TIGA PULUH EMPAT

1.6K 191 151
                                    

Sendirian, lagi-lagi Iqbal sendiri, merasa tidak ada lagi yang menginginkan keberadaannya. Yang bisa ia lakukan saat ini menyendiri di kamar, termenung menatap ke depan, tatapannya kosong, tetapi pikirannya beradu di otaknya membuat kepalanya terasa berat dan ingin pecah rasanya.

Lebih baik jika Zaki memang tidak menyukai, bunuh saja dirinya langsung. Jangan malah membuat hidupnya hancur seperti ini, dia sendiri juga bingung apa ada sesuatu yang membuat Zaki membuatnya seperti ini? Tapi apa?

Iqbal benar-benar sendiri sekarang, ia takut jika ibunya tahu juga akan pergi meninggalkannya, ia takut jika semua orang tahu akan menjauhinya.

Tangan kurus itu mencengkeram kuat perutnya, Iqbal berteriak frustasi yang terendam di bantal, rasanya sakit dan putus asa.

Anak ini memang tidak, ralat. Sama sekali tidak di inginkan oleh Iqbal, tapi anak ini tidak bersalah dan anak ini tidak seharusnya ada di kehidupannya.

"Gue gak mau ngandung anak ini." Gumam Iqbal, di otaknya terus-terusan berputar kata 'aborsi'.

ᕙ( ͡◉ ͜ ʖ ͡◉)ᕗ




















Cklek

"Ayah pulang? Capek? Mau di buatin air hangat? Atau teh—"

Yudha baru masuk rumah setelah sekian lama gak pulang-pulang sudah di beri pertanyaan oleh sang istri, yang mengkhawatirkannya.

Rahma tersenyum hangat, membantu membawa tas sang suaminya,"ay—"

"Aku kesini gak lama, saya cuman pengen ngambil baju. Karena lima bulan ke depan aku bakal pergi keluar kota, ngurus kerjaan."

"Lama banget yah?"

"Itu udah sebentar, gak usah banyak tanya. Buruan siapin semua baju-baju aku."

Rahma tanpa menolak lagi mengikuti perintah suami. Wajar bukan jika istri menanyakan kenapa suaminya terlalu lama bekerja? Bukannya apa, karena Yudha sudah sebulan ini gak di rumah.

"Yah."

Rahma kembali ke ruang tamu sambil membawa koper.

Yudha yang lagi main handphone berdehem.

"Kamu gak mau tanya kabar Iqbal?"

"Kenapa?"

"Iqbal—"

Drrrrt

Drrrrt

Yudha mendapatkan telpon, Rahma mengernyit heran karena Yudha menjauh darinya hanya untuk mengangkat telepon.

Rahma memerhatikan Yudha yang berbicara dengan lembut dengan seseorang di sana, ia hanya bisa menghela nafas. Kenapa suaminya itu tidak ada perubahan.

Padahal mereka sudah menikah lama, tapi rasanya seperti Rahma yang hanya menumpang di rumah Yudha.

Sehabis mengangkat telepon Yudha mengambil kopernya di taruh di bagasi mobil, Rahma mengikut keluar dari rumah.

"Siapa yah yang nelpon?" Tanyanya.

"Klien, udah nih kartu buat di pake selama aku gak ada di rumah." Yudha memberikan kartu ATM untuk istrinya, tapi nadanya ketus.

Rahma tersenyum tipis, soal ekonomi memang Yudha tidak pernah absen, dan selalu memenuhinya. Tapi sebagai seorang istri bukan hanya uang yang di butuhkan, tetapi sosok suami untuk di ajak bekerja sama di saat ada masalah dengan anaknya.

[BOYS LOVE] NEIGHBOR [END]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora