37.

7.1K 630 25
                                    

Langkah kaki Bianca gusar terus berjalan kesana kemari, karena kini ia sedang merasa gelisah. Jam sudah akan menjelang siang hari, namun Aurel belum juga kunjung datang.

Ia tak bisa apa-apa tanpa arahan dari Aurel, bagaimanapun juga Aurel yang lebih banyak tau tentang perusahaan dibandingkan dirinya. Ia tidak ingin didampingi oleh siapapun selain Aurel, belum lagi ia juga terhambat bahasa yang membuat dirinya semakin bergantung dengan Aurel.

Kini Bianca tengah berusaha menghubungi Aurel, sudah puluhan kali Bianca menelponnya, namun panggilan telponnya belum juga kunjung dijawab.

Bianca pun juga jadi khawatir, karena tak biasanya Aurel seperti ini. Ia jadi takut terjadi sesuatu kepada Aurel.

Hingga tak lama kemudian panggilan telpon Bianca yang sudah kesekian kalinya akhirnya pun diangkat oleh Aurel.

"Rel, kok kamu gak dateng ke kantor? Kamu kenapa? Kamu sakit?" tanya Bianca langsung beruntun dengan nada khawatirnya.

"Bukan aku kak yang sakit. Tapi papah aku." jawab Aurel yang kini dapat Bianca dengar nada lemas dan sedih dari sebrang sana.

Bianca pun dibuat terkejut setelah mendengar penuturan dari Aurel tersebut. "Kok kamu gak bilang? Terus sekarang kamu dimana?"

"Aku masih di rumah, ini aku mau otw ke rumah sakit tempat papah dirawat,"

"Yaudah tunggu. Kita kesana bareng-bareng."

Setelah panggilan telpon tersebut, dengan tergesa Bianca pun segera beranjak pergi untuk ke tempat Aurel.

~~~

Selesai pembayaran administrasi untuk biaya perawatan dari papah Aurel yang dibiayai oleh Bianca, setelahnya mereka pun mendudukkan diri mereka di bangku tunggu yang tersedia di rumah sakit persis di depan ruang rawat papah Aurel berada.

"Makasih banyak ya, kak. Aku gak tau lagi kalo gak ada kakak aku harus bayar biaya rumah sakit dari mana," ucap Aurel yang kini benar-benar merasa tak enak dengan Bianca.

"Hey, it's okey, Rel," ucap Bianca sambil mengusap-usap punggung Aurel lembut. "Lain kali kalo ada hal seperti ini bilang sama aku. Gak adil rasanya disaat sedari dulu aku selalu berbagi kesusahan aku sama kamu sedang kamu sekarang mendam semuanya sendiri."

Bianca lalu meraih kedua tangan Aurel untuk mengenggam kedua tangan Aurel tersebut. "Ajak aku, bawa aku, libatkan aku, repotkan aku dalam hal apapun itu, aku mau menjadi orang yang pertama kamu cari kalo kamu butuh, aku mau jadi orang yang selalu bantu dan support kamu. Karena itulah yang kamu lakukan dulu, ijinkan aku untuk membalas semuanya, Rel."

Aurel pun langsung menarik Bianca untuk memeluknya. "Makasih, kak,"

Bianca menganggukkan kepalanya sambil mengusap-usap punggung Aurel yang kini berada di pelukannya.

Cukup lama mereka berpelukan, setelah merasa cukup mereka pun melepaskan pelukan mereka.

"Sorry sebelumnya, Rel. Tapi kamu bisa ceritain bagaimana keadaan keluarga kamu bisa sampai jadi seperti ini?"

Aurel menganggukkan kepalanya, mulai menerawang kebelakang, siap untuk bercerita. "Hari itu, seminggu setelah kita pindah ke jepang, papah baru mengetahui kalo dia ditipu sama temannya. Semua harta papah yang dipercayakan ke temannya itu untuk dikelola dengan baik, ternyata harta papah malah lenyap gitu aja."

Bianca yang baru mendengar fakta itu pun benar-benar dibuat terkejut dengan itu. "Pelakunya gak dilaporin?"

"Udah, tapi kasusnya ditutup gitu aja. Sisa uang papah pun habis hanya untuk mengusut kasus itu yang berujung nihil. Karena orang itu punya koneksi yang baik dengan pihak kepolisian, jadi cukup susah untuk nangkap orang itu."

my love single motherWhere stories live. Discover now