Cerita 43 - Aksi Pak Rizal dan Reaksi Leeandra

14K 1.6K 215
                                    

Waktu terus bergulir hingga tanpa terasa, satu bulan lagi Leeandra akan menghadapi sidang thesis. Selain sibuk mengolah data dan melakukan analisis, Leeandra juga terus berupaya untuk membuat hatinya ikhlas atas segala hal yang telah terjadi. Kalau ditanya, apakah dia melupakan kenangannya bersama Pak Rizal? Oh tentu saja tidak. Sebab menurutnya, otak manusia tidak akan pernah bisa diperintah untuk melupa. Jikalau pun bisa, suatu saat, kenangan itu pasti akan bangkit dan memenjarakan sang empunya dalam nostalgia. Lebih parahnya lagi, seseorang itu akan terus hidup di bawah bayang-bayang masa lalu.

Di Senin pagi ini, Leeandra tampak sedang membaca sebuah buku di perpustakaan prodi. Ketika dia akan merangkum seluruh informasi yang dibacanya, suara Pak Rizal terdengar rmemanggilnya.

"Iya, Pak?" sahut Leeandra ramah.

"Ini buku yang membahas anomali pada material semikonduktor." Pak Rizal pun memberikan sebuah buku tebal dengan sampul hijau pada Leeandra. "Lalu yang ini adalah jurnal-jurnal yang saya kumpulkan untukmu. Semoga bisa membantu," lanjut Pak Rizal sembari memberikan tiga map cokelat.

Begitu melihat jurnal internasional yang hanya dapat diakses oleh Pak Rizal yang merupakan salah satu alumni dari universitas terkenal di Amerika, Leeandra mengucapkan terima kasih lengkap dengan senyum tulusnya. Sungguh inilah yang dia butuhkan untuk menganalisis hasil penelitiannya.

Pak Rizal menganggukkan kepalanya. "Jangan sungkan untuk meminta bantuan pada saya selaku dosen kamu."

"Baik, Pak," balas Leeandra singkat.

******

Saat jam istirahat datang, tampaklah para personil geng rumpita yang tengah makan siang bersama di kantin mahasiswa dan karyawan. Sembari menumpahkan seluruh sambal ke atas ayam bakarnya, Mbak Vidya bertanya pada Leeandra yang duduk tepat di deannya. "Eh, Lee. Besok lo datang ke persidangan lagi, ya?"

"Iya, Mbak." Leeandra menjawab setelah dirinya menyesap jus sirsaknya.

"Setelahnya ada sidang lagi nggak?"

Kali ini Leeandra menggelengkan kepalanya. "Besok sudah pembacaan putusan kok, Mbak," jelasnya yang membuat semua orang ber-oh ria.

"Berarti semua anggota keluarga Tanjung plus emaknya si Pak Rizal bakal dipenjara dong, ya?" tanya Mbak Rahma sambil mengaduk-aduk soto dagingnya.

"Ya, sudah pastilah itu," tanggap Mbak Ina usai menelan satu sendok penuh nasi goreng gila kesukaannya.

Sementara Mbak Ina dan Mbak Rahma melanjutkan pembahasan mereka, Mbak Dewi yang baru kembali dari memesan es campur, tiba-tiba bertanya pada Leeandra. "Kalau boleh tahu, sekarang perasaan lo sama si Nitrogen cair tuh bagaimana sih, Lee?"

"Ya, sudah nggak ada perasaan apa-apa, Mbak."

"Kenapa tiba-tiba tanya begitu, Dew? Lo disuruh Pak Rizal?" tanya Mbak Ina dengan mata yang memicing curiga.

"Gue cuma penasaran, Na. Soalnya gue sering lihat Pak Rizal pulang malam dari kampus. Terus pas gue tanya, ya dia lagi ngumpulin jurnal buat bantuin Leeandra gitu. Ya, nggak bermaksud berpihak sama tuh dosen, tapi jujur, hati gue terenyuh sama perjuangannya."

"Kalau menurut gue, itulah yang dinamakan sesendok micin rusak telur dadar sewajan. Gara-gara Pak Rizal mau berbakti dengan cara yang salah, maka hilanglah sang bidadari hati." Semua orang termasuk Leeandra pun tertawa terbahak-bahak karenanya. Sungguh bukan Mbak Ina namanya kalau tidak bisa membuat orang keram perut karena ucapan ceplas-ceplosnya itu.

*****

Di keesokkan harinya, selain Leeandra dan Mbak Nadine, Mbak Suci dan sang calon suami, yang tak lain adalah Mang Arie, juga tampak hadir di dalam ruang persidangan. Begitu mendengar putusan hakim yang menyatakan bahwa Bu Lita mendapat hukuman berupa kurungan penjara dan juga denda, seketika Leeandra teringat dengan motif yang dikemukakan oleh ibu kandung Tifany Tanjung itu.

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Where stories live. Discover now