Cerita 35 - Kunjungan Pak RIzal

12.6K 1.6K 365
                                    

Tiga hari sudah Leeandra berada di Bandung dan ternyata oh ternyata, penelitian tidaklah pernah semudah dan selancar yang dibayangkannya. Tidak hanya perihal kemampuan otak, tapi juga tentang survival skill yang dimiliki oleh seorang peneliti. Kamu butuh menjadi tangguh untuk dapat menyelesaikannya. Begitulah nasihat yang diberikan Prof. Rahmat padanya.

Saat Leeandra tengah serius menimbang bubuk silicon yang akan digunakannya, suara Mbak Suci terdengar memanggilnya, "Makan siangnya sudah saya belikan, ya!" Dikarenakan tidak juga mendapatkan respon, perempuan penyuka sate ayam itu sengaja membuat kegaduhan agar gadis yang diajaknya bicara mau menoleh padanya.

"Mbak Leeandraaaa... Halooo? Halo-halo Bandung! Mbak Leeandraaa..."

"Eh, maaf-maaf. Ada yang bisa Leeandra bantu, Mbak Suci?" sahut Leeandra seraya menolehkan wajah ke arah datangnya suaranya.

"Makan siangnya jangan dilewatkan lagi, Mbak Leeandra." Mbak Suci mengingatkan Leeandra yang memang tidak pernah mengingat waktunya untuk makan. Jika saja tidak ada adzan dan kewajiban untuk beribadah, maka bisa dipastikan perempuan berambut panjang itu tidak akan pernah berhenti meneliti.

"Oh, iya, terima kasih Mbak Suci. Maaf, Leeandra ngerepotin Mbak mulu." Sungguh, Leeandra merasa sangat tidak enak hati pada perempuan yang rela pulang pada saat jam menunjukkan pukul delapan malam atau lebih tepatnya waktu maksimum menggunakan laboratorium.

"Sekali lagi bilang maaf dan juga ngerepotin, saya minta ditraktir roti bakar nih," tanggap Mbak Suci yang membuat Leeandra tertawa kecil.

"Besok Leeandra bawakan roti bakarnya Abah Amin deh, ya," janji Leeandra dan senyum di bibir Mbak Suci pun mengembang bebas.

"Kalau mau dibawakan risol isi sayurnya lagi juga nggak menolak, kok, Mbak. Hihihi...." Ah, ternyata Mbak ketagihan dengan salah satu kudapan yang dibuatkan oleh bapak dari Mang Arie itu toh.

"Baiklah, Mbak Suci. Nanti malam Leeandra bilang ke Abah Amin ya," tanggap Leeandra yang akhirnya memutuskan untuk mengisi perutnya terlebih dahulu.

Setengah jam kemudian, seusainya melaksanakan kewajiban terhadap tubuh dan juga Sang Pecipta, Leeandra kembali memusatkan perhatiannya pada objek penelitiannya. Dengan ditemani sebotol jus sirsak yang sengaja dibelikan Mbak Suci di kantin kampus, perempuan itu terus saja berupaya seakan tidak mengenal kata lelah. Tidak hanya mencoba, mengamati dan juga menganalisisnya, tapi Leeandra juga mencari banyak jurnal tentang penelitian serupa lalu membacanya dengan seksama agar mendapatkan jawaban untuk setiap tanya yang muncul di kepalanya. Kalau sudah begini, maka dua puluh empat jam yang disediakan dalam sehari pun terasa tidak cukup untuknya.

Tanpa terasa, siang berganti malam dan tepat di saat jam menunjukkan pukul 19.38, suara berisik-berisik yang berasal dari ruang laboran pun terdengar oleh Leeandra. Dengan didorong oleh rasa penasaran sekaligus ingatannya akan batas pemakaian laboratorium, gadis cerdas itu lantas memutuskan untuk menyudahi kegiatannya di hari ini. Semoga saja, sampel yang telah dibuatnya hari ini, tidak mengalami kegagalan lagi dan dapat dikarakterisasi di esok pagi, doanya di dalam hati.

Setelah membersihkan sekaligus merapikan semua alat yang telah digunakan, Leeandra bergegas pergi ke ruangan Mbak Suci yang menurutnya lebih mirip dengan kamar hotel itu. Begitu mendapati Mang Arie yang tengah cekcok dengan sang laboran, Leeandra pun menggelengkan kepala sambil tersenyum.

Sebenarnya, sejak pertemuan pertama, baik Mang Arie maupun Mbak Suci sudah sama-sama menunjukkan ketidaksukaan mereka. Selain saling memberikan penilaian buruk, keduanya juga senang sekali meributkan hal-hal yang sebenarnya sepele. Sebagai contohnya saja panggilan 'Ibu' yang dialamatkan Mang Arie pada Mbak Suci. Secara tata krama memang tidak salah, tapi Mbak Suci yang nyatanya masih lajang itu, menyatakan sangat keberatan jika disapa demikian.

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon