Cerita 22 - Pak Rizal Ikut Berkunjung

15.8K 1.8K 92
                                    

Di hari Minggu pagi ini, Leeandra pun mengunjungi makam sang ibu. Seraya mengusap pusara, gadis manis itu bermonolog lirih. "Assalammualaikum, Bu. Maaf, ya, Leeandra baru datang hari ini. Kemarin Leeandra sibuk menyiapkan diri untuk sidang dan alhamdulillahnya hasilnya memuaskan, Bu."

Leeandra mengusap pusara berwarna hitam itu. "Leeandra dan Bapak kangen banget sama Ibu," ucapnya lalu menitikkan air matanya.

Setelah cukup lama terdiam, "Oh, iya, Bu. Hari ini ada yang mau bertemu Ibu." Leeandra lantas menyilakan pria yang sejak tadi berdiri tak jauh darinya untuk bergerak mendekat.

"Assalammualaikum, Ibu. Perkenalkan, nama saya Rizaldi Leonard Hendratama. Saya dosennya Leeandra." Pak Rizal melirik sejenak ke arah Leeandra. "Saya minta izin untuk menemani dan menjaga anak Ibu," lanjutnya seraya meletakkan sebuket bunga yang memang sengaja dibelinya.

Terima kasih sudah melahirkan dan membesarkan perempuan sebaik, secerdas dan setangguh Leeandra, Bu. Kalau boleh saya minta izin lagi, izinkan saya untuk menjadi pendamping hidup anak Ibu di suatu hari nanti, ucap Pak Rizal di dalam hati sesaat sebelum dia memimpin doa.

"Pak Rizal," panggil Leeandra saat baru saja dia berdiri dan akan beranjak dari makam ibunya.

"Iya, Leeandra?" tanggap Pak Rizal seraya mengikuti arah pandang sang asdos.

"Sepertinya ... itu Bu Zetta." Leeandra lantas menunjuk ke arah sebuah pusara yang sedang dipeluk erat oleh seorang perempuan.

"Itu memang memang Mbak Zetta," jawab Pak Rizal yang kemudian mengingatkan Leeandra bahwa setelah ini mereka akan mengunjungi Pak Ferdian di rumah sakit.

"Bagaimana kalau kita temui Bu Zetta dulu, Pak?" Nyatanya, hal itu bukanlah pertanyaan karena tanpa menunggu Pak Rizal menjawab, Leeandra sudah berlari menuju ke tempat di mana dosen idolanya itu berada.

Berbeda dengan Leeandra yang saat ini sudah berada di samping Bu Zetta, Pak Rizal justru bergerak mendekat ke arah seorang pria yang tampak memaku pandangannya pada sosok perempuan tersebut.

Setelah berdeham pelan, "Apakah anda saudaranya Mbak Zetta?" tanya Pak Rizal, memecahkan keheningan di antara keduanya.

"Oh, bukan." Pria tersebut pun menyebutkan nama dan juga hubungannya dengan Bu Zetta.

"Kalau kamu dan perempuan itu?"

"Saya Rizal, rekan sejawatnya Mbak Zetta dan dia adalah Leeandra, mahasiswi dan juga asisten di prodi kami."

Mengangguk-anggukan kepalanya, pria bernama Lambda itu kembali berucap. "Sepertinya kita berdua ini sama."

"Maksudnya, Mas?" tanya Pak Rizal dengan dahi yang tampak berkerut dalam.

"Kita sama-sama sedang memperhatikan dua perempuan cerdas dari prodi fisika," jawabnya yang tentu saja membuat keduanya tertawa.

"Kalau Mas Lambda mau tahu, Leeandra itu asdos berhati es dengan kepekaan yang super minim, tapi meskipun begitu, dia adalah perempuan paling sabar, baik, mandiri dan juga cantik," ujar Pak Rizal di sela-sela tawanya.

"Zetta itu setan logika cantik yang senang sekali membuat saya tarik urat saat harus berinteraksi dengannya loh, Zal. Tapi, entah mengapa, justru hal itulah yang membuat saya jatuh cinta padanya," ungkap Pak Lambda lalu menghapus bulir air mata yang mendadak keluar di ujung kedua matanya.

Baru saja Pak Rizal akan menanggapi, teriakan Leeandra sudah menyelaknya. "Bu Zetta pingsan," terangnya yang membuat Pak Lambda langsung berlari dan mengambil alih tubuh perempuan tersebut dari pelukan Leeandra.

"Saya duluan, Pak Rizal, Leeandra," ucap Pak Lambda kemudian berlalu sambil menggendong Bu Zetta.

Tanpa bisa ditahan, Leeandra pun menitikkan air matanya. "Jangan menangis," ucap Pak Rizal yang kemudian mengusapkan kedua ibu jarinya di atas pipi sang asdos.

"Saya merasa sedih melihat Bu Zetta seperti itu, Pak," aku Leeandra yang sebenarnya sangat kaget dengan perlakuan dosennya tersebut.

"Semua orang pasti sedih melihat Mbak Zetta seperti itu, tapi bukan berarti kamu boleh menangis seperti ini." Dengan keadaan pipi yang memanas, Leeandra mengangukkan kepalanya.

Mengalihkan topik pembicaraan, Leeandra lantas mempertanyakan alasan mengapa bisa pria yang menemani Bu Zetta itu mengetahui namanya. "Bahkan saya saja tidak tahu siapa namanya, Pak."

Seraya mengajak Leeandra untuk bergerak menuju parkiran mobil, Pak Rizal pun menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan apa adanya. "Percaya nggak kamu kalau tadi saya ngobrolin fisika sama Mas Lambda?" tanyanya yang langsung saja digeleng oleh Leeandra.

"Pasti kamu berpikir kalau yang kami bicarakan adalah teori, ilmuan dan juga penemuan terbaru," tebak Pak Rizal sambil membuka kunci mobilnya.

"Kalau bukan itu, Pak Rizal dan Pak Lambda ngomongin apanya fisika?" tanya Leeandra bingung.

"Perempuan yang ada di prodi fisika." Dengan mata yang menatap lekat, Pak Rizal kembali berkata, "Bedanya, Mas Lambda cerita tentang perempuan cerdas yang suka mendebatnya, sedangkan saya menceritakan seseorang yang suka sekali disindir dan dinyinyirin."

*****

Sesampainya Leeandra di depan ruang inap Pak Ferdian, dia langsung mengetuk dan membukanya. Bisa dikatakan, sudah dua pekan ini, Leeandra tak datang mengunjungi sang bapak. Bukan tidak mau, hanya saja dirinya dilarang oleh Pak Ferdian yang memang tahu kalau putri semata wayangnya itu sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti sidang proposal penelitian.

"Assalammualaikum, Bapak," ucapnya lalu berlari mendekat ke arah ranjang.

"Waalaikumsalam, Leeandra," jawab Pak Ferdian dengan mata yang justru terfokus pada sosok yang ada di belakang sang putri.

"Leeandra kangen banget sama Bapak." Leeandra pun mencium tangan kasar milik pria kesayangannya itu.

"Bapak juga kangen sama kamu. Oh, iya, bagaimana dengan sidangmu?"

"Alhamdulillah sidang Leeandra berjalan lancar, Pak." Leeandra kemudian berinisiatif untuk mengenalkan Pak Rizal pada sang bapak.

"Perkenalkan nama saya, Rizal, Pak. Dosennya Leeandra." Alih-alih memanggil Om, Pak Rizal dengan penuh kepercayaan diri, langsung memanggil Pak Ferdian dengan sapaan yang sama dengan sang asisten.

Usai menyebutkan namanya, "Kamu benar dosennya Leeandra?" Pak Ferdian sengaja melontarkan pertanyaan yang nyatanya membuat Pak Rizal merasa grogi setengah mati.

"Se-sebenarnya, saya dosen sekaligus ... pria yang sedang dekat dengan Leeandra, Pak."

Baru saja Pak Ferdian akan membuka mulutnya, "Bapak sudah makan?" Leeandra sengaja bertanya guna mengalihkan topik pembicaraan yang menurutnya, sangatlah tidak aman untuk kesehatan jantungnya.

"Sudah, Leeandra."

Setelah menjawab, Pak Ferdian kembali melontarkan pertanyaan pada Pak Rizal hingga keduanya pun terlibat dalam perbincangan dengan topik yang bisa dibilang sangat acak. Melihat bagaimana keduanya berinteraksi, Leeandra pun memilih untuk mendengarkan obrolan mereka.

"Kalau tidak merepotkan, Bapak titip Leeandra sama kamu ya, Zal," ucap Bapak saat Leeandra sedang berada di toilet.

"Dengan senang hati, Pak," jawab Pak Rizal dengan mantap. Sungguh, ini adalah kesempatan emas baginya, bukan?

"Tolong lindungi dan juga bahagiakan Leeandra ya, Zal."

"Saya berjanji atas nama Allah untuk melakukan kedua hal itu, Pak."

"Bapak percaya sama kamu."

"Terima kasih untuk kepercayaannya, Pak."

"Sama-sama, Rizal," tanggap Pak Ferdian yang kemudian berdoa di dalam hatinya. Semoga keputusanku untuk menitipkan Leeandra pada Rizal adalah sesuatu yang tepat. Amin. 

tbc...

Selamat datang bulan Februari! Semoga kisah #RizaLee selalu bisa menjadi penyemangat dan penghiburmu!

.
.
.
Kak Rurs with💎

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Where stories live. Discover now