11.

7K 649 17
                                    

Berbulan-bulan berlalu, kini hubungan Bianca dengan Alina dan juga Miel semakin dekat. Mereka pun selalu dikelilingi kebahagian, atas itu.

Dan berbulan-bulan berlalu juga perasaan Bianca terhadap Alina semakin dalam. Ia menikmati itu, dan ia membiarkan perasaannya itu terus tumbuh, hingga ia sudah tak bisa menghitung lagi seberapa besar ia mencintai Alina.

Namun, sepertinya ini adalah malam yang menyakitkan bagi Bianca.

Kini Bianca tengah duduk bersama dengan Alina di gazebo belakang rumah Alina. Hal yang biasa mereka lakukan ketika Miel sudah tertidur adalah mengobrol di gazebo tersebut.

"Aku sekarang lagi pdkt sama seseorang," ungkap Alina yang membuat hati Bianca entah mengapa berdenyut sakit setelah mendengarnya. "Aku tau si ini terlalu cepat, tapi aku pikir untuk sekedar pendekatan gak ada salahnya, iya kan?"

Bianca kini hanya bisa terdiam, tak tahu harus menjawab perkataan Alina bagaimana, karena hatinya sudah terlanjur sakit mendengar pernyataan dari Alina tersebut.

Pantas saja sekarang Alina sering pulang terlambat, tenyata dirinya tengah dekat dengan seseorang. Batin Bianca.

Bianca jadi teringat tempo hari, hari dimana ia harus menemani Miel hingga lewat tengah malam, karena Alina belum kunjung pulang. Sebenarnya bisa saja Bianca pulang, karena Miel ada sang pengasuh. Namun karena tak tega meninggalkan Miel dan ingin menunggu Alina pulang, ia pun harus rela pulang hingga lewat dari tengah malam. Padahal biasanya sebelum jam makan malam tiba Alina sudah pulang.

Saat Bianca bertanya dirinya dari mana saja, Alina hanya menjawab ada keperluan diluar. Jadi ini keperluannya? Pikir Bianca.

Melihat keterdiaman Bianca, membuat Alina menyenggol lengan Bianca. "Bi? Aku lagi cerita loh, kok kamu diem aja? There is a problem?"

Bianca pun akhirnya tersadar dari lamunannya karena teguran Alina. "Ah, gak ada, Al. B-bagus dong kalo kamu lagi deket sama seseorang, itu artinya kamu sudah berdamai dengan perasaan kamu sebelumnya, iya, kan? ucap Bianca terbata-bata karena ia harus mengontrol hatinya yang merasa sakit.

"Iya, sih. Tapi aku takut gagal lagi, Bi," ucap Alina diselingi nada kecewa.

"Kan kamu belum coba, Al. Gak semua orang sama, kali aja kamu berhasil dengan yang ini. Lagian masih dalam tahap pendekatan, kan? Kalo gak cocok kamu bisa cari lagi," ucap Bianca enteng.

Alina pun menoyor kepala Bianca pelan. "Kamu pikir segampang itu,"

Bianca pun terkekeh. "Ya aku kan gak tau. Tapi bagaimana dengan Miel? Dia gak keberatan kalo kamu going on a date with a guy?"

"Aku pikir dia gak masalah. Dia belum mengerti apa-apa, bahkan sekarang fokus dia cuma sekolah dan main sama kamu,"

"Haha, kamu benar,"

"Jangan terlalu manjain dia, Bi, kali-kali kamu boleh kok marahin dia kalo dia emang nakal,"

"... Dulu kurang lebih nasib aku juga sama kayak Miel, orang tua aku pisah saat aku seusianya. Papah aku nikah lagi lalu dia tinggal di luar negeri dengan keluarga barunya. Lalu setelah kepergian papah, mamah aku akhirnya kerja, lalu aku dititipkan dengan nenek dari mamah aku, karena mamah gak punya uang untuk bayar pengasuh." ucap Bianca terjeda. Matanya kini sudah menatap ke arah langit, seakan menerawang jauh ke belakang.

"Aku ingat, aku selalu senang tiap kali ada yang mengajak aku main. Paling tidak itu mengurangi rasa sedih aku untuk sementara waktu, karena kepergian papah dan kesibukan mamah aku. Jadi sampai sini kamu paham kan, Al, kenapa aku selalu meluangkan waktu aku untuk bermain sama Miel sesibuk apapun aku? Itu karena aku merasakan apa yang Miel rasakan. Aku gak mau Miel merasa kesepian,"

Alina menganggukan kepalanya dengan mata yang menatap Bianca sendu. "Lalu dimana sekarang orang tua kamu?"

"Mamah aku meninggal saat aku SMA. Sedangkan papah, aku gak tau deh dia dimana, karena aku benar-benar gak pernah ketemu dia lagi setelah kepergiannya itu,"

"Maaf, Bi, aku gak bermaksud," ucap Alina tak enak hati.

"No, Al, aku sudah berdamai dengan itu." ucap Bianca santai. "Back to topic. Jadi beberapa hari ini kamu selalu pulang telat karena pergi kencan?" tak ingin terus menduga-duga, akhirnya Bianca pun mengutuskan bertanya langsung.

"Kurang lebih begitu,"

Mendengar jawaban dari Alina seketika membuat hati Bianca kembali berdenyut sakit. Bianca jadi mempunyai pemikiran untuk menghilangkan perasaannya kepada Alina, karena jika tidak itu akan terus menyakiti hatinya seperti ini.

Susah sekali memang, menyukai seseorang diam-diam seperti ini, apalagi mereka segender. Rasanya jika harus memilih, Bianca pun tak ingin terjebak dalam hubungan seperti ini.

~~~

Sepulangnya dari rumah Alina, Bianca memilih melampiaskan perasaannya dengan bermain drum yang terdapat di apartementnya dengan tempo yang tidak beraturan. Untung saja ruang musiknya ini kedap suara, jika tidak mungkin kamar sebelah sudah keganggu dengan suara drum Bianca yang sangat kencang dan tak beraturan itu.

Jika ini masih Bianca yang dulu mungkin dia akan meminum alkohol jika sedang patah hati seperti ini, namun ini adalah Bianca yang sekarang, yang hanya akan melampiaskan masalahnya dengan bermain alat musiknya.

Menit selanjutnya secara tiba-tiba Bianca melempar stik drumnya ke sembarang arah, lalu ia mengusap wajahnya kasar. "Kenapa gue harus punya perasaan ke lu si, Al!" teriak Bianca frustasi ia pun mengacak-acak rambutnya hingga berantakan.

~~~

Bianca datang ke kantor dengan kondisi mata yang kurang tidur dan penampilan yang acak-acakan.

Semalaman Bianca tak bisa tidur, karena terus memikirkan Alina. Dan sialnya, ia harus bekerja pagi hari sekali karena ada deadline pekerjaan yang harus dikerjakan.

"Buset, lecek amat." ejek Leo yang berpapasan dengannya saat ingin memasuki studio. "Kenapa lo?"

"Abis patah hati dia, karena si janda kembang," ejek Zee yang sudah ikut bergabung dengan mereka.

"Sial lo, Zee." umpat Bianca sambil memukul lengan Zee.

Ya, Zee mengetahui itu, karena semalam Bianca mengadu kepadanya. Dan kini Bianca merasa menyesal mengadu kepada Zee, mungkin ia tidak akan bercerita jika tahu akan diledek seperti ini.

"Buset. Ternyata sebucin itu lo sama Alina, kerain cuma suka-suka biasa aja," ucap Leo tak percaya.

"Pelet janda," celetuk Zee.

"Anjing, Zee." umpat Bianca kepada Zee yang sudah berlari pergi.

"Emang janda menggoda," ejek Leo ikut berlari menyusul Zee sebelum terkena pukulan Bianca.

"Sial!" umpat Bianca.

Setelahnya Bianca pun masuk ke dalam studio, segera menyelesaikan pekerjaan, walau dengan mata mengantuk dan pikiran yang dipenuhi oleh Alina. Kita doakan saja, semoga Bianca menyelesaikan pekerjaan dengan baik.




TBC.

my love single motherWhere stories live. Discover now