Rizal yang sejak tadi tampak sibuk dengan ponselnya, akhirnya bertanya pada Leeandra yang sedang membaca sebuah buku tebal bersampul merah muda.

"Novel, Pak," jawab Leeandra tanpa mau menoleh ke arah sang penanya.

"Pasti novel yang berkisah tentang pria super romantis, deh."

"Oh, benar sekali, Pak," tanggap Leeandra sambil tetap menekuni buku fiksi yang berkisah tentang seorang pria manis dan romantis yang berprofesi sebagai dokter mata.

"Kenapa sih perempuan-perempuan tuh seneng banget sama pria romantis? Padahal belum tahu saja, kalau sikapnya yang begitu dimaksudkan agar perbuatan busuknya tak tercium." Pak Rizal tampak begitu berapi-rapi saat menyampaikan pendapatnya.

Alih-alih menanggapi, Leeandra justru meminta izin untuk bertanya pada Pak Rizal. "Tanya apa?" Pak Rizal dengan nada juteknya terbukti paling juara untuk Leeandra.

"Hmm.. kalau boleh tahu, di usia Pak Rizal yang hampir kepala tiga, Bapak kok belum menikah?"

"Kenapa kamu mau tahu?" Mendengar keketusan dari bibir Pak Rizal, Leeandra pun merasa begitu bahagia. Sepertinya Pak Rizal benar-benar mengikuti mauku.

"Karena saya mau akrab dengan Pak Rizal."

"Memangnya keakraban kamu sama Mbak Zetta sampai seperti ini?"

"Oh, tentu saja. Saya pernah tanya sama Bu Zetta kok, Pak," jawab Leeandra apa adanya.

"Lalu apa jawabannya Mbak Zetta?"

"Beliau belum menemukan pria yang bisa menerimanya apa adanya."

Mengangguk-anggukkan kepalanya, Pak Rizal pun berkata bahwa dirinya memang belum mencari keberadaan sang tulang rusuknya yang hilang itu. "Kenapa belum mencari? Ya, karena saya belum mau mencarinya."

"Padahal tanpa mencari pun banyak yang mau sama Bapak loh."

"Saya tidak peduli."

"Ih, dasar kanebo kering!" Tanpa sadar, Leeandra mengatai dosennya tersebut.

"Kamu bilang saya apa, Leeandra? Kanebo kering? Wah, segitu kakunya kah saya?" Leeandra menganggukkan kepalanya dengan mantap. "Asal kamu tahu, meski kata kamu saya begitu, ada loh perempuan yang sabar dan tahan banget sama saya."

"Wah, perempuan itu hebat banget, Pak!" tanggap Leeandra setengah berseru.

"Dia memang hebat, tapi sayangnya tidak peka." Usai menjawab itu, Pak Rizal lantas bangkit dari duduknya lalu melangkahkan kakinya begitu saja ke arah toilet. Dasar tidak peka! Perempuan yang saya maksud itu kamu, Leeandra! teriaknya di dalam hatinya. 

TBC...

Selamat membaca, jatuh cinta dengan karakter-karakter di sini dan jangan lupa diramaikan kolom komentarnya..

Buat pembaca baru, salam kenal, ya!

.
.
.
Kak Rurs with💎

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Where stories live. Discover now