Cerita 14 - Saat Prodi Fisika Ulang Tahun

16.2K 2K 80
                                    

Tepat dua pekan setelah pemaksaan yang dilakukan Pak Rizal terhadap Leendra, prodi Fisika merayakan hari jadinya. Sesuai dengan tradisi, maka selama sepekan ini, semua elemen yang ada di dalamnya pun turut berpartisipasi dalam serangkaian acara yang sebenarnya diadakan dari, oleh dan untuk mereka sendiri. Mulai dari kompetisi antar dosen, karyawan dan mahasiswa, seminar inspiratif, kegiatan bakti sosial hingga acara puncaknya berupa makan siang bersama.

Sembari menunggu pertandingan pertama di hari ini dimulai, "Eh, Gengs, asal kalian tahu nih. Kemarin gue lihat dengan mata sendiri kalau Mbak Ida. si sekretaris manajer SDM rektorat itu lagi mesra-mesraan sama anaknya Pak Dekan loh." Mbak Ina lantas membuka lapak bergosipnya.

"Terus, kenapa kalau mereka begitu? Bukannya Mbak Ida masih single dan anaknya Pak Dekan sudah duda, ya?" tanya Mbak Rahma menanggapi.

"Makanya jangan makan mulu lo, Ma!" Mbak Ina kemudian menjelaskan bahwa penyebab bercerainya sang anak dekan adalah Mbak Ida.

"Kayak sinetron banget sih mereka," tanggap Mbak Dewi yang bertepatan dengan datangnya Leeandra.

"Mbak-Mbakku ... kita ke lapangan sekarang, yuk! Tadi Leeandra lihat, para dosen dan mahasiswa sudah duduk manis semua loh," ucap Leeandra lalu menarik-narik lengan Mbak Ina.

"Baiklah-baiklah. Mari kita tutup dulu lapak ini," sahut Mbak Ina seraya bangkit lalu berjalan mengikuti sang asisten hingga sampai di lapangan voli FMIPA.

Sementara rombongan karyawati masih sibuk mencari tempat duduk, di lapangan bercat hijau itu tampaklah dua tim yang sudah siap untuk bertanding lengkap dengan wasit dan juga tim komentator yang diisi oleh Mas Didin yang merupakan OB dan juga Prof. Yanto, sang kepala prodi. Tim dosen-karyawan yang akan bertanding terdiri atas Mas Yudi, Mang Idin, Mas Nur, Pak Rizal, Prof. Malik dan Prof. Arif sedangkan tim lawan adalah para mahasiswa prodi Fisika yang juga merupakan anggota aktif dari UKM bola voli FMIPA.

Begitu wasit meniup peluit, kedua komentator pun menyaut, menambah semangat serta kemeriahan pertandingan. "Serve dilakukan oleh Nur dan ditangkap baik oleh Ilham. Dikembalikan dengan tajam melewati net dan untuk saja ada Pak Rizal di sana dan ... yak! Bola voli tidak bisa ditahan oleh Akbar, Saudara-Saudara!"

"Sayang sekali, sebuah poin pun tercetak untuk tim dosen-karyawan," tanggap Prof. Yanto atas komentar yang dilontarkan partnernya.

"Gue mau dong jadi komentator juga! Biar lebih cetar membahana gitu loh pertandingan ini," ucap Mbak Ina dari kursi penontonnya.

"Kalau lo yang pegang pelantang, gue yakin lo sibuk jualan, Na," Mbak Vidya menanggapi.

Dengan mata yang memandang lurus ke arah lapangan, Mbak Ina pun berkomentar, "Dingin-dingin begitu, ternyata Pak Rizal jago main voli, ya?" Semua personil geng rumpitanya pun menganggukkan kepala, tak terkecuali Leeandra. "Eh, Lee, lo nggak mau kasih handuk atau mungkin ngelapin keringatnya, gitu?" lanjutnya sambil mencolek-colek lengan sang asisten prodi yang duduk tepat di sampingnya.

Tidak mau menanggapi, Leeandra langsung bangkit dari duduknya. "Leeandra beli minum dulu ya, Mbak-Mbakku. Ada yang mau nitip, nggak?" tawarnya yang tentu saja disambut hangat oleh seluruh anggota geng rumpita, terutama Mbak Rahma yang bahkan minta tolong dibelikan dua donat cokelat dan juga risol serta pastel di kantin.

Lima belas menit berselang. Leeandra pun tampak sedang berjalan menuju lapangan dengan kedua tangan yang masing-masing membawa sekantung penuh minuman dingin dan juga camilan. Bersamaan dengan dirinya yang tengah berjalan di undakan pertama, Mas Didin berucap, "Pak Rizal melakukan serve dengan sangat keras dan ...."

"Leeandraaaa!" Belum sempat menoleh, sebuah hantaman pun mengenai kepala Leeandra hingga membuatnya kehilangan keseimbangaan. Dikarenakan tidak ada yang sempat menangkap tubuhnya, kepala dari asisten kebanggaan prodi Fisika itu punmengeluarkan darah segar akibat terantuk tepian dari undakan ketiga yang ada pada tribune penonton tersebut.

Dengan kecepatan tinggi, Pak Rizal yang tadi berteriak memanggil nama sang korban, lantas berlari mendekatinya. Setelah melepas kaosnya, dia membebat kepala Leeandra lalu menggendongnya. Tanpa meminta bantuan orang lain, Pak Rizal langsung membawa sang asisten ke klinik fakultas berada di samping prodi Matematika.

Semua yang melihat kejadian itu pun terdiam seribu bahasa dan juga terpaku di tempat masing-masing. Sungguh, mereka sangat kaget sekaligus terpukau dengan tindakan heroik yang dilakukan oleh Pak Rizal tersebut.

"Pasti ubin-ubin yang dipasang untuk menutupi seluruh undakan ini yang bikin kepalanya Leeandra bocor," ucap Mbak Ina yang kemudian membahas perihal Pak Rizal yang tampak begitu panik hingga beliau menggendong Leeandra dengan tubuh yang hanya menggunakan kaos dalam itu.

Sementara itu, setelah menyerahkan Leeandra pada dokter yang sedang berjaga, Pak Rizal pun bergegas menuju mobilnya untuk mengambil baju yang memang sengaja dia tinggalkan di sana. Setengah jam kemudian, dokter yang menangani Leeandra keluar. Meski sudah terjahit dan berbalut pernah, perempuan bernama lengkap Antari Dewi itu mengatakan bahwa pasiennya tersebut masih dalam keadaan yang tidak sadarkan diri.

Usai diizinkan untuk masuk, Pak Rizal yang sedang didera perasaan bersalah yang teramat, langsung mendudukan diri di samping ranjang. "Maafkan saya, Leeandra. Maafkan saya," ucapnya yang kemudian meminta asistennya itu untuk segera membuka matanya.

"Ayo, ba--"

"Sa-saya di mana?" Tanpa disangka, Leeandra pun membuka mata dan mengucapkan kalimat tanya yang tentunya saja membuat Pak Rizal bersorak gembira sekaligus bersyukur di dalam hatinya.

"Kamu di klinik fakultas," jawab Pak Rizal lalu kembali meminta maaf pada Leeandra.

"Tidak apa-apa, kok, Pak. La-aduh! Kepala saya sakit, Pak." Untuk pertama kalinya, seorang Leeandra Kusuma Atmadja mengeluh di depan orang lain. Sadar dengan hal itu, dia memukul mulutnya dengan cepat.

"Kenapa kamu jadi menampar-nampar mulutmu seperti itu?" tanyanya tak habis pikir.

"Maaf, Pak. Maaf karena saya sudah berani mengeluh di depan Bapak."

"Mengeluh? Maksud ka--"

"Saya sudah tidak apa-apa, kok, Pak. Sekarang juga kita kembali ke prodi, ya, Pak."

Pak Rizal yang melihat Leeandra akan bangun dari posisi berbaringnya, langsung menekan kedua bahunya. "Kamu itu bodoh atau gila?" tanyanya lalu menatap tajam sang asisten. "Kamu baru saja sadar tapi sudah bilang tidak apa-apa dan bahkan minta kembali ke prodi?" Kali ini, dosen muda itu sengaja menaikan nada bicaranya.

Melihat Leeandra yang hanya terdiam dengan mata yang tampak berkaca-kaca, Pak Rizal mengembuskan napas lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tampak kembali duduk dan bertanya. "Mengapa kamu menampar mulut kamu setelah kamu mengatakan kalau kepala kamu sakit?"

"Karena saya ... karena saya telah salah berbicara, Pak."

"Salah bicara?"

Leeandra mengangguk pelan. "Saya sudah berani mengeluh di depan Bapak dan menurut saya, hal itu sangatlah tidak pantas untuk dilakukan, Pak."

"Selama tidak mengeluh secara berlebihan dan juga disampaikan pada yang tepat, mengapa harus merasa tidak pantas?"

"Karena saya menyampaikan pada seorang atasan dan itu tidak tepat."

"Kalau saya bukan atasan kamu, apakah kamu berani mengeluh atau bahkan sampai berbagi beban hidup dengan saya?" tanya Pak Rizal sambil menatap kedua netra Leeandra dengan lekat.

"Mengapa Pak Rizal bertanya seperti ini?"

"Karena saya peduli dengan kamu, Leeandra."

"Saya berterima kasih atas kepedulian itu tapi saya juga mau meminta maaf karena selama ini, saya sudah terbiasa mengurus semua masalah sendirian, Pak." Mendengar itu, Pak Rizal sontak memejamkan matanya. Leeandra ... Leeandra ... Bahkan setelah kepalamu bocor, kamu tetap menutup rapat-rapat kehidupanmu? 

Tbc...

Diupdate tepat 00.00 yaaa😘
Happy new year!
.
.
.
Kak Rurs with💎

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Where stories live. Discover now