All I have to do is leave my heart on the grave

5.6K 763 50
                                    

JUNGKOOK

Rencanaku hari ini untuk bermalas-malasan di kamar batal. Ibu menyuruh Taehyung untuk mengajakku jalan-jalan. Katanya banyak hal dari kota yang telah berubah. Aku awalnya menolak, tapi ibuku bersikeras, Akupun hanya bisa menuruti apa kata ibuku.

Taehyung sudah siap dengan Piaggionya. Skuter itu yang selalu membawaku dan dirinya saat jaman sekolah dulu. Setiap pagi, Taehyung pasti sudah memarkir motornya di halaman. Lalu kami berangkat sekolah sepuluh menit sebelum jam masuk kelas, selalu begitu.

Aku tidak tahu Taehyung akan membawaku kemana. Setelah keluar dari kawasan perumahan, semuanya terasa berbeda. Banyak yang berubah. Pertokoan gaya baru, jembatan penyebrangan baru, juga pepohonan yang mulai tumbuh di sepanjang jalan.

Taehyung mengajakku ke taman. Ini adalah taman yang beberapa bulan lalu diresmikan oleh walikota. Ibuku mengirimi ku foto ketika ia bermain jungkat-jungkit bersama Somi disini. Entah dorongan apa, aku berlarian di rerumputan yang mengarah ke air terjun. Taehyung di belakang mengejarku. Seketika, kami sudah bermain kejar-kejaran.

Menjelang siang, Taehyung mengajakku ke sinema. Kami adalah duo penggemar berat superhero dan antihero. Aku tergila-gila akan Iron Man, juga aktornya. Taehyung yang suka semua karakter superhero wanita pastinya memilih Romanov. Scarlett Johannson memang sangat seksi dan berkarisma saat menjadi Black Widow.

Aku ikut mengantre tiket dan berdiri di belakang Taehyung. Taehyung terlihat sangat menjulang dari belakang. Bahunya lebih lebar dari jaman sekolah dulu. Punggungnya menggodaku untuk kupeluk. Dulu, aku sering bersandar di punggung itu ketika pulang sekolah. Tapi, sekarang untuk menyentuhnya saja aku harus berpikir ribuan kali.

Kursi di barisan C masih lengang. Kami duduk di kursi bagian tengah. Sudah menjadi kebiasaan saat kami pergi ke sinema jika Taehyung membeli popcorn, maka aku akan membeli minuman. Tapi ada satu kebiasaan yang sepertinya tidak akan aku lakukan. Dulu, aku selalu bersandar di bahu Taehyung sampai sembari menunggu filmnya dimulai. Tapi kini aku tidak akan melakukannya.

Ditengah pemutaran, ponsel Taehyung bergetar. Aku tidak tahu siapa yang menelepon tapi Taehyung pamit keluar teater. Aku hanya bisa menatap punggungnya yang mulai menuruni tangga dan keluar. Film yang seharusnya menyenangkan acuh aku tonton.

Dua menit berselang, ponselku yang berbunyi. Itu Taehyung. Ia meminta maaf karena ia keluar dari teater. Seharusnya tadi pagi aku menolak perintah ibuku untuk bejalan-jalan dengan Taehyung hari ini. Seharusnya aku sadar, sekarang aku bukan prioritas utamanya. Seharusnya dari tadi akupun tahu, kalau Taehyung keluar karena kekasihnya membutuhkannya.

Dan aku—sedikit terisak di bangkuku.

***

Kalau sudah begini, aku membutuhkan waktu sendiri. Aku memutuskan untuk keluar sinema sebelum film selesai. Mood menontonku sudah menguap. Aku menghentikan taksi dan sepertinya aku perlu bertemu ayah. Sejak datang kemari, aku sama sekali belum mengunjunginya.

Aku sangat merindukan momen ini. Dulu, setiap aku bersedih maupun senang, aku pasti kemari. Hamparan rumput yang berpetak tak pernah berubah, tapi bertambah. Ayah berada di blok barat, berdampingan dengan kakek dan nenek. Makamnya selalu terawat. Paman Song pasti selalu membersihkannya tiap dua minggu.

Aku memeluk nisannya. Sudah sangat lama aku tidak begini. Aku menangis. Ayahku disana pasti tahu aku sudah sarjana. Ayahku juga pasti bangga. Dan ayahku juga tahu kalau hari ini aku terluka.



"Kookie, kau kembali!" Suara yang begitu kukenal mengagetkanku. Paman Song tiba-tiba sudah ada di belakangku. Aku menoleh dan tersenyum—meskipun air mata belum aku bersihkan dari pipiku.

ʟᴀ ᴅᴏᴜʟᴇᴜʀ ᴇxǫᴜɪsᴇ ● taekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang