Cerita 26 - Bertemu Sebastian Hendratama

14K 1.8K 132
                                    

Dikarenakan sudah tidak sanggup lagi menahan kegemasan atas laporan-laporan yang disampaikan oleh Mbak Ina, Mbak Nadine pun memutuskan untuk kembali mengajak Leeandra makan siang bersama. Tidak tanggung-tanggung, sang papa yang tak lain adalah Sebastian Hendratama juga turut ikut bersamanya. Alasannya tak lain karena pria yang akrab disapa Pak Tian oleh para rekan bisnisnya itu sudah menyatakan bahwa dirinya sangat penasaran dengan sosok Leeandra.

"Papa nggak bisa lama-lama, loh, Nadine," ujarnya setelah keluar dari mobil yang sudah terparkir di arena parkir milik prodi Fisika.

"Iya, Papaku," jawab Mbak Nadine lalu menggandeng tangan Pak Tian.

Sesampainya mereka di depan meja resepsionis, Mbak Nadine langsung menyapa Mbak Ina dengan hebohnya. Bukannya membalas, Mbak Ina justru membelalakan mata pada sosok yang tengah tersenyum ramah padanya.

"Selamat siang, Mbak Nadine dan Tu--"

"Cukup panggil saya dengan Pak Tian saja," potong Pak Tian yang kemudian menanyakan keberadaan sang putra bungsu.

"Mereka, eh, maksud saya, Pak Rizal ada di ruangannya, Pak," jawab Mbak Ina yang tentu saja membuat Mbak Nadine tertawa.

"Mereka itu maksudnya Pak Rizal dan Leeandra, kan, Na?"

"Iya, Mbak Nadine."

"Tuh, kan, Pa! Ayo kita langsung gerebek mereka!" Mbak Nadine lantas menarik tangan Pak Tian layaknya seorang anak kecil yang tengah meminta untuk segera menaiki sebuah wahana di taman bermain.

Di waktu yang bersamaan, "Bagaimana ceritanya, surat permohonan prodi kita nggak sampai ke tangannya Pak Ismail? Wah, begini nih, cara kerjanya staf rektorat. Nggak becus semuanya!" Pak Rizal tampak begitu emosi setelah mengetahui bahwa permohonan penambahan mata kulia untuk semester depan ditolak lantaran surat pengantarnya tidak sampai ke pejabat yang mengurus.

"Kamu punya bukti terima suratnya, kan?"

"Punya, Pak," jawab Leeandra yang kemudian menjelaskan bahwa bukti itu sudah dia serahkan pada pihak rektorat.

Melihat ketenangan dan juga kesabaran Leeandra dalam menghadapinya, tiba-tiba saja rasa bersalah itu muncul. Tidak seharusnya dia meluapkan semua kekesalannya di depan sang asdos.

"Terima kasih dan maaf kalau saya jadi marah-marah di depan kamu begini," ujarnya seraya melepas kacamata lalu mengusap wajahnya dengan kasar.

"Sama-sama dan tidak apa-apa, kok, Pak," tanggap Leeandra lengkap dengan senyum manisnya.

Tepat di saat Leeandra akan pamit undur diri, suara ketukan pintu yang cukup intens pun terdengar. Suara rusuh ketukkan pintu yang berpotensi mengganggu ketenangan dosen lain pun terdengar. "Zal! Ini Mbak Nadine cantik!" seru sang pelaku kerusuhan yang langsung membuat Pak Rizal dan Leeandra bangkit dari duduk.

"Mbak Nadine tuh benar-benar pengganggu, deh," gerutu Pak Rizal yang kemudian melangkahkan kaki menuju pintu.

"Mbak nga-- loh? Papa?" Wajah Pak Rizal tampak begitu kaget saat mendapati sang papa berada di depan ruangannya.

Setelah mempersilakan kedua tamunya untuk masuk, "Papa kok bisa ada di sini? Papa nggak rapat?" Pak Rizal tampak mencecar sang papa yang diketahuinya mempunyai agenda rapat yang sangat padat.

"Nadine yang ajak Papa ke sini," jawab Pak Tian lalu menoleh ke arah Mbak Nadine yang tampak sedang berbicara dengan Leeandra.

"Jadi, aku tuh mau aj--"

"Maksud Mbak Nadine ajak Papa ke sini apa, ya?" tanya Pak Rizal yang tentu saja memotong penjelasan Mbak Nadine terhadap Leeandra.

"Pertanyaan kamu sama banget sih sama Leeandra. Eh, biasanya yang sering samaan itu berjodoh loh," tanggap Mbak Nadine lalu mengungkapkan keinginannya untuk makan siang bersama.

Cerita Ci(n)ta Sang Asdos ✔ (Lengkap)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum