EMPAT PULUH EMPAT

1.5K 208 136
                                    

20.00

Di perjalanan hening, habis pulang dari rumah Januar, dua sejoli yang katanya ingin merencanakan pernikahan itu hanya saling diam dan menutup mulut.

Bahkan saat sudah berpisah dengan Deo di pertengahan jalan. Bukan El namanya kalo gak berisik, tapi dimana El yang cerewet itu?

Merasa kalau pacarnya sedang ngambek akhirnya Iqbal menghela nafas, memutuskan untuk berbicara,"El gue laper! Minggir dulu kita beli nasi goreng!"

Gak di saut sama El, tapi motor El tetep minggir ke bahu jalan. Berhenti di depan gerobak nasi goreng, Iqbal turun dari motor El dan memesan dua nasi goreng di bungkus.

Ia melirik kearah Zael sambil melepas helm dan duduk di kursi plastik, memangku helmnya. Mengamati wajah El yang sibuk dengan handphone, bermain game.

Mungkin karena sudah terbiasa dengan kebiasaan El yang berisik, cerewet. Sekarang malah seperti ada yang kurang, Iqbal gak suka kalo ngeliat Zael murung.

"Lebih baik lu omongin dulu sama El, masalah pernikahan, gue sama Deo cuman bisa dukung apa keputusan yang bakal lu ambil buat kedepannya."

"Nih bang jadi lima puluh ribu." Ucap Abang nasgor.

Iqbal tersadar dan mengeluarkan dompet, yang cash udah habis,"bisa pake ATM?"

"Waduh belum bisa bang."

"Yaudah tunggu sebentar." Iqbal berlari kecil menghampiri El,"El-"

Belum ngomong mau minta duit El langsung ngasih dompetnya langsung.

Iqbal mengerutkan kening, El sibuk dengan game tapi tetap memperhatikannya. Membuat pipinya memanas.

"Ini bang uang nya." Iqbal memberikan uang pas dan mengambil plastik isi nasi goreng itu.

"Makasih ya." Iqbal mengambil helmnya kembali dan naik keatas motor besar Zael, gak make helm karena nanggung udah dekat.

"Ayok El jalan."

Zael memasukkan handphonenya ke dalam saku celana, mengambil alih plastik dari tangan Iqbal agar di gantung di stang motor. Lalu ia kembali menyalakan motornya.

Iqbal jadi bingung sama sikap Zael, si sipit ini sedang marah tapi masih tetep care.

Sudah sampai di apartemen, El langsung buka pintu kamarnya dan berjalan masuk diikuti dengan Iqbal. Iqbal terdiam sejenak melihat El yang menaruh sepatu setelah selesai di lepas ke dalam rak sepatu dengan rapih.

Senyum tipis tertera di wajah manis Iqbal,"tumben bener, biasanya asal lempar." Cibir nya.

Gak di gubris sama El malah melengos pergi duluan ke dapur, Iqbal jadi kesal. Dengan kaki di hentak-hentakkan ia ikut ke dapur.

Ngeliat El udah nyiapin dua piring di atas meja makan, cowok itu duduk dan makan duluan tanpa mengajak Iqbal.

Tangan si manis terkepal, ia tidak suka di cuekin apalagi sama El!

Wajah Iqbal cemberut lucu, dia duduk di depan El, dan ikut makan nasi goreng yang masih hangat. Dengan menahan marah Iqbal mengacak-acak nasi goreng tak bersalah itu.

Diam-diam El melirik wajah Iqbal sambil mengunyah nasi, pacarnya itu sangat imut bibirnya manyun ke depan, pipinya mengembung, dan mata bulat Iqbal kelihatan seperti mengkilap.

Tunggu, matanya mengkilap?

"Ugh.. hiks." Pundak Iqbal bergetar menutup mulutnya menggunakan punggung tangan kiri, sedangkan tangan kanan meremas kuat sendok.

Kepala El mengadah matanya terbelalak melihat Iqbal menahan tangis sambil makan nasi goreng.

Iqbal gak pernah di marahin sama El, tapi kalo di diemin lebih menyakitkan ia lebih memilih di marahi daripada di cuekin. Hatinya terasa nyeri, seperti tidak di anggap.

[BOYS LOVE] NEIGHBOR [END]Where stories live. Discover now