EMPAT PULUH SATU

1.5K 204 122
                                    

Pupus sudah harapan ingin menjadi seorang ayah, di umurnya yang masih 23 tahun. Rasa sedih dan duka menyelimuti keluarga Iqbal, termasuk Zael.

Belum lagi masalah ibunya yang ingin bercerai, bagi Iqbal sih itu bukan masalah melainkan ide yang bagus. Ia mendukung penuh ibunya yang ingin berpisah.

Katanya ayahnya di luar sana sudah memiliki simpanan, sudah memiliki anak dari simpanannya, malah anaknya seumuran dengan keponakannya a.k.a Raffi. Dan yang buat terkejut adalah ayahnya bermain dengan sangat rapih.

Masalah keuangan bisa Iqbal yang urus, ia akan kerja di saat waktunya luang, menghasilkan gaji dan keluar dari apartemen, karena bulanannya cukup mahal kalau Iqbal yang bayar sendiri. Mungkin Iqbal akan tinggal bersama ibunya di rumah suaminya kak Shafira.

"Nanti kamu pulang beresin barang-barang di apart, kalo udah selesai telpon kak Fandi aja. Nanti di jemput." Kata kak Shafira kepada Iqbal.

"Tapi Iqbal hari ini mau ketemu sama mamanya El dulu."

Rahma mengangguk,"Yaudah besok juga gak papa."

"Kak Iqbal mau tinggal sama Raffi?! Yey!!! Raffi jadi punya temen deh!" Seru Raffi sembari makan es krim.

"Iya dong, jadi rame nanti rumahnya. Ada nenek juga." Kata ayah Fandi mengusak rambut anaknya.

Sedangkan Zael hanya diam memandangi keluarga yang asik bercengkrama, dirinya tidak rela kalau Iqbal pergi meninggalkannya. Tidak lagi tinggal di unit apartemen itu lagi.

Kan niat Zael untuk tinggal sendiri di apart agar bisa dekat-dekat dengan Iqbal, kalau Iqbal nya pergi El jadi kesepian. Gak ada yang masakin sarapan, milihin baju, dan juga buat kelonan waktu tidur.

Sepeninggalnya Rahma, Shafira, Fandi dan Raffi pulang ke rumah. Sisanya cuman ada Iqbal dan El yang lagi jalan ke arah parkiran.

"Ayok El... Katanya mau ketemu mama?" Di saat masih sedih saja Iqbal masih memikirkan orang lain, takut mamanya El kecewa.

Zael memandangi wajah manis Iqbal, mata bulatnya yang indah kelopak matanya sedikit terceplak karena menangis terlalu lama.

Iqbal tersenyum mengangguk, menggenggam tangan besar Zael,"ayok."

"Aku aja sendiri."

"Tapi kan lu udah ngomong sama gue.. nanti mama marah."

"Gak, kamu aku antar pulang aja ya? Istirahat, kasian pasti capek? Itu juga jahitannya masih basah, aku takut kalo kamu banyak gerak jadi sakit."

"Gak papa kok, kan cuman duduk."

"Udah nurut aja, ayok naik aku antar pulang." El mengambil helm Iqbal dan di pakai kan nya.

Iqbal mempoutkan bibirnya, duduk di jok belakang motor El. Dan memeluk El yang ada di depannya. Ia sandarkan pipi kanannya pada punggung lebar Zael, tanpa sadar jemari kurusnya meremat baju El dengan hati yang masih tergores sakit kehilangan calon bayi yang tak berdosa itu.

"Maafin bubub ya nak... Jangan benci bubub, semoga kamu bahagia di surga." Doa nya untuk calon bayinya yang sudah tiada, bahkan sebelum tau apa jenis kelaminnya.

꒰⑅ᵕ༚ᵕ꒱˖♡

























17.00

Sampai di lantai tujuh dimana letak kamar Iqbal, setelah pintu lift terbuka El dengan sigap menggendong bridal tubuh Iqbal, di bawanya masuk ke dalam kamar.

Spontan Iqbal langsung mengalungkan kedua tangannya ke leher sang dominan, dari bawah Iqbal dapat melihat jelas wajah tampan El dengan bentuk wajah dan rahangnya yang tegas, apalagi hidungnya mancung bak prosotan TK.

[BOYS LOVE] NEIGHBOR [END]Where stories live. Discover now